-Pertemuan

500 64 191
                                    

HAPPY READING

-----

Jika di tanya siapa yang selalu sabar menghadapi tingkahnya yang bisa bikin jengkel tingkat akut, maka Adelia Sayana Putri lah jawabannya. Rizky bersyukur Adel tidak marah, bentakan itu seolah hanya angin lalu. Suasana semalam yang entah kenapa terlihat menyedihkan esoknya di lupakan.

Atau Rizky yang sama sekali belum bisa mendengar suara hati itu, hanya Tuhan dan Adel sendiri yang tau.

Rizky mengamati sang istri yang di seberang makan berlepotan.

"Baru sampe kerongkongan makan lagi. Kalo nanti keselek gimana?"

"Ini pizza bukan biji rambutan."

"Bodo amat." Rizky menarik kursi lalu meletakkan kakinya. "Sultan mah bebas," lanjutnya pelan.

Sembari saling pandang Adel menaikkan sebelas alis ketika laki-laki itu sudah mencodongkan tubuh bertumpu pada meja. Jarak keduanya menipis semakin Rizky memajukan wajah.

"Kenapa?"

"Mau bersihin mulut kamu."

"Hah?" Adel tersentak kaget. Lidah itu sudah terjulur pelan membersihkan bibirnya tanpa dicegat. Adel bisa membiarkan Rizky bebas melakukan apapun, tapi harus tau tempat jika sekarang tempat ini bukanlah waktu yang tepat karena sekarang mereka berada di kafe bahkan pengunjungnya tidak bisa di hitung jari.

"Kak ak---"

"Jangan bergerak." Rizky menyela memiringkan wajahnya, mencium pipi itu lama kemudian menjauh dengan senyum tipis.

Adel mengembuskan napas lega mengira Rizky akan nyosor ke bibirnya.

Jika tadi Rizky hanya diam setiap Adel menyuapkan sesuatu ke dalam mulut, kini tidak lagi. Suapan kelima itu ia cegat memasukkan ke dalam mulutnya sendiri.

"Sekarang suapin aku."

"Nggak!"

"Mukanya kagak perlu sewot."

"Emang muka aku kaya gini. Udah ah." Adel membanting garpu selera makannya anjlok sembari bersedekap Adel menyapu pandangnnya pada ruangan kafe.

Rizky mengusap wajah, kesini itu ada tujuan. Dengan gerakan angkuh Rizky bangkit dari kursi pencari si pemilik kafe, Arka pratama.

Baru sepuluh langkah, Rizky setengah berteriak memperingati, "Duduk di sana. Jangan gerak sedikit pun kalo aku liat kamu habis."

Adel berdecak pikirannya yang kotor atau ucapan Rizky yang terlalu ambigu. Sebagai jawaban Adel bergumam walaupun dalam hati jelas berbeda.

Hampir sepuluh menit Rizky tidak keluar juga, turun dari tangga dekat dapur itu yang hanya terlihat di tempatnya. Bosan, Adel bangkit berbalik menuju pintu utama kafe melangkahkan kakinya anggap saja ia perlu olahraga sekarang.

Sekarang dirinya berada di depan kafe bergaya modern itu, berbagai gantungan Adel tarik berjatuhan ke lantai.

"Ambil satu nggak papa, kan? Iya ambil aja gratis kok." Adel cekikikan berjongkok meraih gantungan bunga plastik.

"Nih, sekalian potnya." Sebuah tangan terulur ke depan Adel yang berhasil membuatnya memekik kaget. Dari tadi dirinya seperti orang gila baru sekarang ada yang peduli.

Bentar.

Suara serak dan berat sangat familiar di telinga, Adel mendonggak kaku menatap dalam garis wajah yang tidak pernah sekalipun berubah, masih tetap senyum lebarnya seolah tanpa beban di sana.

"Veron."

"H--hai..."

Pemuda berkaos distro itu mengulurkan tangan, membantu Adel berdiri. Netranya menyapu dari atas sampai bawah sedikit berubah ketika binar matanya berubah sendu.

Rizky dan Adelia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang