Adhisti menyeruput es kopi-nya dalam diam sembari memandangi Miranda dan Reza yang seperti biasa—selalu mendebatkan hal yang tidak penting.
Saat ini, Adhisti dan teman-teman kepanitiaannya itu sedang berada di ricon. Awalnya sih, ingin mengerjakan tugas sambil membicarakan acara ulang tahun TI yang akan diadakan seminggu lagi.
Tapi nyatanya, yang benar-benar mengerjakan tugas saat ini hanyalah Joshua dan Mika. Sementara tugas Adhisti sendiri sudah rampung—dan perempuan itu hanya sibuk dengan laptopnya lalu sekali-kali tertawa melihat Miranda dan Reza. Belum lagi Dimas yang sedikit-sedikit mengeluh pusing atau mengantuk karena tugas yang tidak benar-benar ia sentuh.
Ada yang kurang dari kelompok kepanitiaan itu. Iya, tidak ada Gian di dalamnya. Sejak tadi malam, Gian tidak terlihat di group chat mereka.
Gian memang tidak seberisik Reza atau serespon Mika di dalam group chat tersebut. Tapi, Gian akan selalu muncul ketika namanya dimention. Melihat Gian tidak muncul dan menyahut sedikit pun, membuat cowok itu jadi tema perbincangan siang ini.
"Dia kan ikut karena dipaksa sama lo, Dhis." sahut Dimas. "Pasti dia ngerasa males juga karena ikut ini kan terpaksa juga,"
"Gian bukan orang yang kayak gitu," balas Adhisti sambil meletakkan kembali gelasnya yang sudah kosong.
"Gue setuju sama Dimas, Dhis. Dia males kali." Reza ikut menimpali.
"Gue sih setuju sama Adhis. Mungkin dia nggak ada paket atau hapenya rusak. Ayolah, guys. Positive thinking." ujar Miranda.
"Seorang Gianjar nggak ada paket? Nggak mungkin!" sahut Reza tak mau kalah.
"Hmmm, bener juga sih? Kalau lo yang nggak ada paket, baru wajar."
"Heh, Miranda."
Miranda tergelak dan Reza hanya mendengus lalu kembali mengusik cewek itu.
"Gian hari ini juga nggak masuk kelas." ucap Joshua akhirnya—setelah sedari tadi tidak berbicara satu kata pun.
"Kenapa lo nggak bilang dari tadi sih, Joshua oh Joshua?!"
Joshua mendelik sebal kepada Dimas lalu berdeham dan menutup laptopnya karena tugasnya sudah rampung. "Gue kan lagi ngerjain tugas, nggak kayak lo, males-malesan. Gian jarang banget absen kayak hari ini. Mungkin dia sakit."
Adhisti tertegun dan menatap Joshua lama. Di antara teman-temannya itu, hanya Mika yang sadar dengan ekpresi cemas di wajah Adhisti. Seketika ia terlihat gusar. Mika masih terus memperhatikannya hingga Adhisti beranjak dari duduknya sambil mengambil tasnya.
"Mau ke mana, Dhis?" tanya Miranda.
"Ng, gue lupa hari ini ada janji," jawab Adhisti.
"Ke mana? Gue anter," sahut Mika sambil merapikan barang-barangnya.
"Nggak usah!" sergah Adhisti cepat. "Gue bisa sendiri, Mik. Gue buru-buru. Duluan ya, guys!"
Kelima teman-temannya yang ditinggalkan itu hanya terdiam sambil menatap kepergian Adhisti—hingga sosoknya tak terlihat lagi.
"Sabar ya, Mik." sahut Reza menyudahi kesenyapan itu. "Cinta beda agama itu emang sulit, Mik."
"Boro-boro," kata Miranda. "Adhis juga kayaknya nggak sadar kalau Mika naksir dia."
Mika terkekeh pelan, "Apaan sih lo pada,"
"Udah, Mik. Lo sama temen gereja lo aja tuh. Siapa namanya, Jo? Yang anak hukum bukan sih?"
"Jovita?" sahut Joshua membalas perkataan Dimas.
"Nah iya tuh, si Jovita. Cakep. Sikat aja, Mik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Soundtrack : Somehow
General Fiction[Completed] Bagi Gian, tidak ada yang lebih spesial daripada Musik dan mungkin sedikit Adhisti.