Wulan melangkah keluar dari ballroom dengan bibir tersenyum puas. Diedarkannya pandangan ke parkiran yang sesak oleh kendaraan roda empat. Namun yang dicarinya sepertinya tak ada. Masa sih gak ada, kan baru keluar tadi.
Sekonyong-konyong seseorang memukul pundaknya dengan keras.
"Mencariku, bitch? Sudah kuduga."
Wulan terkesiap namun ia berhasil mengontrol emosinya. Ia membalikkan badannya dan melihat Mia sedang berdiri di depannya dengan retinanya yang semakin menggelap.
"Oh bumil. Jangan geer, gue lagi nunggu pacar gue."
"I don't believe you, dasar cewek gatel! Perebut laki orang."
Wulan terkekeh mendengar umpatan Mia." Laki lo? Yakin dia masih mau sama lo? Sedari tadi dia lebih memilih bersama gue atau teman-temannya daripada sama lo? Dia itu gak nganggap lo."
Dada Mia berkedut nyeri. Perkataan Wulan semakin menambah nyeri luka di hatinya.
"Brengsek, dasar cewek kurang ajar." Mia mengangkat tangannya ingin menampar Wulan tapi Wulan menahan tangannya di udara.
"Lo itu lagi hamil, salah gerak dikit aja kandungan lo bisa kena." Wulan menurunkan tangan Mia yang keras itu ke bawah. Lanjutnya," sedari awal gue emang gak naksir laki lo. Gue cuman penasaran aja dia type setia gak sama istrinya? Ternyata gak tuh. Kasihan banget lo."
Mia tertawa melengking," Lo pikir lo bisa ngelabuin gue? Dari gerak gerik tubuh lo aja gue bisa tahu kalau lo naksir laki gue." Mia menjeda ucapannya menunggu reaksi wajah Wulan yang berubah gelap .
Lanjutnya,"Gimana kalau gue teriak aja, biar teman sekampus lo tahu kalau lo pacaran sama laki orang." Mia meledek Wulan dengan nada nyinyirnya." Wulan yang cantik dan populer ternyata mainannya laki orang. Gak laku sama bujangan." Mia tersenyum puas.
Wulan menggeram. Tangannya terkepal kencang." Ini belum berakhir, lo bakal nyesel udah nantangin gue."
"I can't wait to see!" Ledek Mia.
Wulan memelototi Mia yang dibalas Mia serupa. Wulan berlalu pergi. Namun saat melewati Mia, ia menyenggol bahunya kasar. Mia oleng ke samping namun untungnya ia tidak terjatuh. Mia meringis sembari memegangi perutnya yang terasa sedikit ngilu karena guncangan tadi.
"Arrgh sakit ..."
****
Feri kelabakan mencari Mia, yang baru disadarinya tak ada di ballroom sejak tadi. Ia terlalu asyik mengobrol dengan teman temannya hingga mengabaikan keberadaan Mia. Namun di sisi lain, ia merutuki sikap kekanakan Mia yang pergi begitu saja tanpa mengabarinya. Masih saja dia seperti itu. Apa kejadian di mal itu akan terulang lagi. Siall!
Feri menelpon ponsel Mia. Tak jua diangkat. Tak putus harapan, Feri kembali menelponnya. Dering kedua, baru Mia mengangkatnya.
"Hallo.. kamu di mana? Kenapa pergi gak bilang dulu sama aku? Kamu anggap aku apa?Kalau memang tak suka berada di sini, kenapa tak bilang?" Kata Feri dengan suara datar, tapi sarat kemarahan.
"Mas, aku lagi pengen makan sate di luar gedung. Enak banget. Bawaan debay.."
"Kamu kan bisa ngasih tahu aku. Aku pasti nganter kamu."
"Kamu lagi sibuk ama teman-teman kamu. Aku di sini gak kemana-mana kok!" Mia mengucapkan itu dengan nada riang, seakan tak tersinggung dengan perkataan Feri barusan, walaupun kenyataanya hatinya seperti dicabik-cabik.
"Tetep aja .."
Klik!
Mia memutuskan telponnya tak berminat mendengar ocehan Feri lagi, yang pasti akan terus memarahinya. Ia mengusap air matanya yang sedari tadi terus menetes.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Kawin Muda
RomanceGara gara kepergok sedang berduaan dikamar, Feri(21thn) mesti menikahi kekasihnya Mia(18thn). Mereka setuju saja menikah karena mengira rumahtangga mereka akan baik baik saja karena mereka saling mencintai. Namun siapa kira cobaan hidup sebenarnya d...