🌻25

39 7 0
                                    

"April sudah tidur?"

Tidak ada jawaban. Jillian hanya bisa menghela napas. Sebenarnya dia ingin menghabiskan banyak waktu dengan putrinya sambil berbincang. Tetapi sepertinya April masih menjaga jarak dengannya. Tentu saja Jillian menyadari kalau putrinya itu terlihat tidak nyaman dan begitu tertekan tinggal di rumah ini.

"Dia sudah tidur?"

Jillian menoleh, mendapati Loga yang ternyata ada di belakangnya. Wanita itu tak menjawab, memilih pergi begitu saja melewati Loga, berjalan masuk ke kamar.

"Kau marah padaku?"

Loga ikut berbaring di samping istrinya.

"Menurutmu?"

"Ya, kau marah padaku."

"Sudah tahu pakai nanya segala. Membuatku semakin kesal saja."

Jillian berbaring memunggungi Loga. Merasa kesal dengan suaminya yang suka mengacaukan suasana.

"Maaf."

Jillian tak merespon.

"Aku hanya cemburu."

Meski diam, Jillian mendengarkan. Loga tahu itu.

"Setiap aku mengatai Pram, April selalu marah, bahkan tidak segan-segan memukulku. Aku iri. Aku cemburu. Dan aku semakin membenci Pram karena itu."

"Itu karena April begitu menyayangi Pram."

"Jadi maksudmu... April membenciku?"

Jillian mengubah posisi tidurnya menjadi duduk, kemudian menatap ke arah suaminya.

"Bukan membenci, hanya saja... belum mengenal."

Loga ikutan duduk, meggunakan bantal sebagai senderan kemudian menghadap Jillian agar bisa melihat wajah cantik istrinya.

"Sejak kecil, April memang sudah menganggap Pram seperti Ayahnya. Jadi wajar kalau April begitu menyayangi Pram, dan dia akan marah jika ada orang yang mengatainya. Maka dari itu, berhenti menjelek-jelekan Pram."

"Lihat, kau melakukannya lagi. Membela pria lain tepat di depan wajahku. Kau pikir aku tidak sakit hati?"

"Lihat, kau melakukannya lagi. Cemburu tanpa alasan kemudian merengek seperti anak kecil."

"Cemburu tanpa alasan kau bilang?"

"Dengar, Loga... aku tahu alasanmu menikahiku waktu itu. Karena Pram, kan?"

Loga terdiam.

"Mungkin ingatanku perlahan mulai kembali. Aku juga sudah mengingat ketika kau mendatangi keluarga kami, meminta kepada orang tuaku untuk menikahiku dengan dalih menawarkan bantuan karena perusahaan Papaku terancam bangkrut. Padahal jelas-jelas kau tahu, saat itu aku adalah kekasih adikmu sendiri. Jika bukan karena ingin membuat Pram patah hati, lalu karena apa? Mencintaiku? Aih, omong kosong!"

"Kau benar. Awalnya, aku hanya ingin membuat Pram patah hati. Sedari kecil, aku sudah membencinya, tidak berharap dia ada. Karena begitu dia hadir, aku selalu merasa terancam. Membuatku semakin bekerja keras menjadi yang terbaik agar dia tidak bisa mengalahkanku. Tetapi yang kulihat justru sebaliknya. Dia terlihat bahagia dengan hidupnya, memiliki semua yang tidak aku miliki. Jadi, perlahan aku ingin mengambil semua itu darinya. Termasuk dirimu, Jillian."

"Kau sakit, Loga. Bukan aku yang harus ke psikiater. Tetapi kau!"

Loga malah terkekeh membuat Jillian merinding.

"Aku pikir setelah mengambilmu darinya, hatiku merasa lebih baik. Ternyata tidak. Justru aku semakin merasa kesal. Aku merasa terjebak oleh permainanku sendiri. Aku mulai mencintaimu."

IrreplaceableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang