12 - Rindu?

1.4K 261 35
                                    

Ah, gue nggak bisa konsen sama sekali.

Adhisti meletakkan pulpennya kembali di atas meja. Perempuan itu menggigigiti ibu jarinya—sebuah kebiasaan yang akan ia lakukan tiap ia merasa gusar akan sesuatu.

Kepalanya pusing. Tapi semua itu bukan disebabkan oleh acara yang akan dilakukan dua minggu lagi. Melainkan karena seorang Gianjar Galia Lazuardi. Lelaki bersuara berat itu sudah dua kali membuatnya bingung.

"Kalau gue tetep mau ketemu lo, apa boleh?"

Ternyata, pertanyaan Gian tempo hari itu belum cukup membuatnya pusing. Sifat Gian saat di klinik tempo hari—jauh membuatnya pusing.

Apa Gian juga menyimpan rasa kepadanya?

Tapi, masa Gian naksir gue juga sih? Nggak mungkin deh kayaknya.. tapi kenapa dia pegang tangan gue...

"Woi, Adhis!"

Adhisti terperanjat kaget saat Miranda tiba-tiba memukul meja—sehingga Adhisti kembali tersadar bahwa ia sedang berada di kantin bersama Miranda sejak tadi.

"Lo mikirin apaan sih? Dari tadi diem mulu,"

"Hah? Mikirin apa?"

"Yee, mana gue tahu. Kan yang bengon dari tadi itu elo,"

Adhisti hanya menyengir sembari membenarkan letak kacamatanya yang agak sedikit miring.

"Gian katanya sakit ya?" tanya Miranda tiba-tiba, membuat Adhisti kembali salah tingkah.

"Ka-kata siapa?"

Miranda mengernyitkan dahinya, "Dari Jo. Hari ini Gian masih nggak masuk. Terus katanya Kak Ayres yang ngasih surat sakit."

Adhisti mengangguk-anggukkan kepalanya. Sebenarnya, dia memang penasaran apakah hari ini Gian sudah masuk kuliah apa belum. Adhisti terlalu canggung untuk menanyakan kabar lelaki itu via whatsapp. Toh, Adhisti yakin, Gian tidak akan mau repot-repot untuk melihat ponselnya ketika sedang sakit.

"Serius deh, Dhis, lo kenapa sih? Ada masalah?"

"Hah? Gimana, Nda?"

Miranda berdecak, sudah keburu kesal melihat tingkah laku Adhisti yang tak biasa.

"Lo itu kenapa, Dhis? Kayak lagi banyak pikiran." ujar Miranda lagi.

Adhisti cepat-cepat menggelengkan kepalanya, "Gapapa, Nda. Gue cuma lagi kepikiran acara aja sih. Bentar lagi kan soalnya,"

"Iya sih, bener. Gue deg-degan sih." sahut Miranda. "Tapi tenang aja, inshaAllah sukses."

Adhisti tersenyum kecil—sekaligus merasa bersalah karena sudah menipu sahabatnya itu.

"Eh, Jo tuh sama Mika."

Adhisti menolehkan kepalanya ke belakang—dan menatap Joshua serta Mika yang baru saja berjalan memasuki kantin.

"Di sini ternyata," ucap Mika sembari duduk di sebalah Adhisti, "gue cariin dari tadi,"

"Emang kenapa, Mik? Ada urgent?" balas Adhisti.

Mika menggeleng, "Nggak ada sih. Emangnya sekarang gue boleh ketemu lo kalau lagi urgent aja, Dhis?"

Tidak seperti Mika yang terkekeh karena ucapannya sendiri, Adhisti, Joshua, dan Miranda terhenyak karena ucapannya barusan. Beda dengan Adhisti, Joshua dan Miranda merasa kalau Mika sedang mengambil langkah untuk mendekati Adhisti—lebih dari seorang teman.

Joshua dan Miranda saling melempar pandang. Miranda tersenyum miring lalu kembali menyeruput minumannya.

"Eh, nggak gitu, Mik. Kirain ada yang penting." kata Adhisti lagi.

Soundtrack : SomehowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang