4. Dia adalah Ardinan

922 94 0
                                    

Pagi ini hujan kembali membasahi antero SMANSA, dengan suaranya yang bersisik dan sejuknya udara pagi itu. Kebetulan hari ini gue nyampe kelas lumayan pagi banget, dan keadaan kelas tuh masih gelap banget. Samar-samar gue ngeliat seseorang dengan jaket hitam lagi telungkup diatas meja, lengkap dengan kupluk yang nutupin kepalanya. Diliat dari model jaketnya, sih, kayaknya itu Gama.

"Ma?" Tanya gue sambil noel-noel bahu dia. Tapi ini anak enggak ngasih gue respon apapun, buat gue curiga. Jangan-jangan dia tidur?

"Ma, bangun,"



Masih enggak ada jawaban.

"Gama?"




Tetep enggak direspon.



"Ardinan Gama Syaputra!!!" Kata gue yang langsung bikin dia bangun dan kaget. Gue lebih kaget dong, karena ini anak masih pake balutan baju hari Selasa yang lebih tepatnya bawahan abu-abu dan atasan putih. Padahal seragam hari ini tuh, harusnya pakai pramuka.

"Salah server goblok! Hari ini harusnya pake Pramuka, bukan putih abu-abu."

"Ngegas ajah lu!"

"Kesel gua abisnya! Bentar, ada yang aneh..." Gue bukan asal ngomong ya gaes, tapi nih anak emang aneh. Pertama dia udah dateng di sekolah pagi-pagi buta, sedangkan biasanya dia manjat tembok sebelah. Kedua, dia pake baju hari Selasa. Enggak mungkin dong, dia lupa hari ini pake seragam apa? Kalo dia anak kelas sepuluh, sih, wajar, lah ini dia udah kelas 11 dong. "...Lo nginep ya?"

"Sotoy, udah ah gue mau sarapan." Dia pergi gitu ajah, bikin gue kesel setengah mati.

Dan setelah itu, kelas dimulai seperti biasa dengan Gama yang bolos beberapa mata pelajaran. Dia baru masuk lagi setalah bel masuk, tanda berakhirnya istirahat pertama. Ada hal yang mengganjal dipikiran gue, tapi ya udahlah, bukan urusan gue juga.

"Weh putra! Solat Dhuha bego!" Kata Daniel.

"Ogah, gue mah berdoa nya nanti hari Minggu sama Cheska. Ya, enggak, Ches?" Sahut si putra yang lagi mainin bangku, sambil dia duduk diatasnya

"Anjir murtad."

"Idih putra," sahut gue ikut-ikutan. Kemudian mata gue terarah sama Gama yang hari ini sama sekali enggak ikutan main sama gue, Yaya, Putra dan Daniel seperti biasanya. Ada yang berbeda dari dia pagi ini, sebenernya gue mau tanya, tapi takut dikira ikut campur. Kelas IPS 1 hari itu terlihat suram, karena salah satu sumber kebobrokan kelas sedang murung pagi itu. Gue sendiri merasa kelas ini jadi garing kalo Gama diam begitu. Sebuah tangan mendarat dibahu gue, yang bikin gue kaget. Sialan, nih, si curut. Bikin gue kaget ajah.

"Enggak perlu khawatirin dia sampe segitunya Kay, karena kalo emang lo peduli, harusnya lo tanya keadaan dia. Bukan dengan diam-diam ngeliatin dia begini," kata Reka panjang lebar dengan kantung mata yang tebal.

"Iya-iya, nih, gue samperin." Biar gimana pun, Reka benar. Gama itu temen gue yang selalu buat gue Ketawa, disaat begini, justru gue lah orang yang harus bisa hibur dia.

"Gama?" Kata gue pelan dan langsung tendang Yaya yang dengan kurang ajarnya malah asyik sendiri disaat temennya lagi murung begini. Gue duduk di bangku Yaya, kemudian mengabaikan dia yang protes karena udah gue tendang. Bodo amat.

"Lo lagi ada masalah apa? Maya cerita enggak?"

"Gue enggak mau cerita apa-apa, temenin gue tidur ajah."

"Dasar otak mesum!" Gue tabok ajah pala nya.

"Aduh, sakit Kay."

"Makanya, enggak usah mesum!"

"Mami sama papi mau cerai, padahal belum genap 2 bulan adik gue meninggal,"

Gue diam, enggak bisa jawab. Bodoh banget sih, disaat begini gue malah enggak bisa kasih saran buat dia, atau minimal ngehibur dia. Padahal dulu Gama, yang bisa bikin gue lupa sama masalah gue!

"Udah enggak perlu pusing-pusing, cari jalan keluar atas masalah gue, atau cari bahan jokes garing buat bikin gue Ketawa. Cukup dengerin gue ajah."

"Ma, sabar yah?" Ye...... Malah gue yang nangis sekarang.

"Eh? Jangan nangis woy!!!"

"Huaaaa disaat begini, yang bisa gue bilang cuma; sabar yah?"

"Enggak papa Kay,"

IPS 1 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang