03. MaBa

1.4K 35 3
                                    

"Jangan buat gue jadi makin tertantang buat dapetain lo dong"
-Vanya Elanoria-
.
.
.
.

Pagi yang Vanya tunggu-tunggu akhirnya tiba.

Tapi....
"Gilakkk, gue terlambat"

Pagi ini berubah menjadi pagi yang sangat menakutkan bagi Vanya, jika saja dia terlambat datang di ospek pertamanya maka api neraka dunia perospekan siap menerimanya.

Dan benar saja sekarang dia sudah berada di barisan kedua untuk orang-orang yang terlambat datang dan parahnya....... hanya dia dan orang yang disebelahnya saja yang terlambat. Hanya dua orang saja!!!!.

"Kalian tau ini jam berapa"

Vanya diam menundukan kepalanya, dia merasa ketakutan dengan situasi mencekam saat ini.

"Kalo di ajak ngomong ya jawab!!!!" Suara kakak tingkat bernama Arjun itu semakin meninggi.

"Lo!!, kenapa bisa terlambat?"

Hening sama sekali tidak ada jawaban.

"Jawab woy!" Sarkas Arjun lalu mendorong lawan bicaranya hingga Vanya yang disampingnya ikut terhuyung, bersyukur sebelum Vanya terjatuh ke tanah seseorang lebih dulu mengkapnya.

"Deva?" Ucapnya tak percaya karna orang yang telah menangkapnya adalah Deva, Deva yang selama ini Vanya tunggu kabarnya.

Deva melongo membelalakan matanya, tidak menyangka akan bertemu perempuan menyebalkan yang tidak lain dan tidak bukan ialah Vanya.

"Eh.eh... ini kenapa pada tatap-tatapan"

Suara Arjun membuat mereka berdua kembali ke posisi semula.

"Udah gue males liat muka lo, sana gabung sama yang lain"

"Makasi kak" ucap Vanya dibarengi senyum merekah yang mampu membuat hati Febian yang baru saja sampai disana meleleh.

"Oh no problem, udah sana cepet" ucap Arjun sambil mengerlingkan matanya.

"Iya kak"

"Eh lo gak terimakasi sama gue" tunjuk Arjun kepada Deva.

Deva berbalik lalu menganggukan kepalanya, sebagai simbol tanda terimakasinya, lalu dia pergi.

"Eh Deva tunggu gue" Vanya yang tadinya jauh dibelakang Deva kini secara tiba-tiba sudah ada di samping Deva.

Deva diam tidak menghiraukan ucapan Vanya.

"Ih kebiasaan deh gue selalu lo kacangin huhuuu"

Deva menambah kecepatannya berjalan tapi masih bisa diimbangi oleh Vanya, ok kesabaran Deva mulai habis "mau lo apa" ucap Deva yang langsung menghentikan langkahnya dan diikuti Vanya yang juga langsung mengerem kaki kecilnya.

"Gue mau nanya sama lo"

"Apa"

Vanya sangat senang akhirnya Deva mau diajak bicara olehnya.

"Kok lo gak ngechat gue sih, capek gue nungguinnya"

"Gue ga kenal lo" sarkasnya lalu kembali melangkahkan kakinya.

Vanya sedikit kecewa tapi dia harus terus berjuang demi mendapat perhatian dari pujaan hatinya itu.

"Kan waktu itu kita udah kenalan,. Masa lo lupa sii....."

"Gue lupa" ucapnya lalu berlari secepat yang dia bisa dan berhasil menghindari Vanya.

"kalo lupa sini kenalan lagii" teriak Vanya yang sudah agak tertinggal di belakang Deva.

Setelah dirasa terlalu jauh, akhirnya Vanya menyerah untuk mengejar Deva untuk kali ini, namun dalam hati kecilnya dia sangat senang karena ia merasa bahwa Deva benar benar ditakdirkan untuk Vanya, buktinya saja mereka ditakdirkan satu Universitas.

"hehe gapapa sekarang ditinggal, tunggu aja Dev" Vanya melangkahkan kakinya dengan bergairah. Kemudian menghampiri Jessy yang tidak jauh dari tempatnya.

"Eh lo kemana aja jam segini baru nyampe?"

"Gue telat bngun jess"
"Eh tadi gue ketemu Deva tauuu Jess"

"Terus"

"Dia acuh banget sama gue"

"Sok jual mahal banget tu cowok!, Minta gue sentil kali ginjalnya" ucap Jessie yang berusaha menghibur sahabatnya ini.

"MOHON PERHATIANNYA! BAGI SELURUH PESERTA OSPEK DIHARAPKAN UNTUK BERKUMPUL DI AULA"

Semua calon mahasiswa melangkahkan kakinya menuju aula kampus.

"BARIS MENURUT  FAKULTAS DAN PRODI MASING-MASING"

"Gue kumpul dulu ya"

"Ohh ok Jess, semangat"

"Lo juga, daa"

Vanya merasa berat hati setelah ditinggal oleh Jessy.

Vanya melangkahkan kakinya menuju anak psikologi berbaris.

"Hay, boleh kenalan?"

Seorang perempuan cantik baru saja mengajaknya untuk berkenalan.

"Aku Manda"

"Gue Vanya"

"Salam kenal ya"

Vanya menyunggingkan senyumnya.

Kebetulan saat itu prodi Arsitektur berbaris disamping prodi psikologi, mungkin karna rejeki anak soleh Vanya dapat melihat pujaan hatinya ditengah keramaian anak  Arsitektur.

"tukan bener apa kata gue, Deva emang ditakdirin buat gue" bisiknya dalam hati sambil tersenyum smirk.

"Eh Deva, kita ketemu lagi ya hehehe" ucap Vanya yang kebetulan Deva saat itu berbaris disampingnya.

Bukanya menjawab Deva malah bersikap pura-pura tidak tahu.

"Ih kok dikacangin sih"

Bungkam adalah hal yang Deva terapkan saat ini.

"Deva" bisik Vanya
"Devaaaaa"
"DevaDevaDevaDevaDeeeeeeVaaaaa"
"Dev~~~~~"

Deva menatap tajam Vanya hingga membuat dia diam dalam sekejap. Namun bukan Vanya namanya tidak puas mengoceh.

"Deva kapan ni chat gue, udah cape nungguin"

"Gua gak pernah nyuruh lo nunggu" sahut Deva yang geram serasa darahnya naik di ujung tanduk.

"Tau gitu kemarin waktu gue ambil hape lo langsung aja test no gue, kan jadi gak seribet ini huftt"
"Emmm pinjem hape lo dong Deva"

"Lo gila ya" sarkas Deva.

"Lo yang udah buat gue gila tau Deva"

Deva berdecak malas, menggelengkan kepalanya tidak habis fikir dengan perempuan yang satu ini. Deva diam, dia sangat malas mendengar ocehan perempuan aneh disampingnya ini.

"Kayaknya gue suka sama lo deh Dev"

Deva menatap lawan bicaranya "lo sakit?"

"Enggak kok coba deh pegang" ucapnya lalu menarik tangan Deva dan menempelkan punggung tangan di jidatnya.

"GUE SUKA LO DEVA, MAU GA PACARAN SAMA.GUE!!!!?"

********

Flow (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang