"Aku harap kamu gak jijik sama aku Deva"
-Vanya Alexandra-"Ma Deva berangkat ya"
Dev mengeluarkan motor Vespa itu dari bagasinya.
"Kak itu motornya siapa?"
"Am.. itu punyanya Edgar ma"
"Eleh palingan punya pacarnya dia ma, kemarin Edgar bilang sama gue bhakss wkwkwk" sela Devi yang langsung nyerocos begitu saja.
"Diem lo"
"Kmu udah punya pacar Deva?"
"Engga punya ma"
"Lain kali ajak dia kerumah ya sayang"
"Ma tadi Deva bilang engga punya lo"
Freya masuk kedalam rumah sambil melambaikan tangannya lalu mengerlingkan mata "hari-hati di jalan ya Deva"
"Udah di kasi restu gitu, masi aja kekeh ngejomblo ni orang"
"Diem lo mbak"
"Deva berangkat"Deva menancap gasnya meninggalkan rumahnya itu.
Di tengah perjalanan dia hampir dibuat celaka karena bingung harus apa sekarang, jika dia mengembalikan motor ini kepada pemiliknya makan si pemilik akan semakin melunjak tapi jika dia tidak mengembalikannya sama saja artinya Deva telah melakukan suatu pencurian(?)
***
"Kayanya gue udah gila, ini ngapain coba gue disini_-".
Alhasil, disinilah Deva berada, di depan rumah Vanya.
_ding dong, ding dong_
Bel berbunyi nyaring beberapa kali namun sang pemilik rumah belum juga menampakan dirinya.
"Gue tinggal disini aja kali" Deva bermaksud untuk meninggalkan Johnny di halaman rumah Vanya, namun niatnya ia urungkan lantaran rumah yang kelihatan sepi dan lampu rumah yang tidak menyala, hanya beberapa lampu otomatis saja yang menyala
_ding dong, ding dong_
"Ini oenghuninya pada kemana coba" geram Deva karna sejak tadi tidak ada seorangpun yang menghampirinya padahal sudah banyak kali memencet bel.
_Kepo_, mungkin itu yang dirasakan Deva saat ini, ia melangkahkan kakinya mendekat ke pintu dan mendorongnya. Diluar dugaan pintunya tidak terkunci.
"Permisi"
Sama sekali tidak ada jawaban.
"Gue taruh di sini aja kali, nanti disangka gue maling lama-lama diem di rumah ini" batinnya, Deva menciutkan niatnya untuk masuk lebih dalam menyusuri rumah nan mewah itu, tapi belum selesai ia beradu dengan pikirannya ia mendengar suara.
_prangggg__
***
Vanya menangis sejadi-jadinya akibat mimpi yang ia alami barusan.. tidak, itu bukan mimpi, lebih tepatnya itu adalah memori yang ingin ia tenggelamkan tetapi malah dirinya yang tenggelam di dunia itu.
Dengan kasarnya Vanya mempora-porandakan apapun yang ada di depan matanya, meja yang biasanya ia gunakan untuk mematut wajahnya kini sudah dia hancurkan hingga semuanya pecah dan tak berbentuk lagi.
Menangis, begitu menyedihkan hingga kebiasaan buruknya itu muncul, diambilnya pecahan kaca yang berhamburan di depannya lalu mengarahkannya ke pergelangan tangan kirinya.
"Disaat seperti ini seharusnya kalian ada disini memelukku dengan semua kekhawatiran kalian tapi apa.... Kalian hanya sibuk dengan urusan kalian sendiri..!!!!" Vanya sudah tidak bisa menahan emosinya, dia berteriak ketika melihat foto masa kecilnya bersama kedua orantuanya, disitu mereka terlihat harmonis dan penuh kasih sayang, Vanya meringis melihat itu, sementara tangannya yang ia toreh sudah mengeluarkan banyak darah.
Deva yang masih dilantai bawah segera berlari keatas setelah mendengar semua itu, dia membuka bilik kamar yang dia tebak itu adalah kamar si pemilik motor vespa itu.
"Vanyaaa" pekik Deva, ia tidak menyangka perempuan periang yang selalu mengganggunya setiap hari itu kini sedang menoreh tangannya sendiri dengan pecahan kaca, perempuan itu terlihat tak berdaya, ia duduk tersimpuh memeluk kakinya.
Kaget? Tentu saja, Deva tak mengerti mengapa Vanya melakukan itu.
Deva mendekat perlahan menuju Vanya.
"Vanya lo.." panggil Deva lirih.
Vanya tak menjawab sedikitpun, ia hanya terus menangis sambil menundukkan kepalanya.
"Van lo gapapa?" Tanya Deva lalu memegang bahu Vanya. Ia tersadar bahwa Vanya sedang menggenggam erat salah satu serpihan kaca yang membuat luka kini tidak hanya dipergelangan tangannya saja tetapi pada telapak tangannya juga yang semakin banyak meneteskan darah.
"Lepas Van" Deva langsung menarik tangan Vanya untuk mengambil serpihan itu, namun Vanya makin mengeratkan genggamannya.
"Vanya Lepas !!!" Deva semakin meninggikan suaranya, dan berhasil membuat Vanya melepas serpihan kaca itu tentunya dengan segala macam paksaan yang Deva berikan.
Vanya butuh pelukan, hanya itu sekarang yang dia butuhkan, jadi tanpa membabibu lagi dia langsung memeluk Deva tanpa penolakan dari orang yang dipeluknya itu.
"Sebentar aja Deva, aku takut" ucap Vanya karna dia tau Deva akan marah dengan kelakuannya ini, tapi diluar dugaan Deva malah balik memeluk Vanya sambil menepuk-nepuk lembut bahu Vanya.
Gemetar, itu yang Deva rasakan saat dirinya dipeluk Vanya "apa sebenanrnya yang terjadi" gumam Deva setelah melihat semua kejadian ini, ok bilang saja saat ini Deva sudah mulai penasaran dengan perempuan satu ini.
..................

KAMU SEDANG MEMBACA
Flow (Revisi)
Teen Fiction17++⚠️⚠️ "kalau lo pergi gue kejar, kalau lo balik boleh gue peluk gak?" "Ga waras lo!!" #penulisamatir🙏 Klo ada typo atau tanda baca yang salah tolong maafin yaa))