🌻24

42 6 0
                                    

Sebenarnya April merasa risih karena sepertinya Jillian tak mau beranjak dari kamarnya. Ketika baru datang pun, wanita itu sudah berada di teras untuk menyambutnya lalu memeluk April sambil sesenggukan. Setelah mengantar April masuk ke kamar, wanita itu malah betah duduk di tepi ranjang sambil menatap April yang sedang merapikan buku pelajarannya. Benar-benar membuatnya tidak nyaman.

"Maaf sebelumnya, bisa beri saya waktu untuk sendiri?"

"Ha? Eh, iya. Maaf, Sayang... Mama terlalu senang April mau menginap sampai terlupa kalau April masih lelah."

April cuma diam, bingung juga mau mengatakan apa. Dirinya hanya berharap Jillian lekas pergi dari kamarnya ketika melihat wanita itu beranjak.

"April mau makan apa nanti? Biar Mama buatkan."

"Apa saja."

"Ah, baiklah. April mandi saja dulu, lalu istirahat. Nanti biar Mama saja yang bereskan barang-barang April."

April cuma mengangguk, lalu bernapas lega ketika Jillian pergi dari kamarnya. April langsung bergegas berjalan menuju pintu lalu menguncinya.

"Aish!"

April meninju ke udara. Wajahnya terlihat sangat kesal. Lalu gadis itu melempar tubuhnya ke kasur yang ternyata sangat empuk, juga terlalu luas untuk ukuran satu orang. Tatapannya terkunci pada langit-langit kamar itu.

"Kenapa wajah April cemberut begitu? Ada masalah?"

"Ehm..."

"Apa ada yang mengganggu April di sekolah?"

"Paman..."

"Tak apa, katakan saja pada Paman."

"Tapi Paman jangan marah~"

"Iya. Paman tidak akan marah. Coba bilang ada apa?"

"Paman, bolehkah... bolehkah April memanggil Ayah?"

"Eh?"

"April tidak akan nakal lagi. April akan belajar dengan giat. April juga bisa membantu Paman di bengkel. Pokoknya April akan menjadi anak yang baik kalau Paman mau menjadi Ayah April."

"Tanpa April melakukan itu pun, April memang anak Ayah."

"Ayah? Jadi... mulai sekarang, April boleh memanggil Paman Ayah? Hore! April punya Ayah!"

April masih mengingat dengan jelas, pertama kali dia memanggil Pram dengan sebutan Ayah. Karena sewaktu di sekolah, mau pun di lingkungan rumahnya, banyak yang mengatainya anak pungut, tidak memiliki orang tua.

Demi membuat April senang dan merasa benar-benar dianggap menjadi anaknya, Pram sampai memberikan nama belakangnya untuk April. Dengan bantuan kenalannya, mengurus semua dokumen tentang April agar tidak ada lagi yang mengejek anak itu. Bahkan, Pram sampai memutuskan pindah ke Jakarta agar April bisa hidup seperti anak-anak yang lain tanpa mendengar ejekan tak mengenakan.

April beranjak, mengambil ponselnya kemudian mencari nama kontak seseorang.

Belum sempat menekan tombol untuk memanggil, seseorang yang lain lebih dulu menelpon April.

"Apa? Kalau nggak penting gue skip!"

"Gue abis dari rumah lo. Kata Om Pram lo mau nginep di sana. Berapa hari?"

"Lo... abis dari rumah Ayah?"

"Iya. Tadi kita makan bareng. Karena gue alergi udang, Om Pram masak ayam goreng tepung. Ada cumi asam manis juga sayur bayem. Uwih... masakan Om Pram emang juara banget."

IrreplaceableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang