-Beruang Kutub

517 62 112
                                    

-----

Adel menggeser layar ponselnya, mengamati lekat-lekat setiap kiriman Lian yang berada di rumah. Sejak kejadian dua hari yang lalu di mana ada Rizky disitu dirinya harus ada.

Di ruangan kerja Rizky entah kesekian kalinya merasa bosan. Sebenarnya Rizky terus mengajak bicara Adel. Adel saja yang menyahut pendek.

"Bunda Rahma kenapa nerima kerja di rumah? Ah, aku bisa masak sendiri." Adel mengacak rambutnya, perempuan paruh baya telah merawatnya lima tahun itu sekarang menjadi asisten rumah tangga--dengan Lian yang memaksa walaupun hanya setengah hari.

"Biarin." Rizky menyahut dari tempatnya tanpa menoleh pada Adel. Cowok itu sibuk dengan laptop di atas meja.

Adel berdecak kesal.

"Aku enggak suka ... emang enak apa Bunda itu udah rawat aku tapi dia malah kerja di rumah, seharusnya ke balik!"

Kali ini atensi Rizky terhadap Adel yang cemberut. Pandangnya sekilas salah fokus melihat perut buncit istri cantiknya itu.

"NAPA LIAT-LIAT!"

"Ngegas mulu deh, nanti kalo perut kamu kontraksi lagi gimana?"

"Hubungannya apa Pak Rizky?"

Rizky memutar bola matanya, tatapan tajamnya membalas sengit. Ya, Rizky tahu Adel masih marah dengan ledakannya seperti granat tapi jangan berbicara ngegas hatinya jadi tertohok.

"Iya, maaf."

Adel terdiam menunduk.

"Kak."

"Iya, sayang."

Adel menirukan orang muntah. Garis bawahi ingatannya kuat saat Rizky teriak-teriak menghitung bulan, satu sampai empat.

"Itu di bawah meja apaan?" Adel membasahi bibirnya. "Bukan selingkuhan, kan? Mustahil sih itu Kak Bella ... kira-kira kemana ya hilangnya."

Rizky mendengus kuat kemudian menjawab, "guk-guk kali."

Adel berdiri terlalu penasaran. Namun keburu Rizky yang berteriak penuh peringatan, entah apa yang dilakukannya karena Rizky menunduk seperti mencapai sesuatu.

"Dapat." Rizky tersenyum.

Adel memekik tertahan, kedua pipinya merona. Boneka beruang lumayan besar itu tengah di peluk Rizky.

"Aku belinya di alun-alun ada pasar malam," tutur Rizky beranjak dari kursinya menghampiri Adel. "Maaf ya nggak ajak kamu, belinya juga di trotoar."

Adel mengangguk lalu mengambil alih boneka beruang berwarna putih bersih itu sampai sebagian tubuhnya tertutup.

"Lia jaga baik-baik nanti pasti cepet kotor," sahutnya. "Persis kaya beruang kutub. Dinginnya yang nggak ada, eh. Kak Rizky kan dinginnya."

Rizky membuang muka ke arah lain sembari duduk di ikuti Adel. Realita memang tak seindah ekspestasi.

"Bilang makasih atau ciuman. Lah ini malah dikatain, jadi sakit." Rizky bergumam menggeser duduknya. Boneka berbulu itu hampir menjatukannya ke lantai, terlihat disengaja.

Adel bersila setelah meletakkan bonekanya ke sisi sofa tunggal. Ia menghadap Rizky memandang wajah khas itu dalam. Dari sudut manapun Rizky memang ganteng, tidak perlu diperjelas yang pasti ganteng.

"Coba nunduk." Rizky mengerutkan keningnya. Detik berikutnya tercekik karena tak terduga Adel menarik dasinya sampai wajah mereka berdua sejajar.

Perlahan tarikan itu melonggar berganti dirinya melotot kaget, bibir bertemu bibir walaupun hanya beberapa detik. Rizky mengambil kesempatan tangannya terangkat menahan tekuk itu semakin memperdalam ciuman.

Rizky dan Adelia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang