Malu

890 101 162
                                    

Safira menghentikan tindakan konyol Adel yang terus membenturkan keningnya ke tembok kamar. Ia menarik mundur lalu mendorongnya kuat ke ranjang.

"Duduk dulu, tarik napas, terus embuskan," ucapnya menenangkan Adel yang terus meracau. "Setelah lo di cium Kak Rizky lo gak perawan lagi gitu," tebak Safira.

Adel menatap tajam Safira.

"Sembarangan kalo ngomong! Ya, aku malu setelah adegan kiss tadi pagi aku langsung lari ninggalin dia," sahut Adel mengacak rambutnya.

Mengingatnya saja rasanya Adel ingin membenturkan kepalanya, suara tawa Rizky mendadak saat cowok itu melepaskan ciumannya dan berakhir dengan kata, "gue paling gak suka milik gue di sentuh orang lain, Bian udah hampir cium lo jadi lebih baik gue yang duluan."

Sudah dapat Adel tangkap mimik wajah Safira yang tidak percaya padanya seakan meragukan ke perawananya, padahal jelas hanya sebatas ciuman jika bisa lebih Adel harus berpikir dulu.

"Kalo boleh lo hati-hati sama dia karena gue takut," gumam Safira.

Keduanya duduk berhadapan, Adel menaikkan alisnya tidak mengerti. "Sebenarnya wajar juga calon suami aku itu cemburu, kan, aku cantik jadi gak pa-pa seperti yang pernah aku bilang ... kalo Kak Rizky ngajak aku nikah bakal aku terima."

Safira mendorong kening Adel sembari berteriak, "ini gue serius. Jiwa lo emang di ragukan. Kalo misalnya nanti ada ses---"

"Orang stress gak boleh ngomong sesama orang stress itu mulut kamu udah berbusa aku liat." Adel memotong cepat, meletakkan jemarinya di bibir Safira. "Bilang sama Bian makasih udah pernah mau cium aku, tanpa Bian aku gak tau kalo Kak Rizky ternyata se imut itu."

Sang lawan bicara tertawa sumbang. Dasar jiwa bucin Adel mulai berkoar dan wajahnya penuh lekungan sesekali gadis itu bergulungan.

"Menurut kamu setelah ini aku hamil nggak?"

Safira menegang.

"Bukannya lo bilang langsung lari pas selesai di cium Kak Rizky."

"Iya, aku lari apalagi pas dengar tawanya."

"Itu berarti lo gak bakal hamil, bego."

Adel mendengus kesal, "padahal tadi aku pengen hamil terus impian aku nikah sama calon suami tercapai."

Tahun ke tahun keduanya sering bersama membuat Safira hafal sikap Adel yang kelewat heboh hanya dengan sesuatu yang membuatnya bahagia bahkan melihat ia tersedak Adel tertawa tanpa pernah menolongnya, satu lagi dulu ia pernah jatuh dari motor bukannya menolong Adel justru tertawa ngakak.

Yang membuat Safira masih bertanya Adel gadis yang bisa menyembunyikan kesedihannya seakan haram jika ada yang tau.

"Gue mau tidur dulu. Besok senin, pr udah juga udah gue kerjain." Safira merebahkan tubuhnya lalu menarik selimut sebatas dagu, netra tajamnya masih menatap Adel yang seperti kurang waras.

"Pasti buku aku ud---"

"Iya, semuanya gue yang jawab.Cih, gak ada untungnya kalo temenan sama lo, Lia!" potong Safira.

Adel menyengir lebar. Selama ini bisa di bilang ia memanfaatkan Safira walaupun sebenarnya Safira juga melakukan hal sama, tapi sayang Adel lebih banyak bikin susah.

"Bian, itu kayaknya baik deh."

Safira mengernyit dengan ucapan Adel yang tiba-tiba.

"Baik gimana? Dia bertindak sesuka hati, orang seperti Bian itu emang harus gue tonjok nanti." Kedua tangan Safira terkepal, masih ingat perkataan Nadia saat menjelaskan tentang hal buruk Bian padanya. "Bian manfaatin gue," sambungnya.

Rizky dan Adelia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang