"Kamu sejak kapan duduk di meja itu?", tanya Aurora begitu aku mendekati mejanya. "Tidak lama", jawabku berbisik dan membuat Aurora memberikan senyuman simpunya kepadaku sembari dia membereskan barangnya.
"Kamu sudah selesai Ra?", tanyaku. "Karena kamu sudah disini, akan sulit untukku berkonsentrasi", jawabnya berbisik dengan tatapan mata protes mengarahku. "Eh kamu selesaikan dulu Ra", jawabku dengan suara keras tak sadar kalau aku ada di perpustakaan hingga Aurora memberikan sinyal jari telunjuknya mengarah bibirnya yang sudah maju 1 senti sebagai isyarat untukku mengecilkan nada suara.
Tak lama Aurora-pun tertawa geli akibat ulahku yang berhasil membuat orang di sekitar kami ikut memberikan isyarat yang sama seperti yang Aurora tadi lakukan.
"Paperwork-ku udah selesai kok, makanya aku main gitar sembari menunggumu", timpa Aurora sambil dia memukul lenganku manja. "Maaf ya, lupa kalau lagi di perpustakaan", jawabku ke Aurora.
Aku membantu Aurora memasukkan gitarnya ke dalam cover berbahan kulit berwarna coklat dan membantu membawanya.
"Yuk...", ajak Aurora dan kami-pun beranjak meninggalkan koridor 12 dengan perlahan. Sesampainya di luar perpustakaan, Aurora berhenti di meja Mrs. Rebecca.
"Sudah selesai Aurora?", tanya Mrs. Rebecca. Entah berapa banyak mahasiswa Kingston yang Mrs. Rebecca kenal karena sepanjang penglihatanku, Mrs. Rebecca selalu menyapa nama mahasiswa yang melintas.
"Sudah Mrs. Rebecca", jawab Aurora dengan menyodorkan kartu visitor yang ternyata ditukar dengan kartu mahasiswanya oleh Mrs. Rebecca. "Kartu visitormu mana?", Aurora tanya ke arahku. "Aku tadi masuk ke sini dibantu Lis", jawabku bingung.
"Dia tamu VIP Prof. Balmain, Aurora, jadi tidak perlu pakai visitor", jelas Mrs. Aurora. "tamu VIP?", nada Aurora berganti bingung dan melihatku dengan mata yang membulat penasaran. Aku-pun sengaja menyenggolkan kaki ku ke kaki Aurora supaya dia tidak meneruskan rasa penasaran yang nantinya terbongkar penyamaranku.
"Keluar dari sini, kamu bisa pakai lagi topi dan maskermu", ucap Mrs. Rebecca seperti meledekku. Aku mengangguk cepat dan langsung menarik tangan Aurora mengajaknya meninggalkan perpustakaan.
"Jungkook-ssi wait", Aurora tampak salah tingkah karena aku memegang tangannya. "Ayooo", pintaku ke Aurora. "Thank you Mrs. Rebecca", teriak Aurora sambil berlalu karena aku terus menariknya.
Tiba di luar gedung, Aurora menahanku supaya tidak terus menariknya. "Tanganmu mau sampai kapan menggandengku?", tanya Aurora dengan nada tersipu malu. Sungguh aku ingin menggandengnya terus. "M-maaf, aku lancang", jelasku dan aku-pun melepas genggaman tanganku.
"Aku musti ketemu Yobo dulu", terang Aurora yang cukup membuatku mematung kaget.
Yobo? Aurora sudah punya kekasih? Serius ini? Lalu kenapa kemarin dia menanyakan apakah aku akan melamarnya dengan benar? Sekarang, dia malah berniat mengenalkanku kepada kekasihnya.
"Jungkook-ssi... ayo", pinta Aurora yang terdengar seakan memaksaku untuk mengikutinya. Dengan langkah berat, aku berjalan dibelakang Aurora. Di satu titik, Aurora berhenti dan menarik lenganku, memaksaku agar aku berjalan lebih cepat melangkah semangat sepertinya.
Aku berjalan menunduk, mempercayakan lenganku ditarik oleh Aurora mengikuti kemanapun dia berjalan. Aku tak mampu menegakkan kepalaku karena tidak siap dengan kenyataan bahwa aku akan bertemu dengan kekasihnya. Hati ini tidak siap.
"Itu Yobo", suara Aurora terdengar riang saat sudah menemukan sosok yang ingin dia temui. Aku mengangkat berat kepalaku dan menemukan diriku sudah berada di parkiran sepeda. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sosok Yobo. Sepintas aku bingung, tidak melihat sosok pria.
KAMU SEDANG MEMBACA
I CHOOSE THAT STAR
Romance*JUNGKOOK FANFICTION* Mencintai dan terobsesi adalah dua hal yang berbeda. Mencintai muncul dengan ketulusan hati tapi terobsesi muncul karena ego semata. Jika keduanya kamu rasakan di waktu yang bersamaan maka itu tidak akan berakhir baik. Di saat...