(Part 27) Belum Menyerah

78 12 0
                                    

"Khanza, perutmu sudah semakin membesar. Apakah kau tidak lelah bekerja dengan perut sebesar itu?" tanya Esra kepada Khanza.

Khanza mengalihkan pandangannya dari komputer, lalu menatap ke arah Esra sambil tersenyum.

"Hehe, tidak, kok. Dia sama sekali tidak mengganggu pekerjaanku, dan tidak merepotkanku sama sekali," jawab Khanza sembari mengelus lembut perutnya.

"Sepertinya dia akan menjadi anak yang sangat baik dan penurut nantinya," sahut Beyza.

"Aamiin. I hope so," jawab Khanza.

"Hey, sudah waktunya istirahat, nih. Kita makan siang, yuk!" ajak Beyza.

"Ah, iya. Ayuk!" sahut Khanza dan Esra bergantian.

Khanza, Esra dan Beyza pun berjalan beriringan untuk keluar dari kantor.

"Bagaiman kalau kita mencari cafe yang berbeda? Aku bosan makan siang di cafe yang ada di depan kantor setiap hari," usul Esra.

"I agree!" jawab Khanza.

"Me too!" sahut Beyza menimpali.

"Baiklah. Umm, di dekat kantor ini ada cafe lain. Kita juga bisa kesana dengan jalan kaki meskipun jaraknya sedikit lebih jauh dari cafe yang biasanya. Tapi aku takut Khanza kelelahan," ujar Esra.

"Tidak akan, kok. Tenang saja," jawab Khanza.

"Tidak, Khanza. Aku tidak ingin terjadi apa-apa padamu," sahut Beyza.

"Ya, aku juga. Atau sebaiknya aku dan Beyza membeli makanan dari sana, lalu membawanya kemari? Lalu kau bisa menitip makanan kepadaku," usul Esra.

"Hmm, baiklah. Kalian ini terlalu menghawatirkan aku," jawab Khanza yang akhirnya mengalah.

Kemudian Esra dan Beyza pun berangkat menuju ke cafe. Sedangkan Khanza kembali ke ruang kerjanya. Selang beberapa menit Khanza duduk di depan komputernya sembari mengecek hasil kerjanya, tiba-tiba Mustafa datang menghampirinya.

"Hai," sapa Mustafa.

"Oh, hai Mustafa," sapa Khanza tanpa mengalihkan pandangan dari komputernya.

"Kau tidak makan siang?" tanya Mustafa.

"Esra dan Beyza sedang pergi ke cafe untuk membeli makanan, dan aku sudah titip pada mereka," jawab Khanza.

"Hmm, begitu ya. Ngomong-ngomong, usia kandunganmu sudah memasuki berapa bulan?" tanya Mustafa lagi.

"Lima bulan," jawab Khanza singkat.

"Wah, semoga persalinanmu nantinya lancar, ya," ucap Mustafa.

"Aamiin. Teşekkür ederim, Mustafa," jawab Khanza sambil tersenyum kecil.

"Khanza, aku ingin mengatakan sesuatu," ucap Mustafa tiba-tiba.

"Katakan saja."

"Khanza, I can't forget you. Kita bertemu setiap hari, dan aku tidak bisa mengelak bahwa aku masih sangat menyukaimu. Maybe I won't give up, meskipun aku tahu kau sudah menikah," ujar Mustafa yang membuat Khanza terkejut.

"Mustafa, please don't do that. Itu adalah hal yang salah. Aku tidak melarangmu untuk menyukaiku, but please jangan berharap lebih padaku," ucap Khanza. Ia takut bahwa hal ini akan merusak rumah tangganya dengan Erhan.

"I am sorry, but I can't stop it. Aku tahu ini salah. Tapi hingga saat ini, aku belum bisa menyukai perempuan lain selain kau," ujar Erhan.

Tak lama kemudian, Esra dan Beyza pun menghampiri Khanza sambil menenteng tas kresek yang berisi makanan. Lalu Mustafa langsung melenggang pergi meninggalkan meja kerja Khanza.

"Kenapa dia datang kemari?" tanya Esra penasaran.

Khanza hanya terdiam. Ia menyentuh kepalanya yang terasa sedikit pusing. Mungkin karena ia belum makan siang, dan ditambah dengan perkataan Mustafa yang membuatnya kepikiran.

"Khanza, kau kenapa? Kepalamu pusing?" tanya Beyza yang mulai khawatir.

"Khanza, tolong jangan pingsan. Aku takut terjadi apa-apa padamu," ujar Esra dengan raut muka panik.

"Aku tidak apa-apa. Hanya sedikit pusing. Mungkin karena aku belum makan siang," jawab Khanza.

"Baiklah, kau harus cepat makan," ujar Esra sambil menyodorkan makanan yang telah ia beli.

Khanza segera menyantap makanan tersebut. Setelah selesai, ia pun bercerita kepada Esra dan Beyza tentang ucapan Mustafa dengan raut muka cemas.

"Bagaimana bisa dia memiliki pemikiran semacam itu? Jelas-jelas dia tahu bahwa kau sudah menikah. Lagipula dia juga tahu bahwa kau sedang hamil. Harusnya dia sadar bahwa dia sudah tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkanmu," oceh Beyza.

"Tapi kenyataannya dia belum menyerah. Aku takut bahwa hal ini akan berakibat buruk pada rumah tanggaku. I don't want that to happen," ujar Khanza.

"Don't worry, Khanza. Aku dan Beyza akan membantumu untuk menjauhinya," sahut Esra.

"Yes, please help me. Aku juga takut bahwa Erhan akan curiga padaku jika Mustafa terus-menerus mendekatiku," ujar Khanza.

"Kami akan membantumu, Khanza," jawab Beyza sambil tersenyum dan mengelus pundak Khanza.

*****

Sore ini Khanza sedang menunggu Erhan menjemputnya. Seperti biasa, Khanza duduk di depan kantor untuk menunggu kedatangan Erhan. Namun kali ini ia tidak sendirian. Esra dan Beyza tengah duduk bersamanya, karena mereka tahu bahwa Mustafa seringkali mendekati Khanza ketika Khanza sedang sendirian.

Tak lama kemudian, terlihat Mustafa yang baru saja keluar dari kantor. Ia melihat ke arah Khanza sejenak, namun kemudian melenggang pergi dan masuk ke dalam mobilnya. Khanza menghela nafas lega, karena Mustafa tidak berjalan mendekatinya.

Lima menit setelah Mustafa pergi, Erhan pun tiba di depan kantor Khanza dengan mengendarai mobilnya.

"Esra, Beyza, terimakasih banyak karena telah membantuku. Sekarang aku harus pulang. See you tomorrow," ucap Khanza.

"Sama-sama. Aku sangat senang bisa membantumu," jawab Beyza.

"Aku juga. Hati-hati di jalan," sahut Esra.

Khanza hanya membalasnya dengan anggukan dan senyuman kecil, kemudian ia langsung masuk ke dalam mobil Erhan. Setelah itu, Erhan pun langsung melajukan mobilnya.

"Apakah kau sakit? Kau terlihat sedikit pucat," tanya Erhan.

"Tadi siang kepalaku sempat terasa sedikit pusing. Tapi setelah makan siang, aku tidak merasa pusing lagi," jawab Khanza.

"Hmm, sepertinya anak kita sedang manja. Mungkin tadi dia lapar," ucap Erhan sambil mengelus perut Khanza.

"Ya, sepertinya begitu," jawab Khanza sambil menyentuh lembut tangan Erhan.

"Erhan," panggil Khanza lirih.

"Ya? Kenapa?"

"Tolong jangan pernah pergi dariku, ya? Please, don't do that," ucap Khanza.

"Kenapa kau berkata seperti itu? Tentu saja aku tidak akan pernah meninggalkanmu. I will always be with you," jawab Erhan sambil menggenggam tangan Khanza.

"Janji?"

"Ya, aku janji," jawab Erhan sambil tersenyum.

Khanza lega mendengar jawaban Erhan. Ia yakin, sebesar apapun badai yang menerpa rumah tangganya, Erhan akan selalu bersamanya dan selalu menggenggam tangannya.

Cinta di Bawah Langit TurkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang