Sejak kecil, Gian sudah terbiasa sendirian.
Kedua orang tuanya sibuk bekerja bahkan sampai tidak ada waktu untuknya. Gian jadi jarang berbicara pada siapa pun. Karena menurutnya, dia akan tetap sendirian. Sejak kecil, Gian selalu saja mengikuti kemauan orang tuanya.
Mamanya kerap memasukkannya ke berbagai macam les yang berhubungan dengan pendidikan dan Gian mengikuti tanpa mengeluh. Karena itu, nilai-nilai di sekolahnya pun bagus. Apa yang Gian inginkan akan terpenuhi, masa depannya pasti bagus. Gian sudah sangat tidak asing dengan kalimat-kalimat yang selalu dilontarkan orang-orang dewasa di sekitarnya.
Kala itu, umur Gian dua belas tahun. Untuk pertama kalinya, Gian menginginkan suatu hal tanpa disuruh oleh orang tuanya. Kala itu, ada festival musik yang dilakukan di suatu pusat perbelanjaan. Gian yang sedang berjalan bersama Mbak Lina, asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya langsung menghentikan langkah.
Saat itu, Gian dibuat termangu oleh sosok seorang anak laki-laki yang mungkin beberapa tahun lebih tua darinya sedang asik menabuh drum di perlombaan itu. Permainannya begitu keren hingga membuat Gian tidak mengalihkan pandangan sedetik pun.
"Aku mau belajar main drum," pinta Gian setibanya ia di rumah, menelepon Mamanya yang tengah dinas keluar kota.
Tidak menunggu waktu lama bagi Gian untuk segera belajar main drum. Karena untuk pertama kalinya, Gian punya keinginan sendiri. Gian jadi lebih banyak tersenyum—terutama saat ia sedang menabuh drum di perlombaan. Gian bahkan tidak peduli jika orang tuanya tidak hadir menontonnya di perlombaan itu.
'Selamat ulang tahun, Gian, semoga suka.'
Ulang tahun ke tiga belas tahun. Untuk pertama kalinya, Gian mendapat kado dari Papanya berupa drum stick. Walau hanya ucapan dengan surat, Gian senang bukan main. Selama ini, hadiah dari Papanya selalu benda-benda yang tidak begitu ia suka. Bahkan Papanya pernah memberikan kado yang sama saking lupa dan tidak pernah punya waktu untuk Gian.
Bagi Gian, drum stick yang sekarang ini sedang dipegang oleh Adhisti—dan dimasukkan ke dalam tote bag cewek itu sangat penting baginya. Meskipun sudah bertahun-tahun dan drum stick itu sudah terlihat tidak bagus lagi, Gian selalu membawa benda itu kemana pun ia pergi.
"Adhis, gue udah ikut rapat." ujar Gian saat rapat yang dengan terpaksa ia ikuti selesai.
"Iya, tahu. Makasih ya, Gi." balas Adhisti tanpa menengok ke arah Gian. Cewek itu sibuk membaca ulang hasil rapat hari ini.
"Sekarang balikin drum stick gue, Dhis." kata Gian sekali lagi.
Adhisti kemudian menoleh dan menatap Gian. "Drum sticknya gue yang pegang sampai acara selesai. Kira-kira tiga mingguan lagi lah,"
"Hah? Lo gila ya? Sabtu ini gue mau manggung."
"Gue tahu kalau Antares manggung, lo nggak pakai drum stick yang ini, Gi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Soundtrack : Somehow
Ficción General[Completed] Bagi Gian, tidak ada yang lebih spesial daripada Musik dan mungkin sedikit Adhisti.