Kode

1.4K 198 318
                                    

JIKA SUKA VOTMET YA 🌟SELAMAT MEMBACA


"SANG BUCIN, DATANG!" Safira berteriak lantang. Saat netranya mendapati seseorang memasuki kelas.

Semua orang melongo, mendengar teriakan Safira yang kelewat heboh. Ia selalu memasang wajah jutek tapi sekarang lebih mirip melihat permen lolipop.

Adel meletakkan tasnya lalu duduk, sementara Safira mendekatkan kursinya kepada sang sahabat. Bersiap untuk memberikan rentetan pertanyaan.

"Kenapa lo bolos kemarin? Bahkan tanpa keterangan," ucap Safira.

Adel mendengus kuat. Ia malu mendengar kata 'bucin' apa tidak ada pujian untuknya, misalnya seperti ini 'primodana Dirgantara sudah datang, kangen banget, akhirnya primadona kita yang mirip Yerin datang juga."

Tapi lihat Safira malah... Adel tersenyum miris.

"Sekarang jawab pertanyaan gue!" bisik Safira penuh penekanan. Matanya melotot.

"Aku jatuh dari angkot." Adel menjawab ragu. Ia berbohong, tapi tak apa demi dirinya. Jika ia mengatakan ini gara-gara cowok brengsek itu pasti akan terjadi pertumpahan darah.

"Sejak kapan lo jadi kenek," ketusnya bersedekap.

Adel menegang. Ia memutar otaknya untuk menjawab apa. Adel menunduk memandang kaos panjang melekat di kakinya. Awalnya sedikit sakit mengingat kakinya yang di tendang Bian. Manusia tidak waras itu.

"Anu.... sebenarnya..." Adel membasahi bibirnya, "pas mau naik angkot aku langsung jatuh, terus kaki aku keseleo," jelas Adel menyengir.

"Masa?" Safira memiringkan wajahnya.

"Iya. Untung aja calon suami aku nolong, beruntungnya kemarin itu aku langsung ketemu camer, Fir. Kak Iki itu ya benar-benar romantis banget, aku di gendong sama dia," sahut Adel semangat. Pipinya merona merah mengingat kejadian saat berada di rumah Rizky.

Adel memang berbohong... tapi soal kakinya yang keseleo dan bengkak itu beneran. Safira mendelik tak suka, ia bangkit melangkah menuju barisan paling belakang, merapatkan kursi, lalu rebahan di sana. Mengabaikan protes mereka yang ingin duduk. Apa Safira kurang tidur? Sampai pagi ini dirinya masih mengantuk.

Tapi ada untungnya karena Safira tidak lagi bertanya hal yang aneh-aneh tentang kelanjutan kakinya. Adel melirik tas kecil di sisi kursinya kotak makan dari Bunda Rahma, pagi-pagi buta Bunda tersenyum bahagia sebab dirinya menerima kotak makan itu.

Setidaknya cara ini biar aku nggak ketemu Bian di kantin. Adel membatin. Untuk pertama kalinya ia kembali seperti anak TK yang membawa bekal padahal dulu ia selalu menolak Bunda Rahma menyerahkan kotak persegi itu.

"Sejak kapan lo bawa makanan?" Suara dari belakang tepat di telinganya membuat Adel tersentak kaget. Ia memutar kepalanya mendapat gadis berambut sebahu, Citra. Yang juga sahabatnya saat awal memasuki SMA.

"Emang kenapa kalo aku bawa makanan? Ada yang salah? Maaf ya, Centang. Ini makanan udah aku bikin susah banget," jawab Adel.

"Ya, ya, ya. Gue nggak tertarik makan murahan kaya gitu. Lebih baik seafood." Citra bertopang dagu. Tabiatnya memang sombong, tapi entah kenapa Adel dan Safira menerimanya. Jika sudah berhadapan dengan Citra harus sabar apalagi sikap angkuhnya.

Adel meraih tas Citra yang ada di atas meja, membukanya. Citra yang melihat itu tak protes ia mengamati kebiasaan Adel yang selalu punya penyakit pelupa.

"Aku pinjam buku latihan geografi kamu. Tadi lupa, biasa ngurus anak dulu."

Citra menganguk untuk merebut rasanya malas. Bel masuk pun berbunyi lima menit lagi di pastikan gadis itu tetap di hukum.

Rizky dan Adelia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang