Tiga bulan telah berlalu. Satu bulan lagi Khanza akan berangkat ke Turki untuk berkuliah. Ia sangat senang karena mimpinya akan segera terwujud. Namun ada satu hal yang membuatnya sedih. Sejak seminggu yang lalu, Mustafa sama sekali tidak menghubungi Khanza. Bahkan sudah berkali-kali Khanza mencoba menghubungi Mustafa, namun Hp-nya selalu tidak aktif.
Selama satu minggu Khanza tidak fokus ketika melakukan apapun. Ia sampai pernah memecahkan piring dirumahnya karena ia melamun ketika sedang mencuci piring. Bahkan tak jarang Khanza terlambat makan dan merasa tidak mood untuk melakukan apapun. Orang tuanya mulai khawatir dengan keadaan Khanza. Badannya juga lebih kurus dari sebelumnya. Saat ini Khanza sangat membutuhkan Mustafa untuk memberinya semangat. Ya, itulah yang ia butuhkan.
"Mustafa, where are you?" gumam Khanza didalam kamarnya.
Tak terasa air mata mulai membasahi pipi Khanza. Disaat ia telah menaruh perasaan kepada Mustafa, justru Mustafa tiba-tiba menghilang dari hidupnya tanpa mengatakan apapun.
"Khanza, makan dulu yuk," ajak ibu Khanza yang telah berdiri ditengah pintu kamar Khanza.
"Nanti saja ya, bu? Aku belum lapar," tolak Khanza.
"Jangan begitu. Sejak pagi kau belum makan. Sebenarnya apa yang mengganggu pikiranmu, nak?" tanya ibu Khanza yang merasa cemas.
"Mustafa tidak mengabariku selama satu minggu, bu. Tidak biasanya dia seperti ini," jawab Khanza dengan raut muka masam.
"Cobalah untuk positive thinking, siapa tahu dia sedang sibuk. Apakah kau sudah mencoba meneleponnya?"
"Aku sudah meneleponnya berkali-kali. Tapi Hp-nya tidak aktif," jawab Khanza.
"Mungkin Hp-nya sedang rusak, dan dia belum sempat memperbaikinya," ujar ibu Khanza yang berusaha untuk menenangkan Khanza.
"Aku takut kalau Mustafa menghindariku, bu. Tapi jika memang dia menghindariku, apa salahku? Aku tidak pernah memiliki masalah dengannya."
"Percayalah bahwa dia akan mengabarimu lagi, Khanza. Sekarang kau harus makan. Jangan seperti ini," ujar ibu Khanza.
Akhirnya Khanza pun menuruti perintah ibunya, dan segera berjalan menuju ruang makan.
*****
Satu bulan telah berlalu. Hari ini Khanza sedang bersiap-siap untuk berangkat menuju bandara. Ia akan berangkat ke Turki sore ini. Khanza sudah berada didalam mobil bersama dengan kedua orang tuanya, dan juga Reza. Khanza menatap keluar kaca mobil dengan tatapan kosong. Mustafa sedang memenuhi pikirannya saat ini.
Khanza teringat dengan janji Mustafa, bahwa ia akan menjemput Khanza di bandara ketika ia tiba di Turki nanti. Khanza tersenyum masam ketika teringat dengan hal tersebut. Ia mencoba untuk baik-baik saja saat ini. Walau keadaan hatinya sangat jauh dari kata 'baik-baik saja'.
Setelah menempuh empat jam perjalanan, Khanza dan keluarganya pun tiba di bandara. Disana Khanza bertemu dengan para penerima beasiswa Turki lain yang akan berangkat bersamanya. Khanza pun mulai berkenalan dengan teman-teman barunya, dan bertanya satu sama lain tentang universitas yang mereka pilih.
Sekitar setengah jam kemudian, pesawat yang akan ditumpangi Khanza pun telah siap. Khanza berpamitan kepada orang tuanya untuk merajut mimpinya di negeri dua benua yang sangat ia kagumi.
"Jaga dirimu baik-baik disana. Jangan sampai kau salah pergaulan," nasihat ayah Khanza.
Khanza hanya mengangguk sambil tersenyum kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Bawah Langit Turki
Romance[TELAH TERBIT] Khanza Fatimah.. Seorang gadis yang memiliki mimpi besar. Ia ingin melanjutkan pendidikannya di sebuah negara yang terletak di antara dua benua, yaitu Turki. Khanza adalah seorang gadis yang awalnya hanya berfokus pada impiannya saja...