Berbulan-bulan berlalu, wabah Covid 19 yang sempat menghebohkan itu pun akhirnya berlalu. Gue kembali ke Jakarta dan melanjutkan hari-hari sibuk lagi di sekolah. Hari pertama masuk sekolah ini, gue sambut dengan sangat baik. Udara pagi yang segar, cogan-cogan yang juga sudah mulai berkeliaran, serta guru BK yang biasanya sudah siap siaga menghukum di depan gerbang pun, belum datang. Makin mantap lagi nih, kalau ada Yaya. Eh kok Yaya sih? Salah gais, maksud gue makin mantap kalau sambil minum Energen buatan bi Eem.
Gue melangkah cepat menuju kantin yang tidak jauh dari ruang kepala sekolah.
"Waduh, ini siapa? Makhluk ciptaan Tuhan yang terindah ya?" Shit! Pagi-pagi sudah ada aja cowok yang lebih mengerikan dari sekedar Yaya, siapa lagi kalau bukan Daniel. Dia sebenarnya enggak suka sama gue, cuma dia kan baru putus tuh dari pacarnya, yah biasa dia lagi caper aja ke mantannya. Sialnya lagi, mantannya duduk enggak jauh dari tempat gue berdiri. Tanpa basa-basi lagi, gue langsung balik badan dan kabur dari si Daniel.
"Hoy, Kay! Lo kenapa kabur?!"
"Males lihat muka lo!" Kata gue ditengah pelarian gue, tapi syukurlah si Daniel enggak ngejar gue. Sekarang gue mau langsung ke kelas untuk melepas rindu sama Megan dan Dara, dua teman gue yang selalu ada untuk gue.
"Kayraaaa!" Seru Megan, bahkan Dara enggak kalah hebohnya dengan langsung berlari dan memeluk gue. Megan pun melakukan hal yang sama seperti Dara, gue membalas pelukan erat mereka berdua. Senang akhirnya gue bisa bertemu mereka lagi setelah sekian lama, begitu pula dengan teman sekelas gue yang lain. Satu persatu dari mereka langsung menghampiri gue dan menyalami gue, diantaranya ada Lia, Rani, Amil, Putra, dan seterusnya.
"Kay, Gama mana? Lo enggak bareng dia?"
"Bareng kok, tapi tadi katanya dia–"
"Hai semua, selamat pagi. Gue Gama dan sekarang gue mau membacakan sebuah puisi karya gue sendiri, enjoy ya?" Katanya sambil membawa bucket bunga yang lumayan besar. "Pada malam yang sunyi ini..."
"Udah pagi Gam! Salah server Lo!" Komentar putra.
"Diam lah kau wahai anak muda. Pada malam yang sunyi ini, wajah mu tak mau menyingkir dari pikiranku. Ingin bertemu, namun Corona mengganggu."
"Haseeek~"
"Terimakasih wahai Amil, engkaulah sahabat sejati aku~" Merinding sumpah denger Gama bicara begitu. "Rindu, rindu, rindu! Kapan berlalu?! Sungguh aku tidak bisa jika terus begini, jadilah pacarku dan akhiri penderitaan ku, wahai adinda Dara!"
Gama menyerahkan bucket bunganya pada Dara yang sedari tadi hanya diam mematung, gue tahu dia pasti lagi nahan malu sekarang. Kasihan Gama, pasti bakal langsung ditolak sama Dara.
"Lo serius Gam?"
"Menurut lo?"
"I-i-iya gue mau jadi pacar lo!" Mendengar itu yang lain bersorak girang termasuk gue yang juga ikut senang dan heboh, padahal gue belum pernah bersikap sebegini hebohnya. Senang bisa bertemu kalian lagi, senang di hari pertama kelas kita udah heboh dan bobrok lagi. Selanjutnya Gama di gendong oleh Putra dan di ajak keliling SMANSA, ini adalah ritual wajib bagi kelas kita untuk merayakan siswa yang sudah tidak jomblo lagi. Gue ikut mereka semua menggendong Gama keliling SMANSA sambil berteriak heboh...
"Gama udah gak suci lagi woy!" Iya teriakannya agak ambigu memang, karena itulah yang diinginkan oleh anak kelas kita. Supaya anak kelas lain berpikiran yang aneh-aneh.
"Woy ada apa ini?" Kata Daniel yang kaget saat berpapasan dengan kami.
"Gama udah gak suci lagi!" Jelas Amil diikuti lagi oleh sorak Sorai yang lainnya. Gue ngakak di barisan tengah, kemudian kembali berjalan lagi sambil berteriak dan berkata yang aneh-aneh. Suatu saat gue pasti bakalan kangen kalian semua, kangen banget malah. Tapi sepertinya kegiatan kami yang mengundang banyak perhatian ini, sedikit menganggu para guru. Hingga akhirnya salah satu guru meminta kami untuk membubarkan massa.
"Hey itu kalian yang sedang berteriak-teriak, Gama sudah tidak suci lagi, tolong bubar sekarang!"
Huh, enggak seru! Walau begitu, kita semua tetap menuruti kata pak guru yang tidak diketahui namanya tersebut untuk bubar. Namun kami tetap senang karena sudah membuat 3 angkatan di SMANSA berpikiran ambigu, hahaha senang banget rasanya. Selanjutnya apalagi ya, ulah anak IPS 1 ini? Apapun itu, gue siap menunggu dan gue senang menjadi bagian dari kalian semua.
**
Setelah kejadian yang menghebohkan tadi, kelas kami sempat viral dan menjadi bahan obrolan satu sekolah selama seharian. Gue yang ikut terlibat pun, jadi kena imbasnya. Banyak orang yang setiap kali gua lewat, pasti pada berbisik-bisik. Seperti waktu istirahat tadi.
'tuh dia, salah satu murid caper dari IPS 1'
Cih, bisa gue sobek, gue sobek dah tuh mulut. Tapi setiap kali gue mau meledak, pasti ada aja tingkah Yaya yang bikin gue gagal untuk marah. Seperti...
"Biarin ya Kay, kita caper, kita kan cuma caper bukan runtuhin sekolahan"
Atau dia bakal menghalangi pandangan orang yang gibahin gue tadi dengan badannya. Karena sikapnya, gue jadi malu untuk marah. Pokoknya Yaya tuh, kayak seakan-akan mengajarkan gue akan kesabaran aja. Bel pulang sekolah berbunyi menarik gue kembali ke dunia nyata, setelah dari tadi memikirkan sikap Yaya waktu istirahat tadi.
"Kay, lo pulang naik angkot aja ya? Gue mau ngater Dara pulang soalnya,"
"Cih, ada pacar aja, temen dilupain."
"Enggak gitu Kay," lihat wajah Gama yang memelas, gue jadi ngakak gak tahan. Soalnya jelek banget woy.
"Hahaha, bercanda kali, ya udah sono gas!"
"Widih, emang Kay mah paling mantap soal kemandirian!"
"Baru tahu?"
"Ya, ya, ya~"
Gue terkekeh sambil memasukkan buku serta alat tulis ke dalam tas, bersamaan dengan itu Dara dan Gama perlahan hilang. Megan juga ada janji dengan Nicholas pacarnya, beruntung Lia masih belum beranjak dari kelas. Alhasil gue ke depan gerbang sekolah hanya berdua dengan Lia, karena hanya tinggal dia yang ada di kelas. Setelah melewati gerbang, kami berpisah. Lia kearah kiri, sementara gue ke kanan, lalu saling melambaikan tangan dalam perpisahan. Tinggallah gue sendiri di halte yang biasa dilewati oleh bus atau angkot, kadang ojek online juga menjemput penumpangnya disini. Gue celingukan mencari angkot yang belum nongol-nongol juga, jalanan di depan gue sepi dari pengguna jalan. Mungkin karena ini adalah hari pertama bumi kembali ke aktivitas semula, jadi belum banyak orang yang keluar rumah.
Suara motor terdengar dari arah kiri gue, tapi gue tidak begitu peduli dan terus menunggu angkot lewat.
"Selamat sore mbak, benar dengan mbak Kay?" Gue kaget dan melihat si pengendara motor tersebut penuh dengan selidik, karena wajahnya tertutupi helm. Siapa ya, gue enggak kenal tuh.
"Benar, maaf bapak siapa ya?"
"Saya ojek pesanan mbak," gue enggak merasa pesan ojek online tuh. Setelah cowok tadi membuka helmnya, baru lah gue mengenali siapa pengendara tersebut.
"Yaya! Ih ngeselin banget sih, lo?"
"Mau nunggu angkot sampai kapan? Ikut gue aja yuk,"
"Enggak!"
"Enggak nolak maksudnya?"
"Iyalah!" Udah gue enggak mau basa-basi lagi, daripada gue kelamaan nunggu angkot. Mending gue ikut Yaya aja, makasih Yaya selalu hadir pas gue butuh lo.
**
Hai, hai, hai! Welcome lagi nih di IPS 1. Pasti kalian langsung aneh mengenai genre horor yang tiba-tiba hilang kan? Tenang aja, genre itu masih akan dilanjut kok. Tapi bukan di rumah Kay yang di Bandung lagi, so stay tune. Terakhir nama saya greentea dan jangan lupa untuk selalu bahagia serta sehat tentunya!
KAMU SEDANG MEMBACA
IPS 1 ✓
Teen Fiction[completed] Nama gue Kayra, cewek bermuka biasa yang nyasar ke SMANSA lewat jalur zonasi. Jujur, kehidupan SMP gue jauh lebih seru dibandingkan kehidupan SMA gue. Tapi gue belum pernah tuh, ketemu manusia jenis Arka (Yaya) yang overprotektif banget...