The Assasin Organization: 07

383 69 23
                                    

The Assasin Organization

Chapter 07: Sikap yang Melunak

.
.
.

Melvin berdiri diam di pojok ruangan, memperhatikan Tian yang sedang menangis di depan jenazah ibunya. Beberapa pelayat berdatangan mengucapkan bela sungkawa. Bahkan ada juga polisi yang ikut hadir untuk meminta penjelasan atas kejadian naas yang menewaskan Lina.

Melvin sempat dimintai keterangan atas kejadian penembakan semalam. Polisi bahkan bertanya padanya apakah ada orang yang membobol pintu masuk atau tidak.

Melvin hanya menjawab seadanya, sebagaimana yang dia alami semalam. Sebab Melvin tak tahu banyak tentang kejadian penembakan Lina, ketika dia turun ke lantai bawah, Tian sudah menangis di depan jenazah Lina.

Polisi pun tak bertanya lebih jauh karena Melvin sudah menjawab jujur. Setelah itu polisi berganti menanyai Tian.

Ketika ditanyai, Tian tak henti menitikkan air mata. Melvin yang melihatnya bahkan tak tega. Dia tahu betul bagaimana rasanya kehilangan sosok ibu yang dicinta, walau Melvin membenci Lina, tetap saja, Melvin masih punya sedikit rasa kasihan pada Lina dan Tian khususnya.

"Ibu, kenapa Ibu tinggalin Tian? Ibu nggak sayang Tian lagi ya? Bangun, Bu. Bangun." Tian berkali-kali menggoyang tubuh Lina. Meski anak itu tahu ibunya tak akan pernah bangun lagi dan usahanya hanya sia-sia. Tian tetap saja berharap ibunya membuka mata lagi, lalu tersenyum padanya seperti tak terjadi apa-apa.

Melvin mendongakkan kepala ke atas, berusaha menahan sesuatu yang menggenang di pelupuk mata.

Entahlah, Melvin selalu merasa sedih setiap kali mendengar kata ibu. Apalagi melihat Tian yang begitu kehilangan, Melvin jadi ingat dirinya sendiri ketika menyaksikan kematian sang ibu di depan mata.

"Vin."

Melvin menoleh ke kiri, melihat William berjalan ke arahnya dengan membawa satu botol air putih.

"Minum dulu, Vin. Biar agak santai dikit."

Melvin melirik William lewat ekor mata. Temannya itu memang tak pernah berubah, sikapnya selalu aneh dan absurd, bahkan disaat keadaan rumah Melvin masih berkabung.

"Nggak usah, Will. Kasih ke Tian aja, dia lebih butuh kayaknya." Melvin menunjuk Tian yang masih menangis di samping jenazah Lina.

"Nggak lah, kan yang temen William itu Melvin, bukan Tian." William mengucapkan kalimat itu dengan nada mendayu.

Melvin ingin sekali memukul kepala William jika tak ingat situasi dan kondisi. "Serah deh." Melvin akhirnya memilih meninggalkan William. Dia berjalan mendekati Tian yang masih menangis, lalu mendudukkan diri di samping adik tirinya.

Melvin menghela napas pelan sebelum menepuk bahu Tian. Tak ada kalimat yang keluar dari bibirnya, tapi satu tepukan di bahu Tian itu mampu membuat yang ditepuk merasa semakin sedih.

Tian menangis lebih kencang, dia bahkan memeluk Melvin untuk menumpahkan segala perasaan sedihnya.

Melvin yang dipeluk Tian secara tiba-tiba tentu saja kaget. Namun Melvin tak menolak hal itu karena dia tahu persis seberapa sedihnya orang yang kehilangan ibu.

The  Assasin Organization | SKZ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang