10.

533 55 0
                                    

Tiga hari berlalu, dan ini adalah hari pertama gue masuk sekolah setelah beberapa hari ijin sakit. Gue merapikan dasi dan rambut gue, kemudian dengan cepat nyamperin ibu yang sudah siap di atas motor. Setelah membaca doa, ibu langsung tancap gas menuju SMANSA. Mendung, tepat saat gue sedang finger print, hujan turun dengan deras. Buat gue sedikit melangkah cepat untuk berteduh di loby utama, sambil menunggu hujan reda. Kaki gue yang masih sedikit sakit, enggak memungkinkan untuk berlari dan menerobos hujan. Gue takut pas nanti gue lari, malah kepeleset. Udah malu, sakit lagi.

Gue melirik jam tangan di pergelangan tangan, kemudian sadar kalau sebentar lagi bel masuk berbunyi. Aduh sialan, tadi ajah gue dengerin kata ibu untuk bawa payung. Pasti sekarang gue udah sampai kelas, heuh dasar sial. Dari tempat duduk loby, gue bisa tahu kalau Yaya sedang berjalan menuju sini dengan payung yang besar. Gue enggak berharap banyak kalau dia bakal numpangin gue sampai kelas, gue cuma sedikit berharap ajah. Please dong, jangan pergi ke kelas sendiri, ajakin gue. Tolong banget ini mah.

Yah, dia ngelewatin gue dong. Hancur sudah harapan satu-satunya gue. Pengen banget gue ijin numpang, tapi gue gengsi.

"Yaya!" Udah terlanjur manggil.

"Iya, Kay? Mau numpang? Sorry, enggak bisa." Eh kampret, padahal gue udah rela nelen rasa gengsi gue buat manggil dia. Eh malah ditolak mentah-mentah, bahkan sebelum gue bertanya maksud dan tujuan gue. "Bercanda, ya udah ayok kita payungan. Satu untuk bedua, biar romantis."

"Idih."

"Mau enggak? Kalo enggak gue tinggal,"

"Mau!" Jawab gue cepat.

Dari jarak yang sebegini dekatnya, gue baru sadar, kalau gue ternyata pendek banget. Eh bentar, ini gue yang kependekan, atau Yaya yang ketinggian?

"Kalau dari deket, lo pendek banget ya, Kay?"

"Bukan gue yang kependekan, lo nya ajah yang ketinggian."

"Mana ada begitu?"

"Ada, lah. Eh Ya, liat deh tuh, kakak kelas yang lagi makan tempe."

"Udah, kenapa emang?"

"Ganteng yah?"

"Yeilah, lagi makan tempe ajah, lo bilang ganteng? Gimana gue yang kalo Abis latihan suka minum sampe tumpah, membasahi seluruh badan?"

"Itu mah bukan ganteng namanya,"

"Terus apa?"

"Sexy."

"Idih." Matanya dia berotasi, bikin gue gemes mau nyolok. Tapi liat ekspresi dia yang begitu, buat gue Ketawa ngakak. Sampai enggak kuat jalan, alhasil dia juga ikut berhenti untuk nungguin gue selesai ketawa. Dibawah pohon, hujan deres dan payung ini, enggak tahu kenapa, gue deg-degan. Atmosfer dingin yang di campur basah, cocok banget buat dibilang suasana romantis. Terlebih dengan jarak kita yang lumayan dekat. Gue berhenti ketawa untuk sedikit menikmati momen langka, dipayungi oleh cowok ganteng yang sedikit membuat gue baper? Mungkin?

"Ini gebetan baru lo Ka?" Yah si mantan dateng, bikin suasana jadi enggak enak ajah. Aduh mana hujan lagi, fiks ini mah si Yaya bakal nostalgia lagi sama mantannya.

"Bukan urusan lo,"

"Kok, selera lo jadi rendahan gini sih?"

"Kay, pergi yuk? Kaki lo masih sakit enggak? Mau gue bantu jalan?" Gue enggak suka ada diantara mereka, apa lagi dijadiin bahan untuk manas-manasin mantan. Walau jaraknya masih agak jauh untuk ke kelas, gue memilih pamit dan kabur dari dua mantan yang lagi saling pamer gebetan atau pacar. Kalian harus tahu, jadi orang yang notabenenya cuma pelampiasan move on itu, enggak enak. Catet, enggak enak. Wajar enggak, sih, kalau gue ngerasa marah?

Setelah sampai di kelas, gue sedikit mengusap baju gue yang basah. Gue juga enggak lupa untuk mengutuk hujan yang turun di pagi hari, intinya gue badmood deh. Baru ajah, nih pantat nempel ke kursi, eh si guru olahraga udah masuk ajah. Membuat gue harus buru-buru mengganti baju Pramuka gue dengan baju olahraga.

Gue masukin tangan gue kedalam tas, kemudian gue raba isinya. Mampus enggak ada. Gue coba cari lagi sambil liat isinya, masih enggak ada. Sampau gue bongkar semua isinya, tetep ajah bajunya enggak ada. Aduh mau nangis ajah, rasanya. Gue celingukan mencari si Gama, karena biasanya dia selalu tahu kalau gue kadang lupa bawa baju olahraga. Jadi dia tuh sebelum berangkat di hari Rabu, selalu mampir dulu kerumah buat bawain baju gue yang tertinggal. Tangan gue melambai, isyarat untuk memanggil.

"Kenapa, Kay?" Kata dia saat sudah dekat dengan gue.

"Ssst, bawa baju olahraga gue enggak?"

"Enggak, soalnya gue kira lo baru masuk besok."

"Ya ampun, demi kuah soto Mang Ujang!"

"Enggak bakal olahraga kok, kan hujan?"

"Tetep ajah gue takut." Gue menjambak rambut sendiri, frustasi. gue juga mengutuk diri gue sendiri yang selalu ajah, ceroboh. Padahal kan, itu penting banget. Udah mana gurunya judes banget lagi, masyallah. Apa gue telepon ibu minta anterin baju nya ajah ya? Tapi nanti ibu pasti ngomel, enggak berani gue. Jalan satu-satunya yah udah, pasrah ajah, salah gue juga teledor.

"Siapa yang enggak bawa baju olahraga?"

"Saya pak," ucap gue pasrah.

"Sesuai perjanjian, kamu saya anggap alpa."

Setelah 10 menit berlalu, akhirnya hujan berhenti, menyisakan mendung yang pekat. Seisi kelas pada olahraga di lapangan, kecuali gue yang sedang menjalani hukuman. Sial banget sih, hari ini?

Gue telungkup di atas meja, memaksa untuk tidur, tapi tetep ajah enggak bisa. Gue bosen, tapi enggak tahu harus ngapain. Badmood banget astagfirullah!

Drrt drrt...

Denger notif handpone, gue langsung bangun untuk cek ada notif apaan, sih?

Kim Seok Hwa mulai mengikuti Anda...

Kim Seok Hwa mengirim Anda pesan...

Enggak mungkin, ini enggak mungkin Seok kan?

**

IPS 1 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang