07. Kotak P3K

961 22 2
                                    

"ada hal yang harus gue ungkapkan dan ada hal yang sangat ingin gue sembunyikan dari kejamnya dunia ini"
-Vanya Elanoria-
.
.
.
.

"Aawh, ini gak papa kok Dev" ucap Vanya yang berusaha menyembunyikan luka itu dengan jaketnya.

"Bego!!! itu tangan lo keluar darah!!!" bentak Deva.
"Gue anter lo ke klinik"
Deva menggandeng tangan Vanya yang tidak terluka, tapi... Vanya malah menghentikan langkah mereka.

"Gak usah, aku bisa sendiri Deva" Vanya menepis tangan Deva.

"Gue yang udah buat lo luka, jadi gue harus tanggung jawab" Deva berhasil membuat Vanya menurut, lalu segera membawa Vanya ke klinik yang tidak cukup jauh dari keberadaan mereka berdua.

.......

Mereka sampai di klinik,  Deva menyuruh Vanya untuk duduk lalu dia mencari kotak P3K "tunggu"

Deva duduk dihadapan Vanya setelah mendapatakan kotak P3K "tahan kalo perih" ucap Deva.

"Awwhh...."

Terlihat dari wajahnya, Vanya saat ini sangat menahan rasa perih dari efek obat yang Deva gunakan, pun deva beinisiatif meniup luka itu.

"Fuuuffff..."

Vanya tersenyum melihat betapa seriusnya Deva mengobati lukanya itu.

"Sudah" ucap Deva lalu menatap Vanya.

Mereka saling menatap cukup lama hingga...  Deva duluan yang memutus tatapannya, lalu bangkit untuk menaruh kotak P3K

"Makasi ya Deva"

"Iya"

"Deva misalnya nantik kalo aku minta tolong sama kamu boleh kan?"

"Gue buka superhero"

What!!!! tadi Deva lagi ngelawak kan, yaampunn reseceh sekali.

"Ih Deva..... aku lagi ngomong serius ini"

"Iya"
"Lo istirahat aja disini, gue panggilin temen lo"

"Deva!!"

"Apa"

"Jangan pergi, aku takut sendirian disini Deva"

Karna merasa bersalah Deva membatalkan dirinya untuk pergi ke kelas dan memilih duduk di samping bankar tidur Vanya.

"Deva.."
"Kemarin itu yang kirim pesan kamu gak sih?"

Deva teringat akan ulah adiknya yang dengan sengaja meng hack ponselnya.

"Bukan, adek gue"

"Pantes, aku agak sedikit curiga si, masak kamu panggil aku sayang secara tiba-tiba"
"Oh iya kok aku gak bisa telfon kamu lagi ya?"

Deva memilih untuk bungkam.

"Jawab dong Deva"

Gubrakk....

"Vanya!!!"

"Astaga Vanya lo kenapa?,"
"Eh!! Lo ya yang buat Vanya luka kayak gini" Jessy menatap Deva yang sejak tadi hanya diam.

"Temen lo udah dateng, gue  masuk kelas"

"Yah,...."

"Udah biarin aja tu manusia es keluar lagian lo kenpa bisa kayak gini sih?"

"Itu tadi gak sengaja kena aroljinya Deva" ucapnya sambil menutupi lukanya itu dengan jaket.

"Parah gak lukanya, sini gue liat"

Vanya cepat-cepat menyembunyikan tangan kirinya itu " Ehh engga kok, cuma luka gores biasa aja Jes"

"Ow yaudah deh, gue anter lo pulang ya, nanti supir gue yang ngambil jonny ok"

Vanya menganggukan kepalanya.

.......

"Eva!!!!!!"
"Woy Depaaaaa!!!"

"Heh! Lo bukanya nyaut malah jalan teross"
"Btw gimana mediasinya?"

Deva melirik malas kedua sahabatnya itu.

"Sepertinya bapak Eva akan merahasiakan hasil mediasinya bung!" ucap Edgar sambil menyikut Brayen yang ada di sebelahnya.

"Ahh bapak Eva bikin penonton kecewa aja deh" balas Brayn tak kalah jahil.

Mereka berdua tertawa sepuasnya, sedangkan Deva ? Dia sibuk dengan pikirannya sendiri, penasaran dengan bekas luka yang ada di pergelangan tangan kiri Vanya.

.......

"Van lo pulang sama gue ya pliss"

Sejak tadi Jessi tak henti-hentinya untuk membujuk Vanya agar pulang dengannya tapi,,

"Aku lagi ada rencana nih, jadi aku ga ikut ya Jess"
"Boleh ya plissss"

"Rencana apa?"

"Rencana mencari tebengan gratis dari sang pujaan hati"

"Jibang, yaudah deh, jonny perlu jemputan gak?"

"Gk usah deh, itu sudah masuk rencana juga"

"Ada-ada aja lo Van"
"Yaudh gue balik ya, semoga lancar kalo ada apa-apa telfon gue"

"Ok"

Jessie masuk ke dalam mobilnya lalu pergi menyisakan Vanya dengan semua ide cemerlangnya.

"Mari kita mulai!!"
.........

Flow (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang