Mobil honda jazz hitam milik Gian berhenti tepat di depan kost berpagar putih, tempat Adhisti tinggal selama kuliah.
Adhisti menghela nafas lega saat ia tiba di kostan tepat sebelum pagar kost di kunci. Soalnya, kost Adhisti ini sangat ketat sekali dalam peraturan dan pagar kost dikunci tepat jam sepuluh malam.
Adhisti kemudian turun dari mobil Gian dan membuka pagar kost. "Makasih ya, Gi." ucap Adhisti setelah itu.
Gian hanya menganggukkan kepalanya lalu kemudian memberikan dua tas kamera dan satu tas yang berisikan tripod kepada Adhisti.
"Nih, lo aja yang pegang semuanya. Gue takut lupa." kata Gian.
Adhist menatap Gian tak percaya lalu menggeleng-geleng pelan sambil berdecak kecil. "Bener-bener ya lo, Gianjar."
Gian tersenyum miring lalu berjalan kembali ke mobilnya. Adhisti hanya menatap cowok itu dari tempatnya berdiri—dari dalam pagar.
"Gian," panggil Adhisti tiba-tiba sebelum cowok itu benar-benar masuk ke dalam mobilnya.
Gian tentu langsung mengurungkan niatnya itu dan memutar tubuhnya, memandangi Adhisti yang barusan memanggilnya.
"Lo itu nggak sendirian loh, Gi. Lo itu lumayan seru diajak ngobrol." ujar Adhisti. "Coba deh pelan-pelan, runtuhin tembok di sekitar lo itu. Banyak banget yang pengen jadi temen lo, Gi."
Gian termangu sejenak setelah mendengar ucapan Adhisti. Belum pernah ada yang mencoba mengatakan itu kepada Gian. Bahkan anggota Antares sekali pun.
Adhisti menyembulkan senyum lalu mengangguk kecil kepada Gian yang masih diam di tempatnya. Melihat Gian tak kunjung mengucapkan sesuatu, Adhisti memutar tubuhnya dan berniat untuk masuk ke dalam kost.
"Adhis,"
Karena sahutan barusan, Adhisti malah mengurungkan niatnya dan menoleh untuk menatap Gian.
"Ngaku deh," lanjut Gian.
Adhisti mengernyitkan dahinya, "Ngaku apaan?"
"Lo tuh naksir gue kan?"
Adhisti mendengus mendengar ucapan Gian sehingga membuat cowok itu tersenyum miring lagi.
"Ngimpi lo! Udah ah, thanks ya tebengannya. Hati-hati." kata Adhisti.
Gian lalu masuk ke dalam mobilnya dan setelah menekan klakson mobil, Gian lalu meninggalkan tempat itu.
Adhisti kemudian berjalan menuju kamarnya dan mengunci pintu setelah ia masuk ke dalamnya. Adhisti mendesah panjang. Melihat apa yang terjadi di rumah Gian tadi, membuat Adhisti jadi mengerti kenapa Gian selalu bersikap ingin sendirian sejak SD.
Adhisti jadi teringat saat ia makan nasi goreng dengan Gian tadi. Malam ini, ia melihat Gian tersenyum lebih banyak dari hari-hari sebelumnya. Biasanya, Gian itu sangat pelit dalam hal tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soundtrack : Somehow
Художественная проза[Completed] Bagi Gian, tidak ada yang lebih spesial daripada Musik dan mungkin sedikit Adhisti.