13.

500 48 29
                                    

Masih pagi, bahkan ayam aja masih males keluar kandang. Tapi ibu gue udah bawel banget nyuruh seluruh anggota rumah untuk bangun, mandi, sholat subuh, sarapan, dan berangkat sekolah.

Setelah apa yang ibu suruh gue kerjakan, gue langsung ambil tas lalu menunggu ibu di teras rumah. Dan tiba-tiba aja sebuah motor Beat merah berhenti di depan pagar rumah gue, bikin gue yang tadinya nyender langsung duduk tegap, saking kagetnya. Gue berjalan cepat menghampiri orang itu dengan setengah kesal, juga kaget.

"Ngapain sih?" Tanya gue yang masih belum mau membuka pagar.

"Jemput lo,"

"Denger ya, gue ini sekarang lagi enggak punya duit buat bayarin bensin lo, mending sekarang lo balik!"

"Gratis kok,"

"Enggak, enggak mungkin seorang Arka Elramdhan, menggratiskan biaya naik motor."

"Mungkin aja, gue kan ada maksud lain."

"Maksud apa? Lo mau jual gue ya?!"

"Enggak, gue mau lo nonton pertandingan silat gue hari ini, menggantikan orang tua gue yang masih sibuk di Canada."

"Helooo! Lo pikir gue apaan, istri kedua bokap Lo, hah?! Males banget gue gantiin ortu Lo!"

"Ya udah kalo Lo enggak mau, gue cari orang lain aja, bay." Yaya senyum kearah gue, bikin gue iba, enggak tega biarin dia tanding sendirian.

"Yaya! Gue ikut! Tapi jangan lupa, Lo harus menang, masa udah ditungguin cewek cantik kayak gue kalah?"

Dia senyum sumringah dan langsung mengangguk, kemudian mempersilahkan gue duduk di jok belakang motornya.

"Bu, Kay berangkat bareng Yaya!"

"Iyaa!"

Gue membuka pagar, lalu menghampiri Yaya dan naik keatas motornya.

"Udah," kata gue saat sudah berhasil naik.

"Pegangan, tapi jangan ke pinggang gue. Belum muhrim!"

"Geer, siapa juga yang mau meluk lo!"

"Yaudah pegangan aja," gue mendelik lalu berusaha mencari pegangan, untung ada benda yang namanya behel motor. Ya udah, deh, gue langsung pegangan ke situ.

"Udah,"

"Pegangan kemana lo?"

"Behel motor,"

"Jangan bego, enggak ada anggun-anggunnya sumpah!"

"Bawel, terus gue harus pegangan kemana?!"

"Peluk tas gue aja,"

Sebenarnya gue ogah, tapi ya udahlah, daripada nih kunyuk makin berisik. Setelah perdebatan panjang, akhirnya dia gas motornya, entah kemana. Selama perjalanan itu dia bawel banget bilang ke gua untuk jangan pernah lepas pelukan gue, padahal dia bawa motornya pelan banget. Kita berdua saling bawel dengan banyak hal, misalnya meributkan jalannya siput dan slot. Menurut gue siput lebih cepat daripada slot, tapi dia enggak terima dan ngajak gue tanding lari, mewakilkan dua hewan tersebut Minggu depan. Sumpah ini tuh, sangatlah tidak berguna, tapi karena kita sama-sama emosi, akhirnya kami sepakat untuk lomba lari Minggu depan.

"Turun," kata dia pelan, saat kami sudah sampai di tempat lomba. Gue mengerucutkan mulut gue, kemudian berusaha membuka helm. Eh tapi susah woy. "Sini gue bantu buka!"

"Enggak usah!" Kata gue sebal lalu kekeh ingin melepas sendiri, tapi tetap enggak bisa. Huh! Ini helm kagak bisa diajak kompromi amat sih. Mata dia berotasi lalu memaksa gue untuk menghadap kearahnya, buat gue sebal dan memukul tubuhnya. Dia enggak peduli dan tetap membuka helmnya, meskipun gue terus memukuli dia tanpa ampun. Setelah selesai membukakan helm, dia kemudian memegangi tangan gue yang belum berhenti memukuli dia.

IPS 1 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang