Gian memarkirkan mobilnya di pekarangan kost Pak Agung dan buru-buru menaiki tangga ke lantai dua.
"Gi,"
Gian menolehkan kepalanya ke kamar Ayi setelah suara pria itu menyapanya dan mengurungkan Gian untuk membuka kunci pintu kamarnya.
"Dari mana? Jam segini baru balik," tanya Ayi.
Gian melirik jam tangannya, jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Sepulang dari makan malam bersama Adhisti, Gian langsung mengantarkan perempuan itu ke kostnya.
"Dari Bekasi," jawab Gian akhirnya.
Ayi terengah sejenak, "Tumben,"
Gian kembali terdiam dan menggaruk tengkuknya yang entah benar-benar gatau atau tidak. Gian memang belum menceritakan masalah orang tuanya yang akan bercerai kepada Antares.
"Iya, ada sesuatu tadi." jawab Gian lagi lalu kembali memutar kunci yang sudah tergantung di pintu.
"Sama Adhis?" tanya Ayi lagi.
"Bang, lo kenapa sih nanya-nanya mulu?"
Ayi tergelak. Sejujurnya, menggoda Gian yang tengah dekat dengan Adhisti itu menjadi hobi barunya.
"Kepo gue," kata Ayi.
Gian mendengus tapi tersenyum kecil. "Bang Brian sama Bang Wira mana? Kok tumben sepi,"
"Hadeh, capek banget gue seharian di lab. Mana ngantuk lagi,"
Gian dan Ayi dengan kompak menoleh ke arah tangga—menemukan Brian dan Wira yang berjalan di belakangnya sedang menaiki tangga dan tiba di lantai dua.
"Tuh, panjang umur." tutur Ayi.
"Hah? Kenapa?" sahut Brian dengan wajah bingung.
"Gapapa. Lembur di lab, Bang?" tanya Gian.
Brian menghela napas kasar, "Nggak usah lo tanya, Gi. Pengen mandi abis itu tidur deh gue." katanya sembari masuk ke dalam kamar tanpa ada niat untuk melanjutkan konversasinya dengan teman-temannya.
"Eh, Gi, event TI tuh kamis besok kan? Leo belum kabarin kita manggungnya hari apa," kata Wira.
"Paling malem minggu, Wir." Ayi yang menjawab.
Wira mengangguk-angguk, "Oke deh. Gue juga mau langsung tidur, ngantuk banget."
"Tumben langsung tidur," gumam Gian.
"Namanya juga lagi capek banget, Gi. Lo juga buruan mandi abis itu tidur. Eh nggak usah mandi, lo kan baru sehat." sahut Ayi.
"Duh, Bang Ayi, gue tuh udah sehat. Bawel amat deh," balas Gian lalu masuk ke dalam kamarnya setelah mendengar Ayi terkekeh.
Gian mendengar pintu kamar Ayi tertutup dan Gian terdiam untuk beberapa saat di belakang pintu.
Sejujurnya, Gian benar-benar sangat sedih atas perceraian orang tuanya. Belum lagi saat mendengar perkataan ayahnya yang akan pindah ke Amerika. Di sisi lain, Gian juga bersyukur akhirnya mereka berpisah. Dengan begitu, mereka tidak akan pernah ribut-ribut lagi ketika Gian pulang ke rumah.
Pulang ke rumah.
Gian tiba-tiba termenung. Sebenarnya, rumah seperti apa yang ia cari? Rumah yang ramai? Rumah yang sepi? Atau malah—ada yang menunggu ketika ia pulang ke rumah?
Jika orang tuanya berpisah, maka di rumah itu hanya akan ada mamanya—bersama Mamang dan Yati. Apakah mamanya akan kesepian—seperti yang ia rasakan dulu?
Gian menghela napasnya dan menatap lantai yang ia pijak untuk beberapa saat. Gian kemudian membalikkan tubuhnya, membuka pintu dan berjalan menuju kamar Ayi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soundtrack : Somehow
General Fiction[Completed] Bagi Gian, tidak ada yang lebih spesial daripada Musik dan mungkin sedikit Adhisti.