27. Dia datang

292 39 2
                                    

"Lo mau enggak jadi pemateri untuk anak kelas 10?" Tawar Geri, membuat gue melotot.

"Of course no!" Jawab gue dengan tegas. Mendengar itu, wajah Geri yang semula penuh harapan, kini lemas lesu. Sebenarnya gue bisa saja menerima tawarannya barusan, hanya saja gue sedang tidak bersemangat bertemu banyak orang saat ini. Tak lama kemudian, Geri berpamitan dan pergi mencari anggota PIK-R lain yang sekiranya bersedia menjadi pemateri.

**

Gue turun dari motor dan langsung masuk kedalam rumah. Saat gue sudah mencapai ruang tamu, mata gue dikagetkan dengan sosok cowok bertubuh tinggi, mata sipit, dan kulit putih yang tengah duduk tegap disana. Bentuk tubuhnya yang mirip dengan idol K-Pop membuat gue cepat menyimpulkan bahwa dia berasal dari Korea. Namun dia ada perlu apa disini? Ingin mencari Dita Karang, kah?

"Excuse me sir what are you doing here? Are you looking for an address?" Tanya gue dengan bahasa Inggris, agar bule Korea tersebut bisa mengerti.

"Lo apaan sih, Kay? Ini kan, gue." Mata gue membuka sempurna, kaget dengan kemampuan bahasa Indonesianya yang sangat baik. Belum lagi perkataannya barusan, membuat gue bingung dan kaget di waktu bersamaan.

"Maksud lo?"

"Dia itu Seok loh, Kay! Masa kamu lupa?" Kata ibu yang baru saja masuk dan langsung mengambil duduk di sofa sebelah cowok itu. Mata gue melihat cowok tadi dari atas sampai bawah dan menggali kembali ingatan gue tentang wujud Seok di masa kecil. Sambil mencoba mencocokkan antara yang saat ini dengan yang dulu. Pipi tembam nya hilang, perut buncitnya juga hilang berganti dengan roti sobek yang meski tertutupi oleh kemeja tetap saja terlihat. Ini Seok?

"Enggak mirip, ah, Bu. Masa sih, dia Seok?" Tanya gue lagi, sulit menerima kalau cowok ini adalah Seok.

"Enggak mirip apanya sih? Kelamaan gue tinggal, kayaknya otak lo rada geser deh, Kay!" Ujarnya dengan tawa yang mengekor diakhir kalimat. Ibu juga ikut menertawai gue, membuat bibir gue manyun karena tidak terima.

"Ya udah, Kay nya mandi dulu gih! Bau asem tuh, nanti malem kalo mau main silahkan aja. Tapi pulangnya enggak boleh lebih dari jam delapan." Perintah ibu lalu mendapat anggukan dari kami berdua. Seok kemudian pamit pulang untuk siap-siap, begitupun dengan gue. Jam tujuh malam setelah makan dan sholat Magrib, gue jalan bareng dia ke sebuah pasar malam di kampung sebelah.

"Gue kira lo enggak akan pernah balik lagi,"

"Balik dong, nih, buktinya sekarang gue disini."

"Lo pulang kok, enggak ngabarin gue dulu sih?" Tanya gue sambil mencoba menatap matanya dari bawah sini. Tingginya yang berbeda dengan kebanyakan cowok Indonesia lainnya, membuat gue sulit melihat kearah matanya.

"Gue udah kabarin lo lewat DM padahal, tapi belum lo baca sampai sekarang." Gue berpikir keras untuk mencoba menelaah perkataannya, sambil mencoba mengingat-ingat DM yang dia maksud. Oh, iya! Gue ingat, waktu itu ada DM yang masuk dari Kim Seok Hwa. Namun karena saat itu gue merasa belum pasti kalau itu adalah Seok, jadi gue mengabaikan DM tersebut.

"Oh iya! Maaf belum dibales, soalnya gue takut kalau itu bukan lo."

"Dasar!"

"Btw, perut buncit dan pipi chubby lo kemana? Kok hilang?" Tanya gue membuat dia berhenti berjalan sejenak, sambil memikirkan penjelasan singkat untuk gue.

"Gue di bully karena bentuk badan gue yang gemuk, alhasil gue diet mati-matian dan terus olahraga. Jadi sixpack gini deh." Gue membulatkan bibir gue.

"Lo selama ini kemana, kenapa sih, segampang itu pergi dan datang tanpa permisi?" Gue memegang ujung lengan kemeja nya, menuntut penjelasan yang selama ini belum terjawab. Bukannya menjawab dia malah memalingkan wajahnya, seperti berusaha menghindar tapi tidak bisa. "Jangan diem, gue udah nunggu bertahun-tahun untuk ini."

Dia menghela nafas pendek dan sesekali melirik sana-sini, entah sedang apa dia.

"Waktu itu, setelah kita pulang ngaji, ortu gue berantem lagi. Sampai mereka memutuskan untuk pisah." Dia memulai ceritanya dengan pandangan tertunduk, menghindari pandangan gue Yangs sedari tadi serius memperhatikan.

"Mami yang katanya mau mengejar karir sebagai pramugari, memberikan hak asuh gue kepada papi sepenuhnya. Lalu dimalam itu juga, gue sama papi langsung terbang ke Korea."

"Alasan gue enggak pernah kembali kesini lagi, adalah karena papi yang selalu melarang. Katanya gue baru boleh kesini lagi setelah gue menyelesaikan pendidikan di Korea." Seok menyelesaikan ceritanya lalu diam mematung tanpa kata-kata lagi, membuat gue merasa bersalah karena sudah bertanya.

"Ya udah, enggak udah sedih gitu. Mending sekarang kita cari telur gulung yuk? Katanya lo kangen banget sama tuh, jajanan?"

Dia tersenyum lalu menggandeng tangan gue, mencari tukang jajanan yang sudah lama tidak ia jumpai lagi. Kami memesan telur gulung dalam jumlah yang cukup banyak, lalu membawanya untuk dimakan sambil menikmati beberapa wahana. Gue juga banyak bercerita tentang hidup gue selama Seok pergi ke Korea Selatan. Mulai dari pergi ke sekolah sendiri, sampai bercerita tentang pertamakali gue bertemu dengan Gama. Cowok yang selama ini sudah banyak sekali membantu gue.

"Oh iya, di Korea lo suka makan apa?"

"Nasi."

"Bodo amat!"

"Tapi serius, makanan yang paling gue suka di Korea, ya, nasi!"

"Emang beda nasi Korea sama Indonesia?"

"Beda dong! Kalo nasi Korea kayak ada manis-manisnya gitu,"

"Hahaha lucu." Dia ketawa membuat gue susah payah mempertahankan ekspresi datar gue. Luapan rindu yang selama ini lenyap entah kemana, kini terbalaskan semua. Senang rasanya bertemu Seok kembali. Tentang Yaya, sepertinya sekarang gue lebih bersemangat melupakannya.

**

Hari Jumat ini gua diantar ke sekolah oleh Seok, bahkan hari ini gue dan dia berkeliling melihat SMANSA. Mumpung hari ini masih hari bebas.

"Itu BPM, atau Bawah Pohon Mangga. Tempat terkenal tuh, katanya kalau nembak cewek dibawah situ, bakal langgeng hubungannya."

"Lo percaya begituan Kay?"

"Kenapa enggak? Ada kok buktinya."

"Oh ya?"

"Guru gue pak Aang pernah nembak guru UKS gue, Bu Nirwana, dan sekarang hubungan mereka langgeng sampai ke pelaminan." Mendengar itu, dia memukul punggung gue pelan.

"Paboya! Musyrik tahu?"

"Paboya apaan?"

"Ada deh!" Dia menahan tawa setelah melihat ekspresi bingung gue, karena kesal gue dorong saja tubuhnya agar jatuh. Namun karena tubuhnya keras bagaikan batu, dorongan gue sama sekali tidak mempan untuknya.

"Kay! Itu siapa? Ganteng amat?" Tanya Megan yang datang bersama Rani.

"Oh, ini temen gue sejak kecil. Namanya Kim Seok Hwa, panggil aja Seok." Kata gue, memperkenalkan Seok pada mereka berdua.

"Hallo, salam kenal." Kata Seok sambil membungkukkan tubuhnya, sopan.

"Kyaa sopan banget! Punya ABS, lagi!"

"Enggak usah alay, kalau ABS-nya tahan sama tinju dari gue, baru deh gue akuin dia keren!" Tantang Rani yang langsung ingin melayangkan tinju pada ABS Seok. "Boleh enggak, gue tinju perut lo?"

"Untuk lebih akrab sama temennya Kay, boleh aja!" Tanpa basa-basi lagi, Rani langsung melayangkan tinjunya. Padahal tinju milik Rani itu, sangat ditakuti oleh hampir seluruh siswa disini, namun nyatanya tidak untuk Seok. Dia bahkan tidak merintih sedikit pun, membuat Rani langsung membungkuk untuk memberi penghormatan pada Seok. Sementara gue dan Megan memberikan tepuk tangan meriah untuknya.

"Kay dia siapa?" Yaya tiba-tiba datang, lalu menatap Seok penuh selidik.

"Dia ini pacarnya Kay!" Jawab Megan membuat ekspresi Yaya yang semula sinis menjadi lesu.

**

Terimakasih sudah memberi saya banyak semangat! I purple you!

IPS 1 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang