PROLOG

468 105 74
                                    

Ikuti alurnya saja.
Sampai Sang pemeran utama menyapa anda:)
.
.
.

Kacau. Satu kata yang dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan gadis itu.

Duduk di lantai koridor rumah sakit yang hening.

Wajahnya ditelungkupkan pada lipatan lutut. Isakan kecil terdengar beriringan dengan bahunya yang sesekali naik turun.

Dia. Gadis itu sebenarnya tak sendiri. Di sampingnya, di kursi panjang tepat di samping pintu. Duduk enam orang berbeda umur berwajah kalut.

Pandangan penuh harap. Bibir yang setia merapalkan doa untuk seseorang yang berbaring lemas di ranjang dalam ruangan.

Kembali ke gadis yang tengah menelungkupkan wajahnya diliparan lutut itu.

Dia kalut saat ini.

Ingin berucap. Ingin berteriak

Maaf.

Tapi tatapan tajam menghakimi dari enam orang yang duduk di kursi itu seakan akan mengekangnya.

Memenjarakannya dalam lautan perasaan bersalah.

Menenggelamkan gadis itu dalam kubangan penyesalan yang merekat dalam hati sang gadis.

"Maaf," ucap gadis itu lirih.

Enam orang yang mulanya duduk di kursi itu berdiri. Menoleh ke arah gadis dengan tampang kumal itu.


"Maaf," ucap gadis itu dengan mendongakkan kepalanya.

"Maaf," ditegakkannya tubuhnya. Sejajar dengan enam orang dilain tempat darinya.

Plak

"Maaf kamu tidak akan mengembalikan senyum anak saya,"

Plak

"Maaf kamu tidak akan mengembalikan hati anak saya,"

Plak

"Maaf kamu tidak akan membuat anak saya bangun dari komanya!"

Rumi. Gadis itu hanya diam. Tamparan di pipi kanan dan pipi kirinya tak juga membuatnya bergeming.

Airmatanya kian menetes deras.

"Saya minta maaf tante,"

Plak

Kembali. Tamparan itu kembali lagi. Kini gadis itu beralih bersimpuh dikaki wanita paruh baya didepannya.

Air matanya lagi lagi turun mendera. Isaknya mulai terdengar kasar.

"Pergi!" Ucap wanita parubaya itu final.

Namun sang gadis hanya diam. Menggelengkan kepalanya. Sembari tangannya memeluk erat kaki orang dihadapannya.

"Tante. Rumi pengen ketemu Bian," desis Rumi tanpa ada daya dalam tubuhnya.

Bruk

Tersungkur. Tubuh gadis itu benar benar tersungkur di dinginnya lantai rumah sakit.

Seorang remaja seumuran sang gadis itu mendekat.

Memandang manik mata si gadis yang tengah mendongak.

"Pergi bitch!"

270320

ARBIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang