“Apa tidak orang lain yang bisa menjadi walinya selain kau?”Jung Yein menggeleng sambil tersenyum kecil begitu dokter Han Sunhwa mengajukan pertanyaan itu padanya. Sementara si dokter juga membalasnya dengan senyuman.
“Ayah ada tugas keluar kota dan ibu menemaninya, doktet. Jaewon oppa masih di kantornya, tidak bisakah aku saja yang membawanya pulang?”
Dokter Sunhwa melebarkan senyumnya sebelum mengangguk kecil. Ia sudah sering mengurus pasien atas nama Kim Hanbin dan bukan hal baru ketika gadis cantik seusia pemuda itu yang akan ada dari awal hingga akhir masa perawatan pemuda itu. Gadis cantik itu dan keluarganya juga selalu membantu dalam setiap terapi yang dijalani pemuda Kim itu, jadi bukan masalah besar jika gadis Jung itu yang harus membawa pemuda Kim itu pulang.
“Tentu, bukankah ini juga sudah sering dilakukan?”
Yein mengangguk dua kali sebagai jawaban atas apa yang dokter Sunhwa katakan.
“Pastikan dia meminum obatnya secara teratur dan jangan biarkan dia keluar rumah sendirian untuk beberapa waktu ke depan, Yein-ah.”
Yein mengangguk lagi sebagai jawaban, “tapi berapa lama dia tidak boleh keluar sendirian, dokter?”
“Ketika hasil pemeriksaannya sudah menunjukan bahwa ia sudah benar-benar lebih baik,” dokter Sunhwa menjawab pelan, “kau tahu, saat ini dia bukan hanya menderita satu, tapi sudah ada satu lagi. Pastikan bahwa tidak ada hal yang membuatnya tertekan.”
Yein mengangguk kecil setelah dokter Sunhwa selesai dengan jawabannya. Gadis itu juga menerima selembar kertas yang diberikan dokter itu sebelum ia mengucapkan terima kasih. Lalu, ketika sudah tidak ada yang dibicarakan lagi, gadis Jung itu berpamitan pada dokter Sunhwa sebelum keluar dari ruangan itu.
Keluar dari ruangan dokter Sunhwa, Yein masih sibuk membaca apa yang tertera pada selembar kertas yang tadi dokter cantik itu berikan. Kertas itu hanya berisi informasi tentang kondisi kesehatan Hanbin secara umum dan apa-apa saja yang harus ia dan siapa saja lakukan dalam menghadapi pemuda Kim itu. Sebenarnya, semua informasi itu sudah dokter Sunhwa katakan padanya, hanya saja kertas itu diberikan untuk kakak dan kedua orang tuanya yang merupakan orang lain yang akan mengurus Hanbin juga nanti.
Setelah membaca semua yang tertulis dalam lembaran kertas itu, Yein lantas melipat benda itu dan dimasukan ke dalam saku jaketnya. Ia lalu memutar langkahnya, hendak kembali ke ruang rawat Hanbin—di mana pemuda itu sudah menunggunya untuk pulang. Namun, gadis Jung itu tidak jadi melanjutkan langkahnya begitu melihat sosok Jeon Jungkook—yang entah dari mana ia datang—berdiri dua langkah dari posisinya.
Yein diam sebentar pada posisinya, menatap pemuda Jeon yang sepertinya juga terlihat kaget dengan kehadirannya di tempat itu. Ia juga dapat melihat jika pemuda Jeon itu sedikit melirik pada pintu ruangan dokter Sunhwa. Lalu, ketika ia merasa bahwa ia harus segera pergi, ia kembali mengangkat kakinya dan melangkah meninggalkan tempat itu—berjalan begitu saja seakan Jungkook tidak terlihat di matanya.
Dan Yein benar-benar melakukannya, ia melangkah begitu saja bahkan ketika Jungkook ada di sisinya. Tapi, langkah itu tak benar-benar ia lanjutkan ketika suara pemuda itu terdengar memanggil namanya dengan pelan.
“Jung Yein.”
Yein menghentikan langkahnya, diam sebentar—memastikan jika pemuda itu benar memanggilnya dan akan mengatakan sesuatu padanya. Tapi, yang ia dapat setelah itu hanya kesunyian. Nyatanya, Jungkook tidak mengatakan apa-apa setelah memanggilnya dengan pelan. Jadi, yang bisa ia lakukan setelah itu adalah menghembuskan napas berat sebelum kembali melanjutkan langkahnya.
“Jung, kita harus bicara,” tapi, ketika kakinya akan memulai langkah, suara pemuda itu kembali terdengar—kini lebih keras dari sebelumnya. Lalu, saat ia belum berbalik, pemuda itu sudah lebih dulu melangkah dan kini berdiri di depannya, “kita harus bicara. Bolehkah?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Scenario
Fiksi PenggemarKim Sohyun membenci Kim Hanbin dengan sepenuh hatinya dan dengan segenap hidupnya. Apa yang pemuda itu lakukan padanya, membuat ia kehilangan segalanya dan merasa bahwa kematian adalah hal terbaik baginya. Tapi di sisi lain, ia merasa mati bukanlah...