Calon Imam

2.8K 338 455
                                    

JIKA SUKA VOTMET YA 🌟 MAKASIH. SELAMAT MEMBACA

PARTNYA PENDEK BACANYA GAK TERLALU LAMA KOK❤





Adel terus berjalan mengabaikan teriakan seseorang yang terus memanggilnya. Kenapa sih dia harus di kejar cowok itu? Sudah berapa kali dia katakan bahwa dirinya tidak mencintai Veron, tapi cowok itu terus memaksakan kehendaknya 'Bukannya cinta itu tidak dengan kata terpaksa'

"Apa sih Veron? Jangan tarik-tarik. Sakit tau," bentak Adel mencoba melepaskan genggaman Veron darinya.

Cowok berwajah lumayan tampan itu berdecak kesal, tangannya justru lebih kuat menggengam Adel. "Lo kenapa sih? Apa kurangnya gue. Mirip artis korea, kaya raya, lo mau apa? Gue langsung beliin," bangga Veron berbinar.

Dia memutar bola matanya malas. "Adel gak suka sama Veron!" Sesaat dia berhenti teriak. "Kasar, perusuh, sering nyolong mangga tetangga!" lanjutnya sebal.

Seketika Veron merasa dunianya limbung. Teriakan keras istri masa depannya ini melebihi toa masjid. Dia memilih pamit undur diri, namun sebelum pergi Veron berhasil menyalami Adel di hadiahi pukulan keras di kepalanya.

"Kurang ajar."

"Awas! Kualat nanti sama Abang Suami."

Adel mengepalkan tangannya menunjukkannya ke arah Veron, sementara Veron tertawa keras kembali memasuki area sekolah.

Langkah kakinya yang tertunda kembali dia teruskan. Pandangan Adel menyapu ke seluruh pedagang kaki lima yang memang biasanya berjualan di tempat ini. Walaupun sebenarnya di larang, tapi entahlah kenapa mereka semua tidak mematuhi.

Tunggu---- sekali lagi Adel mengucek matanya. Apa dia salah liat? Dia menepuk pipinya keras. Ini bukan mimpi jelas nyata. Senyumnya mengembang sempurna. Tanpa pikir dua kali Adel berlari menuju penjual ketoprak.

"Assalamualaikum, Calon imam."

"Yang muslim wajib lho jawabnya."

Rizky tersedak makannya. Dengan tangan bergetar dia meraih air mineral meneguknya cepat.

"Waalaikumsalam, Istri cantik." Adel cemberut. Seharusnya yang menjawab seseorang yang di harapkannya.

"Kok gak jawab sih salamnya," protes Adel.

"Di hati tadi," sahut Rizky malas.

"Oh."

Adel membalikkan badannya menghadap Ari yang berkacak pinggang sebelah.

"Kakak ngapain di sekolah ini?" tanya Adel bingung.

Ari menunjukkan raut bingung, dia menatap gadis di depannya dari atas sampai bawah. Ya, sebenarnya dia sudah kenal Adel di mana gadis itu dulu pernah jatuh karena dirinya. Dari kejadian itu dia sudah mengenal Adel.

"Emang gak boleh? Gue alumni Dirgantara," jawab Ari.

Adel manggut-manggut, kembali lagi dia berbalik menghadap Rizky sambil tersenyum cerah.

"Kak pulang bareng yuk?" ajaknya. Di tatap wajah itu dalam. Kenapa sih jika selalu berdekatan dengan pujaan hati pasti akan gugup. Seperti dirinya. Adel menunduk menahan tidak untuk berteriak sekarang.

Rizky menaikkan alisnya, "Maksud lo?" Kurang peka.

"Pulang bareng, Kak. Antar aku sampe rumah," gemas Adel.

Tanpa Rizky duga gadis itu sudah menarik tangannya. Satu tangan Adel meraih piring yang masih ada sisa ketoprak setengah.

"Mubazir, oy! Gue mau makan."

"Nanti aja, biar nanti aku masakin. Lebih enak dari makanan itu. Ya... walaupun sebenarnya aku cuma bisa masak mie." Adel semakin menarik kuat tangan Rizky menjauh. Sementara yang di tarik hanya pasrah.

Dasar! Apa dia mirip karung beras? Sampai harus-harus di tarik begini. Rizky juga heran kenapa dia tidak protes ataupun melepaskan genggaman ini. Lebih dari di luar dugaan.

****

Hampir satu jam Rizky bergerak gelisah. Ekor matanya selalu melihat gadis yang di sebrang terlihat kelaparan.

"Lo belum makan?" tanya Rizky datar.

"Satu abad aku belum makan, Kak," jawabnya lebay.

Rizky mendengus kuat lalu bangkit, dua tangannya membuka dompet buru-buru mengambil dua lembar uang ratusan lalu menaruhnya di sisi Adel.

"Gue pulang!"

"Tapi Ka---"

"Waktu itu berharga. Sia-sia gue di sini! Cuma liat cewek bodoh kaya lo makan," tajam Rizky melangkah pergi.

Untuk dirinya perkataan itu seolah jadi angin lewat saja. Adel mengerjap dua kali, mencoba sadar. Rizky meninggalkannya. Sendirian! Oke. Dia ikut bangkit, berlari mengejar suami masa depannya yang sudah keluar kafe dengan tampang sok cool

"Yuhuuu.... Kak Rizky!"

"Jangan tinggalin Adel."

"Sungguh luar biasa kau meninggalkanku."

Masih banyak lagi yang di katakan Adel mengabaikan tatapan aneh semua orang. Matanya seketika melotot melihat Rizky sudah memasuki mobil. Apa jalannya se-lambat ini, sampai-sampai dia tidak bisa mengejar cowok itu.

Hidupnya memang harus se-menyedihkan begini. Huh, tak apa cinta itu harus di perjuangkan. Jika dia berlari, Adel bersedia untuk mengejar walaupun harus ke puncak bukit sekalipun.

Dengan tidak tau malunya Adel mengendor kaca mobil Rizky memasang wajah memelas. Ini sudah sore, tidak mungkin bukan laki-laki itu tega meninggalkannya sendirian.

Perlahan namun pasti kaca mobil itu turun. Sementara Rizky hanya menatap lurus ke depan terlalu muak melihat wajah itu.

"Anterin aku ya, Kak, pulangnya. Masa Kak Iki yang ngajak! Pulangnya nggak di antar," kata Adel manis.

Rizky menghembuskan napas keras. Seakan beban di dalam hidupnya terlalu berat sekarang. Siapa yang menarik tangannya tadi dan berakhir di kafe? Dia melirik sebentar Adel yang menatapnya dengan berbinar.

"Lo pulang sendiri! Mobil gue nggak pantas buat orang kaya lo!"

Rizky dan Adelia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang