23 - Everything But The Truth

1.2K 226 45
                                    

Untuk pertama kalinya selama Gian tinggal di rumah indekos ini, Gian merasa sangat tidak nyaman.

Kali ini bukan karena kejahilan Brian melainkan karena kemarahan Brian terhadap masalah yang ditimbulkan oleh Leo dan Ayi. Brian adalah orang yang paling merasa kecewa dan sekarang sedang tidak dalam kondisi terbaiknya.

Samar-samar, Gian dapat mendengar Brian yang lagi-lagi mengamuk pada Ayi di luar sana dan Wira yang berusaha untuk membujuknya. Tapi sepertinya, usaha Wira itu gagal dan ia kembali masuk ke dalam kamarnya.

Situasi ini sedikit mengingatkannya pada keadaan rumah-sebelum mama dan papanya bercerai dan saat ia masih tinggal di sana. Dan Gian tentu sangat membenci hal itu. Kalau boleh memilih, Gian lebih senang Brian mengusilinya atau mengganggunya saat makan indomie daripada melihat Brian marah-marah seperti ini.

Gian sudah siap-siap untuk pergi-walau ia tak tahu kemana, yang jelas, ia tidak ingin tinggal lebih lama di sini karena tidak tahan dengan suasananya. Sambil menyandang ranselnya, Gian menuruni tangga lalu menekan tombol yang ada di kunci mobilnya.

"Mas Gian,"

Langkah kaki Gian terhenti ketika Mas Riki-penjaga kosan ini menyapanya. "Iya, Mas Riki?"

"Ada tamu untuk Mas Gian. Lagi nungguin di ruang tamu."

Dahi Gian mengernyit heran. Tamu untuknya? Siapa? Gian merasa tidak sedang menunggu seseorang. Dengan perasaan yang bingung, Gian tetap saja berjalan ke dalam ruang tamu setelah mengucapkan terima kasih kepada Mas Riki.

Gian terperangah saat ia mendapati tamu yang dimaksud oleh Mas Riki adalah mamanya, Mayang. Seolah menyadari kehadiran anak semata wayangnya itu, Mayang menoleh dan tersenyum sumringah melihat anaknya di ambang pintu.

"Mama," sapa Gian lebih dulu lalu berjalan mendekati Mayang. "Mama ngapain di sini?"

"Pengen nengokin anak mama lah?"

"Sama siapa?" tanya Gian lagi sambil mengedarkan pandangannya ke luar ruangan, berharap menemukan sosok Pak Amat, supir Mayang yang selalu mengantarnya setiap bepergian.

"Sendirian,"

"Kok sendirian? Pak Amat?"

Mayang terkekeh pelan lalu mengusap lengan Gian dengan lembut. "Hari ini mama mau quality time sama kamu. Boleh?"

Gian tersenyum, "Boleh. Kebetulan aku nggak mau kemana-mana."

"Loh? Bukannya kamu mau pergi tadi?"

"Iya," balas Gian sembari mengajak Mayang keluar rumah. "Tapi tanpa tujuan. Kunci mobil Mama mana?"

Mayang memberikan kunci mobilnya kepada Gian lalu mendongak untuk menatap ke arah lantai 2.

"Temen-temen band kamu mana? Mama pengen ketemu deh."

"Bukan sekarang Ma," Gian menipiskan senyumnya lalu menatap Mayang lagi. "Yuk. Kita mau kemana?"

"Kemana aja yang penting quality time."

-ooo-

Gian sebenarnya bukan orang yang suka menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan. Hanya saja, untuk hari ini, Gian akan menjadikan itu sebuah pengecualian. Gian tidak tahu harus mengajak Mayang kemana. Karena itu, Mayang lah yang berinisiatif untuk mengajak Gian ke Plaza Senayan.

"Kapan ya terakhir kali kita jalan-jalan ke mal kayak gini, Gi?" tanya Mayang sambil mengamit lengan Gian.

Gian berusaha mengingat tapi pada akhirnya dia tetap lupa. "Udah lama banget, Ma."

Soundtrack : SomehowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang