Tujuh Belas

12 5 0
                                    

Davira menatap bayangannya pada cermin rias di hadapannya. Riasan natural karya Kiana begitu pas di wajahnya. Begitupun kebaya putih yang membuat Davira tampak sangat anggun, rambut panjangnya di sanggul seadanya.

Tidak banyak yang datang Sabtu ini. Tamu undangan hanya Kiana, Chiko, Ghiza, Dovi, dan beberapa sanak saudara terdekat. Davira berdiam dalam kamar bersama Kiana, setelah ijab kabul selesai barulah dia diperbolehkan keluar.

Berbeda dengan Davira, Archer duduk diliputi ketegangan. Di depannya duduk seorang penghulu yang tengah mengecek kelengkapan surat-surat. Pernikahan mereka memang agak rumit karena Davira belum cukup umur, berbeda dengan Archer yang sudah mendapat KTP lima bulan lalu.

Monika duduk bersebelahan dengan Laras. Laras tampak menguatkan Monika yang masih belum ikhlas. Fadli duduk di sebelah penghulu, menatap inchi demi inchi wajah Archer. 

"Sudah siap menanggung Davira Friska secara lahir dan batin?" Tanya Pak Pras–penghulu– kepada Archer.

"Siap,"

"Sudah siap menjadi pemimpin dan menjadi pengarah saat Davira Friska salah?"

"Siap,"

"Kalau sudah siap genggam tangan Pak Fadli," Archer mengangguk. Dia menggenggam tangan Fadli penuh keyakinan.

"Untuk latihan, ikuti ucapan saya,"

Setelah satu kali latihan dan satu kali tarikan napas, Archer berhasil melafalkan ijab tanpa pengulangan. Michael dan beberapa orang lagi sebagai saksi berucap hamdalah.

"Panggilkan mempelai perempuannya," perintah Pak Pras. Dovi mengangguk dan menyusul Davira.

Pintu diketuk beserta panggilan dari Dovi membuat jantung Davira berdegup kencang. Kiana menggenggam erat tangan Davira.

"Gue udah jadi istri orang Ki," lirih Davira.

"Selamat Dav, gue yakin lo pasti bisa. Jangan sedih, ini harus jadi hari bahagia lo," Kiana memeluk Davira.

"Gimana gue bisa sebahagia itu kalau gue sendiripun menikah karena kecelakaan. Gue hamil Ki," air mata Davira mulai menggenang.

"Ssst, jangan nangis dong. Gue yakin, nanti lo sama Archer bakal saling mencintai, apalagi kalau dia lahir," Kiana mengelus perut Davira. "Yuk keluar, yang lain udah pada nungguin,"

Davira berjalan keluar bersama Kiana. Seluruh pandangan mengarah padanya, entah itu tatapan kagum atau meghakimi tapi Davira tidak peduli. Davira mengulum senyum manis pada semua yang datang.

Sesuai Arahan, Davira duduk di sebelah Archer. Pak Pras menyuruh Davira untuk mencium punggung tangan Archer. Malu-malu Davira melakukannya, begitupun Archer. Pemandangan lucu ini membuat beberapa tamu tertawa gemas.

Chiko selaku fotografer dadakan meminta mereka untuk mengangkat buku nikah dan tersenyum.

"Satu... dua... tiga,"

Flash!

"Bagus! Lagi-lagi,"

Pose selanjutnya Davira menyandarkan kepala di bahu Archer, tidak lupa dengan sebuah senyuman. Chiko mengangjat jempolnya saat foto mereka sudah di ambil. 

Giliran kedua mempelai mencium tangan kedua orang tua mereka untuk meminta doa restu. Di mulai dari Archer yang menyalami Monika dan Fadli. Saat giliran Laras, Archer menumpahkan segalanya dalam pelukan Laras. Walau terlihat paling santai, namun sejujurnya Archer belum siap. Dia tahu jika pernikahan bukan suatu hal mudah.

Kini giliran Davira. Orang pertamanya yang disalaminya adalah Monika, tak ayal Davira terisak dalam pelukan Monika. Kata maaf diucap berulang kali.

"Mama, maafin Davira. Maaf ma, Davira sayang mama. Davira kangen sama mama,"

"Mama juga Dav, tapi maaf. Papamu belum mengizinkan," kata-kata Monika menghancurkan hati Davira. Kenapa Fadli begitu tega?

Saat bersalaman dengan Fadli, tangis Davira pecah tidak kalah kuat. Dia meminta maaf berkali-kali, dia tahu yang paling merasa gagal di sini adalah Fadli.

"Papa maafin Davira, Davira salah. Davira kangen sama Papa," isak Davira.

"Maaf Dav, tapi Papa butuh waktu,"

Setelah Fadli, Laras adalah orang selanjutnya yang Davira salami. Dalam pelukan Laras juga Davira menangis. Bedanya tangisan kali ini penuh dengan ucapan terima kasih.

"Makasih banyak Tante, makasih karena sudah mau nerima Davira apa adanya. Davira tahu Davira sudah tidak sempurna, makasih banyak Tante. Davira sayang banget sama Tante," Davira berusaha untuk tersenyum walau air mata dipipinya.

Laras mengangkat wajah Davira dan mencium keningnya. "Sama-sama cantik. Panggilnya jangan Tante tapi mama! Sekarang yang harus Davira sayang juga adalah Archer. Tapi Davira harus tahu kalau Mama juga sayaaaang banget sama Davira,"

"Iya, Ma," Laras meneteskan air mata saat mendengar Davira memanggil dirinya dengan sebutan "Mama".

Saat berhadapan dengan Michael, Davira tidak banyak berbicara. Hanya bersalaman saja dan Michael mencium kening Davira.

Davira berdiri dan berjalan sedikit menghadap Kiana. Dalam satu gerakan, Davira memeluk Kiana. Mengucapkan banyak-banyak terima kasih dan maaf.

"Gak perlu minta maaf Dav. Ini semua bukan salah lo," kata Kiana.

"Gue sayang banget sama lo, makasih ya udah mau nemenin gue yang manja, cengeng, dan lebay ini,"

"Ssstt udah ah, itu Archer ngeliatin lo,"

Kiana menunjuk Archer dengan dagunya. Davira mengikuti arah pandang Kiana, berdiri lah Archer dengan jas hitam dan kemeja putih. Cowok itu tersenyum manis. Archer menggumamkan sebuah kalimat yang sukses membuat pipi Davira bersemu merah.

"Love you Dav,"

TwitterpatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang