24.

273 41 0
                                    

Kemarin adalah hari terakhir libur awal puasa gue, yang mana berarti hari ini gue sudah harus masuk dan menjalankan kewajiban menuntut ilmu. Buku Bahasa Indonesia tidak pernah lepas dari mata serta tangan gue. Suasana kelas masih lumayan sepi, memungkinkan gue untuk lebih fokus belajar.

Mata gue mengarah ke ambang pintu, setelah siluet seseorang berhasil tertangkap oleh mata. Namun sedetik kemudian, gue berpaling kembali pada buku. Jantung gue berkejaran dengan oksigen serta perut yang rasanya seperti dijadikan sarang kupu-kupu. Fokus gue terpecah saat lagi-lagi mata ini melirik Yaya dari balik buku, sekedar penasaran dengan aktivitasnya. Tanpa sadar, mata ini menumbuk dengan mata Yaya, namun langsung gue tarik kembali ke arah manapun asal jangan meliriknya. Sebisa mungkin gue bersikap biasa saja di hadapannya.

"Kenapa Kay? Kok dari tadi merhatiin gue?"

"Enggak kok, gue merhatiin jendela di samping lo."

"Emang jendela di samping gue kenapa?"

"Enggak papa, cuma kelihatan sedikit kotor aja."

Dahi Yaya bertautan, sadar bahwa alibi gue enggak masuk akal. Ya iyalah, orang jendela disebelahnya itu bersih kinclong. Gue memalingkan pandangan, agar Yaya tidak membahas hal ini lagi. Beberapa saat kemudian, seorang adik kelas mengetuk pintu. Spontan gue melihat kearahnya.

"Kak Yaya nya ada?"

"Ad–" belum sempat gue menyelesaikan kalimat gue, Yaya sudah berdiri dengan antusias.

"Eh Vira. Tumben kesini, ada apa?

"Aku mau minta tolong,"

Gue termenung dalam diam, sambil memperhatikan dua orang yang sedang bercakap-cakap. Dalam pikiran gue bersahut kalimat tanya, tentang siapa dia? Apa hubungannya dengan Yaya? Pacarnya kah? Kalau pacar, sejak kapan? Semua pertanyaan ini membuat gue semakin pusing. Napas berat terhembus saat Yaya menghampiri Vira dan berlalu bersamanya entah kemana. Gue menunduk pasrah. Sesaat kemudian kelas mulai ramai oleh siswanya yang mulai berdatangan. Kemudian bel masuk berbunyi dan kelas pun dimulai seperti biasanya.

Bejibun kertas ulangan sudah gue kerjakan dan inilah saatnya gue bisa sedikit bernapas lega, sampai hari esok dan harus kembali menahan napas. Handphone gue bergetar pertanda sebuah pesan masuk.

Ibu
Kay, ibu lagi arisan. Kamu pulang naik angkot ya?

Gue berdecak kesal dan mau tidak mengiyakan perintah ibu. Halte bus di depan penuh sesak oleh lautan penumpang yang juga menunggu angkutan umum lewat. Meski gue malas berdesakan, gue tetap memaksakan bergabung. Belum sampai 10 menit gue menunggu, Yaya berhenti di depan gue dengan motor merahnya. Menawarkan untuk mengantar.

"Ikut enggak?"

"Serius?"

"Emang gue kelihatan bercanda?" Mata gue berotasi lalu siap-siap untuk naik ke motornya, namun baru saja gue mendaratkan bokong gue di motornya. Vira datang sambil memanggil nama Yaya dengan napas tersengal, otomatis kami melihat kearahnya yang datang dari arah berlawanan.

"Hosh, hosh, kak.. aku.."

"Pelan-pelan Vir, ada apa emang?" Tanya Yaya.

"Aku boleh ikut pulang bareng kakak enggak?" Mendengar itu, gue melotot kaget. Tidak habis pikir atas pertanyaan Vira, dia memang tidak lihat kalau gue sudah lebih dulu menjejalkan pantat gue di motor Yaya?

"Emang kenapa?" Tanya gue sewot.

"Aku takut diculik kak!" Enggak nyambung sumpah, alasannya terlalu kekanakan dan tidak masuk akal. Dia itu anak umur berapa sampai seyakin itu bilang mau diculik, jika Yaya menolak mengantarnya. Gue yakin Vira cukup pintar untuk menolak ajakan ataupun sogokan coklat dari orang tak dikenal, dia bukan anak TK yang lantas menerima ajakan bermain atau sogokan coklat.

"Diculik? Kamu sudah terlalu besar untuk diculik Vira," bagus Ya, gue dukung lo sepenuhnya.

"Kemarin ada yang ancam, katanya mau culik dan perkosa aku." Yaya menatap ke gue, seperti memohon pengertian gue untuk turun dan merelakan diri. Awalnya gue pura-pura enggak peka, tapi akhirnya mengalah juga setelah Yaya mengusir halus gue. Cih, langgeng-langgeng deh lo berdua. Jangan lupa rantai tangannya si Yaya, agar enggak kegatalan sama gue.

**

Sejak kejadian di halte kemarin siang, Yaya dan Vira semakin menempel. Bahkan kini mereka berani berduaan di dalam kelas gue. Padahal kelas ini sudah mulai dipadati oleh anak kelas. Harapan agar Vira cepat-cepat pergi, terus gue ucap.

"Kakak kenapa lesu begitu?"

"Semalam aku kurang tidur aja kok,"

"Iya kurang tidur karena chatan sama gue!" Ups! Kini arah pandangan satu kelas jadi tertuju pada gue akibat kecerobohan gue sendiri. Satu kelas tertawa atas pernyataan blak-blakkan gue, bahkan Yaya pun ikut menertawai.

"Iya, gue semalem sampai bergadang karena chatan sama Kay!"

"Kakak kenapa cuma chat sama dia? Kenapa sama aku enggak?" Satu kelas hening dan menatap tajam Vira. Entah apa yang ada dipikiran gadis itu sampai dia terlihat murah di mata teman sekelas gue. Dia terlalu menempeli Yaya, bahkan sesekali Yaya terlihat risih didekatinya. Suka boleh, murah jangan.

**

Haiiii malam takbir nih, saya mau tahu dong kegiatan kalian apa sih? Kalo saya sedang sangat sibuk dengan pekerjaan rumah, mulai dari beres-beres, membuat kue, memasak, dan lain-lain. Itu juga yang menjadi alasan kalau chapter ini terkesan memaksakan atau sedikit. Saya mohon maaf sebesar-besarnya atas jumlah word yang mungkin tidak sesuai ekspektasi kalian.

Minal aidzin wal Faidzin!

Terakhir nama saya greentea dan jangan lupa untuk selalu bahagia serta sehat tentunya!

IPS 1 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang