Mia tersentak bangun dari tidurnya saat ia merasa ada yang menendang perutnya dengan kencang. Mia mengusap perutnya pelan, seraya berkata.
"Sabar sayang, sebentar lagi ayahmu pulang. Nanti mamah akan memberitahu ayah kalau kamu pengen dielus,"
Yeah, perutnya senantiasa berkedut membuat Mia sering terkesiap geli. Disaat seperti ini Mia sangat mengharapkan kehadiran Feri untuk mengusap usap perutnya. Sayang, sejak semalam Feri tidak kunjung datang. Bahkan dari mamah Widia, Mia baru tahu kalau Handoko pun tidak pulang semalam. Mamah mengatakan kalau Feri dan papah menginap dirumah Feri yang baru.
Lagi, Mia merasa kesal. Rumah baru itu harusnya ia yang merawanin tidur disana. Ini malah Feri dan papah, seakan kehadirannya tidak penting sama sekali. Fyuuh.. ! Sabar Mia, jangan terbawa emosi. Bisa bisa kalian bertengkar terus kalau selalu tersulut emosi. Kamu harus mengalah, ok! Demi keutuhan rumahtangga kalian berdua.
Mentari sudah mengintip malu malu dari balik awan berselimut putihnya ketika Mia membuka jendela kamarnya. Kehangatannya membuat Mia ingin berjemur. Ia melangkah menuju balkon kamarnya dan menatap jalanan depan perumahannya yang lengang. Hanya terlihat satu kendaraan terios seperti milik papah mertuanya yang sedang diperiksa security depan pos. Mia senang sekali akhirnya papahnya pulang. Namun saat mobil terios itu melewati rumahnya, harapannya mencelos kembali. Feri tidak pulang juga!
Kamu dimana, Mas? Kenapa belum juga pulang? Segitu marahnya kamu sama aku sampai kamu gak mau pulang? Apa kamu gak inget aku sama anak kamu? Hiikss.. Padahal dulu kamu janji akan selalu membahagiakan aku? Kita bahkan baru menjalani rumahtangga ini belum genap 1 tahun tapi kamu sudah meninggalkanku seperti ini. Pulang dong, Mas. Aku janji tidak akan mengobrol dengan Deden lagi. Hiikkss...
Entah berapa lama Mia menangis di balkon. Sejurus kemudian Mia memasuki kamarnya kembali dan bergegas ke lantai bawah. Ia akan menunggu di sofa ruang tamu. Siapa tahu sebentar lagi Feri pulang. Dan Feri akan senang karena ia yang pertama menyambutnya.
Mia duduk tak bergerak dengan pandangan nyalang ke depan. Ia bahkan lupa belum makan, mandi ataupun minum. Ia hanya ingin menunggu Feri. Ia yakin sebentar lagi Feri pulang.
Tik tok.. tik tok...
Waktu berlalu tanpa terasa. Namun yang ditunggu belum juga datang. Mata Mia mulai lelah, perutnya mulai keroncongan. Tapi Feri belum juga datang. Perlahan airmatanya mulai menganak sungai di pipinya. Sampai akhirnya ia terisak isak.
"Sayang, udah dong! Jangan nangis terus. Bentar lagi Feri pulang kok."
Mia menggeleng. Ia terisak isak." Mas Feri gak pulang juga. Mas Feri marah banget sama Mia. Dia udah gak mau ketemu Mia lagi. Dia udah ngelupain Mia sama babynya. Huwaaa..."
Widia yang mendengarnya pun sampai tak kuasa menahan air matanya. Ia merutuk Feri dalam hati, awas kalau kamu pulang, Feri! Kamu udah bikin mamah nangis juga.
"Gak kok. Feri emang lagi ada kerjaan. Dia ga marah sama Mia, cuman emang ga sempet aja kabarin Mia! Dia bilang gitu sama mamah."
Tangisan Mia makin jadi, membuat Widia kembali panik dan bingung. Kenapa tangisannya semakin jadi sih?
"Mia, kenapa kamu malah makin kenceng nangisnya? Harusnya kamu seneng berarti Feri baik baik saja. Dia tidak kemana mana, sayang!"
"Kenapa ke mamah dia selalu sempet ngabarin, tapi ke Mia nggak? Emang mas Feri udah ga nganggap Mia lagi? Beneran kan dia marah banget? Mas Feri pasti mau nyerein Mia. Huaaa..."
Tuh kan salah lagi. Feriiii.... cepet pulang..! Mamah pusing.
"Sayang, tenang dong. Pamali, jangan dikit dikit bilang cerai. Kalau Mia nangis terus, nanti debaynya juga cengeng. Emang Mia mau anaknya cengeng?" Kata Widia menakut nakuti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Kawin Muda
RomanceGara gara kepergok sedang berduaan dikamar, Feri(21thn) mesti menikahi kekasihnya Mia(18thn). Mereka setuju saja menikah karena mengira rumahtangga mereka akan baik baik saja karena mereka saling mencintai. Namun siapa kira cobaan hidup sebenarnya d...