(Part 9) Kecemasan

114 14 0
                                    

Dua bulan kemudian..

"Ibu, kenapa sampai detik ini Khanza belum mendapat pengumuman kelolosan beasiswa? Padahal teman-teman Khanza yang lain sudah mendapatkannya. Khanza takut tidak lolos, bu," keluh Khanza pada ibunya.

"Jangan berpikir seperti itu. Siapa tahu berkasmu memang belum diperiksa. Bukankah yang mendaftar beasiswa itu ada ribuan orang? Bahkan dari negara lain pun banyak yang  mendaftar. Tentu membutuhkan waktu lama untuk memberikan pengumuman kepada masing-masing penerima beasiswa, bukan?" jelas ibu Khanza berupaya untuk menenangkan perasaan Khanza.

"Tapi bagaimana jika Khanza tidak lolos?" tanya Khanza yang telah dikuasai rasa cemas.

"Kau bisa mencobanya lagi tahun depan. Kesempatan pasti selalu ada. Jangan bersedih," jawab ibu Khanza sembari merangkul Khanza.

Khanza hanya terdiam. Ia menahan air matanya agar tidak menetes. Beasiswa tersebut adalah beasiswa yang sangat Khanza inginkan. Ia sangat ingin berkuliah di negara yang sangat ia idam-idamkan selama ini.

Khanza pun memilih untuk masuk kedalam kamarnya. Ia mulai menangis. Ia sangat takut jikalau ia gagal mendapatkan beasiswa itu. Akhirnya Khanza mencoba menelepon Mustafa dan menceritakan hal itu kepadanya.

"Hello? Kenapa, Khanza?" tanya Mustafa dari seberang sana.

"Mustafa, aku takut. Sampai detik ini aku belum mendapatkan email dari pihak penyelenggara beasiswa. Bagaimana jika aku tidak lolos?" ujar Khanza dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.

"Hey! Jangan berkata seperti itu. Kau pasti lolos. Believe it!" ucap Mustafa mencoba menenangkan Khanza.

"Tapi bagaimana jika tidak?" tanya Khanza lagi. Ia sudah tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menangis.

"Jika tidak, I will come to Indonesia. Aku akan menenangkanmu disana," jawab Mustafa.

Khanza terkejut dengan kata-kata Mustafa. Ia tidak percaya bahwa Mustafa memiliki keinginan untuk mendatanginya di Indonesia.

"Khanza? Are you there?"

Suara Mustafa membuyarkan lamunan Khanza. Ia pun segera mengembalikan kesadarannya.

"Ah, sorry. Aku hanya terkejut dengan kata-katamu," jawab Khanza.

"Ah, begitu ya. Tapi aku sungguh-sungguh dengan kata-kataku. Jadi tolong, kau jangan bersedih lagi," ucap Mustafa yang tetap berusaha menenangkan hati Khanza.

"Thank you very much, Mustafa. You are my best friend," jawab Khanza.

"Yup! Dan ketahuilah, kau sangat penting untukku. Jadi, aku akan selalu bersamamu dan selalu menjagamu dari jauh," ujar Mustafa yang berhasil membuat Khanza terharu.

"Tapi jika kau berhasil mendapatkan beasiswa itu, aku akan dengan senang hati menyambutmu di bandara," lanjut Mustafa.

Khanza tersenyum senang. Ia sangat beruntung mendapatkan sahabat seperti Mustafa yang selalu bisa menghiburnya ketika sedang bersedih.

*****

'Cause every night I lie in bed

The brightest colors fill my head

A million dreams are keeping me awake

I think of what the world could be

A vision of the one I see

A million dreams is all it's gonna take

Cinta di Bawah Langit TurkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang