MTM (19)

2.1K 125 15
                                    

Flashback

Dua orang anak kecil sedang duduk di pinggir danau. Mereka berbincang dengan asiknya, nampak anak perempuan manis dan lelaki tampan itu sesekali saling tertawa.

"Jadi... aku pernah nyebur disini," ucap anak laki-laki itu.

Anak perempuan itu tertawa, "kasian, emang kamu bisa berenang?"

Anak laki-laki itu menggeleng, "aku teriak untung waktu itu Mama cepat-cepat nolongin kalau enggak mungkin aku udah mati."

Anak perempuan itu tersenyum, "untung kamu masih hidup, coba kalau enggak? Aku pasti gak ada teman."

Anak laki-laki itu menatap kearah anak perempuan dan tersenyum kecil, "kan Allah udah tentuin kamu sama aku buat sama sama terus."

"Tapi kalau nanti kita gak sama sama lagi gimana?" Tanya anak perempuan.

Anak laki-laki itu mengarahkan jari kelingking kearah anak perempuan, "maka dari itu kita harus bikin sebuah perjanjian."

Anak perempuan itu menatap bingung.

"Janji kalau sampai kapanpun kita akan tetap bersama, pokoknya sampai kita udah besar." Ucap anak laki-laki.

Anak perempuan itu tersenyum dan mengagguk, ia juga mengarahkan jari kelingkingnya dan menautkan di jari kelingking anak lelaki tersebut.

"Aku janji." Ucap anak perempuan.

Mereka saling tersenyum.

Dan danau itu menjadi saksi bisu atas sebuah janji yang diucapkan oleh Rizky dan Dinda kecil.

Flashback end

Dinda mengusap kedua pipinya yang basah, ini sudah kedua kali sejak di sekolah ia menangis, untunglah sekarang ia sudah berada di rumah, di kamar melampiaskan rasa perih yang ia tahan sejak di sekolah tadi.

Semakin hari peristiwa masa lalu itu satu per satu mulai bermunculan di benak Dinda, mereka seolah-olah bergantian menguasai alam sadar Dinda dengan menghadirkan potongan-potongan kejadian di masa lampau, sebuah peristiwa yang sangat ingin Dinda lupakan, yang ingin Dinda anggap seolah-olah itu tidak pernah terjadi.

Namun apa daya, ia harus menerima jika masa lalunya sudah mulai menghantuinya dan itu membuat Dinda menjadi lemah.

Entah untuk kesekian kali ia mengusap pipinya guna menghapus air bening yang terus keluar dari mata dan mengalir deras di kedua pipinya itu.

"Kenapa sih gue harus selemah ini? Kenapa gue harus nangis?"

Dinda meremas bantal guling yang ia gunakan untuk menopang dagunya.

"Aaakhhh gue benci lo Rizky!!!"

Dinda berteriak frustasi. Ia tidak perduli jika ada yang mendengar teriakannya, ia hanya ingin melampiaskan kekesalannya kepada lelaki yang ia sebut sebagai musuh bebuyutannya itu.

Dinda menatap kearah dinding kamarnya, terdapat sebuah bingkai foto dirinya bersama alm. sang Kakek.

Dinda tersenyum miris, "Kakek... tadi dia ngungkit-ngungkit itu Kek,"

"Dia salahin Dinda, dia sampai bawa-bawa nama Kakek," Dinda semakin terisak.

"Apa Dinda udah kecewain Kakek? Karna Dinda gak punya rasa tanggung jawab kaya yang dia bilang?"

"Dinda harus apa Kek? Ini semua bukan kesalahan Dinda, kan? Dinda udah ngelakuin dengan benar kan Kek?"

Monolog Dinda dan ia semakin terisak.

Musuh Tapi Menikah (RIZKYNDA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang