(Part 29) Kasih Sayang

215 11 0
                                    

Sore ini suasana begitu cerah. Matahari menampakkan sinarnya, dan langit menunjukkan keindahannya di waktu senja. Saat ini Khanza tengah duduk di teras rumahnya sembari menggendong bayinya. Ya, Khanza sudah pulang dari rumah sakit sejak satu minggu yang lalu. Kini, ia fokus merawat bayi kecilnya tersebut di rumah.

Jam telah menunjukkan pukul 5 sore. Khanza melihat sebuah mobil hitam melaju dari arah kiri, dan berhenti di depan rumahnya. Ia tersenyum melihat seseorang yang keluar dari mobil tersebut. Ya, siapa lagi kalau bukan suaminya, Erhan.

"Aku pulang!" seru Erhan sambil berlari kecil menghampiri Khanza dan putra kecilnya.

"Selamat datang," ucap Khanza sambil tersenyum. Erhan pun mencium puncak kepala Khanza, kemudian menatap teduh ke arah putranya.

"Lelap sekali tidurnya," ucap Erhan sembari tersenyum.

"Hehe, iya. Dia sudah tertidur cukup lama. Mungkin dia lelah setelah tadi menangis," jawab Khanza.

"Kenapa dia menangis?" tanya Erhan.

"Aku tidak tahu. Ketika aku sedang memasak, tiba-tiba dia menangis. Tapi dia langsung tertidur setelah aku menggendong dan menyusuinya," jawab Khanza.

"Hmm, mungkin karena dia tidak bisa jauh darimu," ujar Erhan.

"Ya, mungkin memang begitu. Ya sudah, kau harus mandi. Setelah itu, kau boleh menggendong Fatih," ucap Khanza.

"Siap bos!" jawab Erhan yang kemudian melenggang pergi untuk membersihkan tubuhnya di kamar mandi.

"Fatih, setelah kau tumbuh dewasa, kau harus menjadi anak yang sholeh dan baik, ya? Ibu dan ayah sangat menyayangimu," ucap Khanza sambil menatap putra kecilnya.

Khanza merasa langit mulai gelap. Ia pun masuk ke dalam rumah, kemudian duduk di ruang keluarga untuk menonton TV. Ia meletakkan bayinya di atas tempat tidur bayi yang ada di ruang keluarga sembari menggoyangkannya. Tak lama kemudian, Erhan datang menghampirinya sambil mengeringkan rambutnya yang basah menggunakan handuk.

"Dia sangat mirip denganmu ketika sedang tidur pulas," ujar Khanza.

"Tentu saja. Aku dan putraku sama-sama tampan meskipun sedang tertidur," ucap Erhan dengan penuh percaya diri.

"Iya, untuk saat ini kalian sama-sama tampan. Tapi, ketika nanti Fatih sudah dewasa, jangan kaget kalau ketampanannya akan mengalahkanmu. Haha," gurau Khanza.

"Tidak apa-apa. Asalkan, nantinya dia mendapatkan istri yang secantik dan sebaik dirimu," jawab Erhan yang membuat pipi Khanza memerah.

"A..apa apaan kau ini! Itu kan ma..masih sangat lama. Jangan membahas itu!" ucap Khanza kesal bercampur gugup.

"Haha, puas sekali rasanya melihatmu malu-malu begitu," ujar Erhan sambil tertawa.

"Dasar kau ini!" geram Khanza sembari mencubit perut Erhan.

"Aduh! Tega sekali kau mencubitku seperti itu," ucap Erhan sambil memegang perutnya.

"Haha, itu balasan karena kau menggodaku sesukamu," tawa Khanza.

"Memangnya apa salahku? Kau kan istriku. Aku bisa menggodamu sepuasku," ujar Erhan.

Tiba-tiba, Fatih menangis. Khanza yang terkejut pun langsung bergegas untuk menggendong Fatih. Ia mengayunkan tangannya agar Fatih kembali tertidur.

"Nah, kau lihat sendiri, bukan? Dia tidak ingin melihat ayahnya dicubit oleh ibunya," ucap Erhan lirih.

"Bukan. Dia itu tidak ingin melihat ayahnya selalu menggoda ibunya sembarangan," sahut Khanza.

"Tapi kan..."

"Ah, sudahlah. Nanti dia terbangun lagi," potong Khanza. Erhan hanya tertawa kecil melihat Khanza yang merasa kesal.

*****

"Iya, bu. Nanti kalau Fatih sudah boleh naik pesawat, aku akan datang ke Indonesia," ujar Khanza yang tengah berbincang dengan ibunya di telepon.

"Ya, kau harus membawanya ke sini. Ibu ingin sekali menggendong cucu ibu," jawab ibu Khanza dari seberang sana.

"Ibu tidak akan mau berpisah dengan Fatih setelah bertemu dengannya nanti. Haha," gurau Khanza.

"Tentu saja. Dia adalah cucu ibu. Tentu ibu tidak mau berpisah dengannya," jawab ibu Khanza.

"Lalu, ibu tidak akan mengizinkan aku untuk kembali ke Turki? Haha," tanya Khanza sambil tertawa kecil.

"Kau boleh kembali ke Turki. Tapi, Fatih akan tinggal bersamaku," gurau ibu Khanza.

"Jadi, ibu mau memisahkan seorang ibu dengan anaknya? Huh, aku tidak menyangka bahwa ibu memiliki niat seperti itu," canda Khanza.

"Karena ibu tidak ingin jauh dari cucu ibu yang tampan. Hehe," jawab ibu Khanza sambil tertawa kecil.

"Sudah, sudah. Ibu bisa menggendong Fatih sepuasnya nanti, hehe. Sekarang aku harus menutup teleponnya, karena di Indonesia sudah larut malam, kan? Ibu harus istirahat," ujar Khanza.

"Baiklah. Kau ini sangat perhatian pada ibu. Selamat malam," jawab ibu Khanza.

"Selamat malam, ibu. Assalamu'alaikum," ucap Khanza.

"Wa'alaikumsalam."

"Khanza, kau sudah makan?" tanya Erhan.

"Aku tidak pernah lupa untuk makan," jawab Khanza.

"Tapi dulu sebelum ada Fatih, kau selalu terlambat makan," sahut Erhan.

"Hehe, tapi sekarang tidak lagi. Karena kalau aku terlambat makan, Fatih bisa sakit. Karena dia membutuhkan asiku," jawab Khanza.

"Ya, itu benar sekali. Kau dan putra kita harus selalu sehat. Aku tidak ingin kalian sakit," ujar Erhan. Khanza hanya mengangguk dan tersenyum.

"Erhan," panggil Khanza lirih.

"Ya?"

"Terima kasih," ucap Khanza.

"Untuk apa?" tanya Erhan.

"Terima kasih, karena selama ini kau telah menjadi sosok suami dan sosok ayah yang baik untukku dan putra kita," ucap Khanza penuh ketulusan.

"Aku juga berterima kasih, karena kau telah menjadi sosok istri yang kuat dan tidak pernah mengeluh untuk membahagiakanku dan membahagiakan putra kita. Aku beruntung karena menikahimu," ujar Erhan sambil membelai puncak kepala Khanza.

Khanza pun tersenyum sambil menyenderkan kepalanya ke pundak Erhan. Sesekali ia menatap ke arah putranya yang tengah berada di pelukannya saat ini.

Cinta di Bawah Langit TurkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang