10 - A special connection

1.4K 291 35
                                    

Ada pemandangan baru yang Gian lihat pagi ini di rumahnya. Pemandangan yang amat sangat jarang Gian lihat saat ia berada di rumah. Entah ini benar-benar pemandangan yang baru atau hanya Gian yang baru melihatnya.

Kedua orang tuanya sedang duduk bersama di meja makan.

"Gian,"

Gian menatap lurus ke arah Satrio yang beberapa detik lalu memanggilnya. Gian jelas tahu bahwa kehadiran mereka di meja makan itu bukanlah suatu hal yang harmonis.

"Gian, kita makan bareng dulu yuk?" timpal Mayang dengan wajah memelas dan senyuman tipis menghiasi wajahnya.

Gian akhirnya mengalah dan berjalan menghampiri kedua orang tuanya lalu duduk di sebalah Mayang. "Mau bahas apa?" tanya Gian.

Satrio dan Mayang saling pandang. Satrio kemudian berdeham lalu kembali terdiam. Sementara Mayang menggenggam tangan anak semata wayangnya itu.

"Papa sama Mama udah mutusin... kalau kita bakalan pisah, Gi.." kata Satrio pelan.

Gian tidak menunjukkan reaksi apa pun. Seolah ia sudah tahu apa yang sedari tadi ditutupi oleh orang tuanya. Entah kenapa, Gian tidak terkejut sama sekali mendengar itu.

Gian tiba-tiba beranjak dari duduknya sehingga membuat pandangan kedua orang tuanya mengarah padanya. "Udah kan? Itu aja? Aku mau balik ke kost."

"Gianjar,"

Gian menghentikan langkahnya saat ayahnya itu memanggilnya dengan lengkap. Gian hanya diam di posisinya tanpa berniat untuk kembali menatap Satrio.

"Papa harap kamu bisa dengan bijak mau pilih ikut yang mana. Papa atau Mama kamu." kata Satrio.

"Mama harap kamu ikut sama Mama, Nak..." tambah Mayang.

Satrio mendengus, "Kamu bahkan nggak pernah becus ngurusin Gian. Sekarang, kamu minta dia ikut kamu?"

"Kamu pikir, kamu itu papa yang baik buat Gianjar?!"

Gian memejamkan matanya dan mengepalkan tangan dengan kuat. Tanpa menunggu lama lagi, Gian berderap menuju pintu dan membantingnya keras-keras, sehingga Satrio dan Mayang tersentak dan menutup mulut masing-masing.

Gian bahkan tak mengindahkan perkataan Mamang yang memanggilnya dan segera melaju pergi dengan mobilnya.

Gian tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya. Bertahun-tahun Gian diabaikan tanpa diberi kehangatan keluarga yang sewajarnya—dan sekarang, mereka baru bisa bertindak sebagai orang tua? Yang benar saja.

-ooo-

Adhisti menguap dengan lebar dan menjauhkan pandangannya dari laptop. Tugas kuliah yang deadline dan juga tugasnya sebagai penanggung jawab bidang infokom membuatnya lelah.

Adhisti membuka kacamatanya dengan mengusap pelan matanya yang lelah karena sedari pagi memandangi layar laptop. Gadis itu melirik ke arah jam dinding yang ternyata sudah menunjukkan pukul sebelas pagi.

Adhisti kemudian merebahkan tubuhnya ke atas kasur dan menatap langit-langit kamar kostnya. Begitu bangun pagi tadi, Adhisti bahkan tidak sempat sarapan karena langsung membuka laptopnya dan mengerjakan tugas.

Getaran ponsel yang menimbulkan bunyi di atas meja belajarnya membuat Adhisti menoleh ke arah benda itu dan segera menatap layar ponsel dengan bingung.

Gianjar is calling.

"Hah? Tumben banget nelepon..." gumam Adhisti lalu segera mengangkat telepon itu. "Halo—"

"Gue di depan,"

"Depan? Depan mana?"

"Kostan lo lah? Mana lagi,"

Soundtrack : SomehowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang