Rumah megah tiga lantai berwarna dominan putih menyambut Davira. Belum lagi pagar besar hitam yang harus dibuka oleh dua orang penjaga berbadan kekar.
Wajah Davira pucat seketika saat membayangkan sosok ayah Archer. Dalam pikirannya ayah Archer adalah pria bertangan dingin, dengan wajah sesangar Archer, dan suara berat mengerikan. Belum lagi kalau nanti keberadaannya ditolak karena punya status sosial yang ada di bawah Archer. Davira pikir rumahnnya sudah cukup besar, namun ternyata masih ada versi dua kali lipat lebih besar.
"Oh iya Dav kenalin, ini Laras. Mama kandung aku," Archer menoleh ke arah wanita tadi. Senyumnya masih ramah, Davira harap masih tetap ramah bahkan setelah mengetahui siapa sebenarnya dia.
"Mama, ini Davira,"
Davira tersenyum dan mencium punggung tangan Laras. "Aku Davira, Tante,"
Laras hanya membalas tersenyum dan mengelus rambut Davira. Mereka turun secara bersamaan. Ada beberapa anak tangga yang harus dinaiki untuk bisa mencapat pintu utama rumah Archer. Davira menghembuskan napas perlahan sampai sebuah tangan hangat menggenggam tangannya.
"Kuat buat naiknya kan?" Tanya Archer lembut.
"Kuat kok,"
"Ayo naik bareng gue,"
Baru saja kaki Davira menginjak lantai teratasnya, seorang penjaga keluar untuk membukakan pintu. Barulah mereka masuk dan langsung di sambut oleh sepasang suami istri yang Davira duga sebagai ayah dan entah siapanya Archer.
Berbeda jauh dengan ekspektasinya. Ayah Archer tidak begitu menyeramkan. Maksudnya normal saja. Archer mempersilahkan Laras untuk duduk baru kemudian Davira.
"Tumben sekali kamu mengajak kumpul keluarga seperti ini? Ada apa?" Tanya Michael–ayah Archer.
"Pertama-tama kenalin, ini Davira Friska. Dav, yang tadi ngomong itu Ayah gue. Di sebelah ayah ada Tante Gretta, ibu sambung gue. Yang tadi di mobil lo udah tau, mama gue," Archer menghela napas perlahan. Tangannya meremas ujung kemeja yang dia kenakan.
"Archer gak suka bertele-tele. Semuanya Archer minta maaf, Davira ini..." Archer melirik Davira, "Davira... Davira hamil anak Archer,"
Archer kembali duduk sambil meremas tangan Davira. Michael, Laras, dan Gretta tampak sangat terkejut. Michael lantas bangkit dan menghampiri mereka berdua.
"Apa-apaan ini? Apa maksud kamu Archer?" Kening Michael berkerut.
"Maaf Ayah, tapi apa kata-kata Archer tadi kurang jelas?"
"Archer kamu bercanda kan?" Laras menatap Archer penuh pengharapan.
Sayang, Archer menggelengkan kepala. Dia serius. Tidak mungkin semua ini hanya main-main. Davira memundurkan tubuhnya, sebisa mungkin bersembunyi dibalik punggung kokoh Archer. Tuhan tolong, Davira takut banget.
Hening. Satu ruangan ini masih berkutat dengan pemikiran masing-masing. Davira menyiapkan mental kalau-kalau dirinya kembali mendapat tamparan atau caci maki.
"Kamu masih sekolah Archer bagaimana mungkin?" Michael kehabisan kata-kata.
"Yah, Archer mabuk! Ini semua salah Archer, maaf," untuk pertama kalinya, Davira melihat mata bening Archer kehilangan binarnya.
"Kamu, kamu tidak mengaku-aku kalau ini anak Archer kan? Kamu tidak menipu keluarga kami kan?" Michael menatap tajam Davira. Oke, Davira kembali salah. Michael menyeramkan.
"Sumpah ini anak Archer yah! Ayah jangan bicara kayak gitu sama Davira. Archer... ngaku salah. Davira ada di sebelah Archer waktu itu, enggak mungkin dia bohong," Archer menutup mata. "Lagipula, Archer masih ingat kelebatan-kelebatan malam itu. Tapi Archer kira itu bukan kenyataan. Itu mimpi!"
Kali ini Davira yang terkejut bukan main. Hatinya kembali berdenyut. Davira melepas genggaman tangan Archer seketika. Hal ini jelas membuat keadaan makin runyam.
"Kalau Archer bisa lihat itu Davira. Kenapa Archer enggak berhenti? Kenapa?" Lirih Davira. Matanya memanas menahan lelehan air mata.
"Dav gue... gue gak sepenuhnya sadar. Gue lepas kendali atas tubuh gue sendiri!" Tanpa disadari, suara Archer naik dua oktaf.
Menyadari situasi yang makin pelik, Michael menarik Acher dan memberi kode pada Laras. Laras yang paham langsung menengahi dan menarik Davira dalam pelukannya.
"Archer, ikut Papa sama Gretta! Kamu di sini bareng Laras!"
Archer menggumamkan kata maaf namun Davira tidak menanggapi. Laras mengurai pelukan kemudian menatap Davira lamat-lamat.
"Teman sekolahnya Archer ya sayang?" Tanya Laras.
"Iya tante,"
"Davira tahu kan kalau sudah seperti ini alurnya bakal kemana?" Laras menyelipkan rambut ke belakang telinga Davira.
"Davira tahu Tante. Davira takut, Davira enggak siap," air mata yang tadinya sudah mulai mengering kembali menggenang.
"Dengar sini sayang. Tante, akan berusaha sebisa Tante agar kamu tetap ada di sekolah asal Davira sebisa mungkin menutupi kehamilan Davira. Bisa kan sayang?"
Davira merasa dadanya menghangat. Keluarga Archer tidak seburuk yang dia bayangkan. Kini dia mengerti mengapa Michael menyuruhnya tetap disini bersama Laras.
"Davira janji sebisa mungkin Davira rahasiain hal ini. Makasih banyak Tante," Davira tidak bisa menahan hasrat untuk memeluk Laras.
Laras balas memeluk Davira dengan sebuah pelukan hangat yang saat ini sangat Davira butuhkan.
"Makasih karena enggak benci sama Davira, Tante,"
"Tidak ada orang yang lahir untuk dibenci, nak,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Twitterpated
RomanceTentang Davira dan mahkotanya yang hilang. Tentang Davira dan mimpi-mimpinya yang pupus. Tentang Davira dan sayap-sayapnya yang patah. Lo berhak bahagia atas hidup lo sendiri. Lo berhak mencintai diri lo sendiri enggak peduli sehancur apapun hidup...