Beng-Beng

2K 272 345
                                    

JIKA SUKA VOTMET YA 🌟 MAKASIH. SELAMAT MEMBACA





Adel tersenyum lebar, sesekali tangannya mengetuk meja. Ataupun melirik seseorang yang di sebrang kini tengah sibuk dengan laptopnya. Ini kali ya yang namanya jodoh. Saat memasuki kafe untuk kerja kelompok Adel sudah di suguhi pandangan luar biasa. Di tariknya tangan Safira untuk menuju meja nomor delapan itu.

"Ini beneran Kak Rizky?" tanya Adel, sadar atau tidak tangannya ingin menyentuh wajah itu. Tapi langsung di tepis gadis di sebelahnya.

"Jangan jadi bucin atau gue yang bakal pergi," bisik Safira. Di tatapnya kedua cowok yang kini terlihat bingung.

Rizky menaikkan alisnya. Oke, sebenarnya dari tadi dia sudah tau sahabat gadis penguntit itu menatapnya tak bersahabat bahkan sengaja mengibarkan bendera permusuhan.

"Tapi, Fira. Aku udah lama gak ketemu Kak Rizky. Seharusnya kamu dukung aku," sahutnya cemberut.

Safira mendelik, "Iya-iya, tapi setelah ini kita pulang." Dia kembali fokus dengan lembaran kertas sementara Adel sesekali kembali melirik Rizky.

"Gue kasih kesempatan. Bukan berarti tugas makalah kita berantakan," ketus Safira lagi melihat laptop yang di depan Adel terbuka.

Gadis itu menyengir lebah menunjukkan tampang bersalah. "Maaf, ini juga mau di buat."

Safira terdiam lama--- tunggu, dia merasa aneh. Seperti ada yang tertinggal beberapa detik matanya langsung melotot.

"Gimana kita mau buat makalah kalo bukunya ketinggalan di rumah," ungkap Safira menepuk jidatnya.

"Hah? Bukunya ketinggalan?" Adel heboh, dia juga ikut bingung.

Sebagai jawaban Safira hanya mengangguk pasrah, dia memilih bangkit dan mendekati lemari etalase yang tersedia kue. Setidaknya itu bisa menenangkan.

Rizky memandang ke arah lain. Sial! Dia tertangkap basah telah mengamati keduanya. Laki-laki yang di sisinya hanya asik memainkan ponsel.

"Kita pulang!"

"Nanti deh, gue masih lapar."

"Lo lapar, makanannya aja belum lo pesan," cibir Rizky.

Ari mendengus kuat dia menunjukkan wajah kesal, "Yang ngajak gue ke sini siapa? Lo sih kelamaan jomblonya. Di antara gue dan yang lain cuma lo yang belum punya pacar. Menurut gue nggak perlu cari pacar, lebih baik cari istri aja," balas Ari panjang lebar.

Ini lebih kesannya Rizky yang di sudutkan. Dia memutar otak untuk membalas ucapan Ari padanya. Tentu saja malu, apalagi ada gadis SMA yang memperhatikan mereka berdua.

"Hello, Kak Ari seharusnya malu sama diri sendiri dong! Udah punya calon kenapa gak langsung di ajak nikah. Haram hukumnya pacaran lebih baik langsung di halalin," protes Adel bijak.

Rizky menunduk menyembunyikan senyumannya. Tidak buang waktu untuk membalasnya dan sekarang sahabatnya itu menjadi salah tingkah.

"Dari pada dia belum punya," balasnya sambil menjulurkan lidah.

Keduanya saling menatap tajam. Rizky heran sejak kapan Ari seperti cewek PMS. Dasar!

Adel mengakhiri tatapannya pada Ari. Dia kembali menatap Rizky yang juga menatapnya.

"Aku punya sesuatu buat Kak Rizky... semoga suka! Ya, aku tetap maksa sih harus mau." Adel meraih tas sebahunya mengeluarkan sesuatu.

Rizky tertegun sebentar, dengan senyuman ia meraih cemilan ringan itu dari tangan gadis di depannya. Seketika netra itu berbinar.

"Khusus buat Kak Iki, beng-beng! Yang ada coklat, wafer, caramel. Emm ... apa lagi ya? Pokoknya itulah gak bikin sakit gigi kan? tanyanya menyengir.

Ari menahan napas, sadar jika dia menjadi obat nyamuk. Huuh-- apalagi melihat tatapan Rizky pada Adel membuatnya sedikit aneh.

"Ehem! Ada makhluk hidup di sini." Ari memukul meja pelan. Berusaha menyandarkan dua orang di dekatnya.

Adel menunduk malu, entahlah dirinya memang bukan cenayang yang bisa mengartikan tatapan itu tapi bolehkah dirinya jujur hatinya kembali menghangat.

Dua bulan adalah waktu yang lama atau singkat. Dirinya hanya ingin hal bahagia tanpa ada sebuah kekecewaan dan tangisan.

****

Safira meneguk ludah susah payah, ia lebih baik bertemu Papanya yang selalu ceramah jika bertemu daripada harus berhadapan dengan Adel.

"Kalo lo emang bahagia nggak usah juga lompat di kasur gue. Toh kan spreinya berantakan," kesal Safira.

Dia langsung menurut duduk di tepi kasur lalu menarik tangan Safira duduk di sisinya.

"Aku benar-benar bahagia sekarang. Ternyata semuanya senderhana, Kak Rizky itu hanya kepribadiannya saja galak. Sekarang aku udah tau selama ini dia gak suka cu---"

"Si tembok itu nggak suka karena lo selalu bertingkah heboh," potongnya cepat. "Satu lagi lo selalu bersikap agresif."

Adel mengibaskan rambutnya. Perjuangannya selama ini tidak sia-sia walaupun sebenarnya dia juga tak sepenuhnya mengerti arti tatapan Rizky padanya, tapi Rizky saat berada di kafe menerima beng-beng itu yang ada tulisannya Bukalah Hatimu!

"Dasar bucin." Safira berbisik sambil mendorong kening Adel.

"Seperti yang pernah aku bilang, aku ini bucin yang bermanfaat," belanya mengangat dagu angkuh.

"Asal lo bahagia jadi terserah. Halunya jangan terlalu tinggi nanti jatuh." Safira berucap pedas bangkit meninggalkan gadis itu sendirian.

~

Ari terus mencomot kue yang ada di piring sesekali ia melirik ke samping melihat wajah sahabatnya itu yang terus menatap dalam sesuatu di depannya.

"Sampai mata lo keluar dari tempatnya itu makanan gak bakal juga lari," cibirnya. Ia mencoba meraih cemilan itu namun langsung di tepis.

"Ini punya gue!"

"Well, sejak kapan lo suka makanan yang ada coklatnya?" tanya Ari.

Rizky berdehem, "Sejak tadi. Emang kenapa? Ada yang salah?" Ia tersenyum miring.

"Aneh ya di kira hati lo pintu apa sampai ada bukalah. Dasar cewek aneh, hati-hati nanti lo bisa longgar." Ari tersenyum miring, satu kakinya ia letakkan di atas meja. Mengabaikan decakan tak suka dari pengujung kafe. Ini kan kafe milik sahabatnya bukan miliknya sih, tapi anggaplah ini miliknya.

Rizky melemparkan kotak tisu lalu berucap, "Kenapa? Lo cemburu? Gue terima beng-beng ini, enak lho." Tangannya bergerak kiri kanan sambil menunjukkan tampang menyebalkan.

Seperti kebanyakan orang bilang hati tidak bisa berbohong. Ada debaran yang tak bisa di ucapkan, di satu sisi ada sesuatu yang membuatnya khawatir perkataan orang tuanya. Dan semoga itu tidak terjadi hanya karena dirinya kembali merasakan debaran itu terhadap gadis yang kelewat heboh dan agresif.

Rizky dan Adelia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang