Entah berapa lama Mia tertidur, karena saat ia bangun, lampu kamarnya sudah menyala.
Melirik ke samping ranjang, Mia melihat ada semangkuk soto tertutup plastik wrap di atas meja nakasnya. Meski dingin, tapi wanginya tercium tajam menggugah selera makannya. Sepertinya Feri membeli soto itu karena mengira ia sedang ngidam.
Mendadak Mia lemas saat mengingat obrolan mamahnya dengan Feri tadi,
"Rasanya tidak pantas seorang menantu meminta suaminya supaya menjual aset mertuanya. ini baru pernikahan berapa bulan, bagaimana dengan tahun-tahun selanjutnya. Lama-lama abis aset kita dijualin dia. Awasi lagi Fer kelakuan istri kamu sebelum dia bertindak di luar batas."
Mia memejamkan matanya sedih. Maafkan Mia, Mah. Mia tak bermaksud seperti itu.
Mia membuka matanya dengan nyalang. Nafasnya memburu. Ini semua gara-gara Alea. Dia yang memberinya saran itu.
"Lo kenapa sih belum punya rumah sendiri? Emang enak tinggal bareng mertua gitu? Kenapa gak minta dibelikan rumah aja? Feri itu punya banyak uanh. Lo minta aja Feri buat jual toko onderdilnya buat beli rumah. Biar lo bebas ngapa-ngapain ama Feri."
Mia mengepalkan tangannya kencang. Seandainya saja ia tidak terpengaruh ucapan Alea dan membiarkan semua berjalan sebagaimana takdir membawa mereka, mungkin mereka tidak akan bertengkar seperti ini. Bahkan ia tak perlu merasa canggung pada kedua mertuanya. Sekarang ia harus bagaimana? Ia malu bertemu kedua mertuanya itu. Mereka pasti kecewa padanya lalu meminta Feri memutuskan hubungan dengannya.
Oeekk! Oekk!
Bergegas Mia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan cairan bening di wastafel. Rasanya pahit dan tidak enak.
Mia meluruh lemas di lantai kamar mandi. Seperti inikah rasanya hamil? Tidak enak sekali.
Selesai membersihkan diri, Mia keluar kamar mandi dan berganti pakaian. Ia kembali membuka ponselnya. Tak ada pesan apapun dari Feri. Ke mana dia malam malam begini? Kenapa dia tega meninggalkan Mia seorang diri? Apa Feri benar-benar akan meninggalkannya?
Pusing dengan pemikirannya yang selalu berpikiran negatif, Mia memilih memakan sotonya sampai habis karena perutnya yang belum diisi dari siang kini berteriak emosi. Selesai makan, ia bermaksud ke dapur untuk mencuci mangkok tersebut. Tapi langkahnya terhenti di tengah tangga saat melihat ruang tamu yang ramai. Ternyata Feri ada di rumah. Tampak pula Deden, Jaka dan Wulan yang sedang asyik mengobrol dengan kedua mertuanya dengan akrab. Mendadak dada Mia terasa berdenyut, nyeri.
Kenapa Feri membawa Wulan ke rumah? Bukankah dia tahu aku ga suka dengan kehadiran Wulan, bahkan mereka pernah bertengkar gara-gara dia?
Lama Mia memperhatikan bagaimana interaksi antara Wulan dengan kedua mertuanya, yang terlihat akrab sekali. Bagaimana manjanya Wulan saat berbicara kepada Feri seakan mereka saling memiliki. Sungguh memuakkan! Lalu bagaimana Deden dan Jaka meledek Wulan, cakep cakep ga laku, namun dibalas Wulan dengan candaan, katanya jodohnya masih dijagain orang? Kamu menginginkan jodohku, ciih.
"Kuenya enak banget. Pinter bikin kue ya."
Wulan tersipu," biasa aja kok, Mah. Banyak yang lebih pinter dari Wulan. Masakan Wulan belum ada apa-apanya dibanding masakan mamah "
Widia tertawa," suka merendah kamu ya!"
Mia meringis, bahkan Mia saja tidak bisa seakrab itu dengan mertuanya? Apa mungkin ia memang tidak pantas bersanding di sisi Feri? Atau jangan-jangan mamah sengaja ingin mendekatkan Feri dengan Wulan?
Nyut! Nyut!
Perut Mia melilit seperti diremas-remas. Apa sang jabang bayi merasakan itu juga. Mia merasa sedih dan juga bahagia. Perasaan ini sangat aneh.
![](https://img.wattpad.com/cover/214512724-288-k665027.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Kawin Muda
Roman d'amourGara gara kepergok sedang berduaan dikamar, Feri(21thn) mesti menikahi kekasihnya Mia(18thn). Mereka setuju saja menikah karena mengira rumahtangga mereka akan baik baik saja karena mereka saling mencintai. Namun siapa kira cobaan hidup sebenarnya d...