Mentari telah terbit. Suara kicauan burung berbunyi bagai suara alarm dipagi hari. Jam telah menunjukkan pukul setengah 5 pagi. Khanza segera membangunkan Reza untuk melaksanakan shalat subuh bersama. Mereka berdua pun bergegas untuk mandi dan mengambil air wudhu, kemudian melaksanakan shalat subuh.
Selepas shalat subuh, Khanza menengadahkan kedua tangannya. Dengan air mata yang menetes, ia berdo'a..
"YaAllah, hamba tahu ini adalah ujian darimu. Maka tolong tegarkan dan tabahkanlah hati hamba-Mu ini. YaRabb, hamba mohon pada-Mu, janganlah Engkau biarkan ayah dan ibu hamba bercerai. Janganlah Engkau biarkan keluarga kami terpecah belah. Hamba tidak ingin mereka berdua berpisah. YaAllah, sesungguhnya hanya Engkaulah yang maha berkehendak dan maha mengabulkan do'a. Maka tolong kabulkanlah do'a hamba. Aamiin."
Setelah selesai, Khanza membuka Al-Qur'an-nya dan mulai membacanya ayat per-ayat. Khanza merasa tenang setelah ia membaca Al-Qur'an. Ia merasa Al-Qur'an adalah obat untuk hatinya yang saat ini sedang kecewa. Khanza tahu, dibalik semua ujian yang Allah berikan padanya pasti ada hikmah yang dapat dipetik.
Khanza melipat mukenanya dan kemudian terdengar suara ketukan di pintu kamar Khanza dan Reza. Khanza pun membuka pintu, dan mendapati Rani sedang berdiri didepannya dengan senyuman yang terpancar dibibirnya.
"Khanza, Reza, ayo kita sarapan," ajak Rani.
"Uhmm, aku dan Reza akan membeli sarapan diluar saja. Aku tidak ingin semakin merepotkanmu," jawab Khanza yang merasa tidak enak.
"Siapa yang bilang bahwa kalian merepotkanku? Justru aku dan keluargaku sangat senang bisa membantu kalian," ucap Rani.
"Ta..tapi."
"Sudahlah, ayo cepat! Kita ke ruang makan sekarang," potong Rani yang kemudian menarik tangan Khanza dan Reza menuju ruang makan.
Sesampainya di ruang makan, keluarga Rani yang terdiri atas kakak laki-lakinya dan kedua orang tuanya telah duduk disana. Mereka memandang Khanza dengan senyuman yang lembut. Ibu Rani menganggukkan kepalanya satu kali sebagai kode untuk meminta Khanza dan Reza agar duduk bersama mereka.
Khanza merasa sangat canggung. Meskipun Khanza sudah bersahabat dengan Rani cukup lama, namun ia belum pernah menginap di rumah Rani sebelumnya. Mau tak mau, Khanza pun berjalan menuju meja makan bersama dengan Reza yang mengikuti dibelakangnya.
"Jangan merasa canggung seperti itu. Anggap saja tante sebagai ibumu, dan om sebagai ayahmu. Kami sudah menganggapmu sebagai saudaranya Rani," ucap ibunya Rani membuka pembicaraan.
"Iya, tante. Terimakasih banyak," jawab Khanza sambil tersenyum, namun dapat terlihat bahwa ia masih merasa tidak enak.
Akhirnya Khanza, Reza, Rani dan keluarga Rani pun memakan hidangan yang sudah tersedia didepan mereka. Setelah selesai, Rani mengajak Khanza dan Reza untuk bersiap-siap berangkat ke sekolah.
"Khanza, bagaimana tentang hubunganmu dengan Mustafa?" tanya Rani sembari memasukkan buku-bukunya kedalam tas.
"Ah! Aku lupa tidak memberinya kabar sejak kemarin. Aku terlalu sibuk memikirkan masalah keluargaku sampai aku melupakannya," ujar Khanza.
Kemudian Khanza pun langsung membuka Hp-nya dan mendapati banyak pesan masuk didalam WhatsApp-nya. Ia memicingkan matanya melihat sebuah nomor asing yang mengirim pesan padanya. Khanza pun segera membuka pesan tersebut yang berisi..
"Hello, Khanza! How are you today? By the way, aku Mustafa Demir. Kau masih mengingatku, bukan?"
"Ah, aku bahkan lupa telah memberikan nomorku padanya," gumam Khanza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Bawah Langit Turki
Romantiek[TELAH TERBIT] Khanza Fatimah.. Seorang gadis yang memiliki mimpi besar. Ia ingin melanjutkan pendidikannya di sebuah negara yang terletak di antara dua benua, yaitu Turki. Khanza adalah seorang gadis yang awalnya hanya berfokus pada impiannya saja...