Bad liar!

3K 71 2
                                    

Feri meletakkan kembali kunci inggrisnya ke kotak perkakas. Ia baru saja rampung menservis kendaraanya sendiri. Hobinya yang senang mengotak atik kendaaran membuatnya memilih kuliah jurusan tehnik mesin. Mentari sudah beranjak naik. Itu artinya Feri sudah lama bercumbu dengan kendaraannya karena ia memulai aktivitasnya selepas subuh.

Sembari menyeka keringat dari dahinya, Feri menghampiri mamahnya diruang makan.

"Mah, lihat Mia gak? Dari tadi gak lihat dia nyamperin Feri."

Widia menunjuk ke dapur dengan wajah ketus." Dia di dapur, lagi ngehancurin bahan makanan terus."

Feri terkesiap, ia auto berlari menuju dapur. Ia khawatir Mia benar benar menghancurkan dapur kesayangan mamahnya. Namun  ia menghela nafas lega saat mendapati Mia sedang memetik sayuran dengan bibir cemberut. Menyadari kedatangannya, Mia mengangkat kepalanya dan tersenyum saat Feri mendekat.

Feri tersenyum simpul." Duh istriku rajin banget pagi pagi udah masak. Jadi makin cinta deh.."

Bukannya tersanjung mendengar ucapan Feri, Mia malah berkaca kaca membuat Feri panik." Sayang, kamu kenapa nangis?"

Mia menunjuk tempat sampah disampingnya. Feri terperangah melihat isi sampah di dalamnya. Ada tumis kangkung yang teronggok mengenaskan disana.

"Tadi aku bikin tumis kangkung tapi kematengan, mamah gak mau jadi dibuang. Mamah pasti kesal banget sama aku, makanannya kebuang terus dari kemarin!" Mia menunduk sedih.

Feri mengelus rambut Mia, sayang." Belajarnya yang serius, jangan main main. Mamah itu gak suka buang buang makanan, jadi sebisa mungkin kamu jangan gagalin lagi masaknya. Sayang itu duitnya, beli bahan masakan tapi kebuang terus." Hibur Feri.

Mia menatap masakan buatannya di tempat sampah dengan putus asa. Ia menyesal sewaktu belum menikah dulu, menghabiskan waktunya hanya untuk bermain saja. Coba dia belajar memasak, mungkin dia takkan mengecewakan mertuanya seperti ini.

Mia berkaca kaca,"Mas, aku udah berusaha semampu aku tapi tetep aja gagal. Kayaknya aku emang gak berbakat masak. Udah seminggu lebih belajar tapi tak ada satupun yang berhasil. Aku putus asa, mas. Aku gak mau masak lagi." Mia menghentakkan kakinya kesal.

Feri menarik bahu Mia ke dekapannya dan menenangkannya. Seraya berkata," jangan manja deh. Kamu udah jadi istri sekarang, kudu bisa masak. Mamah juga awal menikah gak bisa masak tapi sekarang pinter banget."

"Tapi mamah kayaknya marah sama aku, karena belajarnya gak bisa juga! Setiap masakan gagal dia cemberut terus."

"Jangan suka suudzon gitu. Mamah lagi capek ajah, bukan marah sama kamu."

Mia merengut tak percaya. Mamah cemberut terus masa bukan marah sih?

Widia yang baru masuk dapur, melengos melihat Mia terdiam dipelukan Feri. Buru buru Mia melepaskan dirinya. Feri yang melihat mamahnya datang pun, mengekori langkah mamahnya yang kembali menuju ke ruang makan dan meninggalkan Mia seorang diri di dapur. Rupanya mamahnya hanya mengambil mangkok sambal yang masih ada di dapur.

"Mah, yang sabar mengajari Mia memasak ya. Karena Feri ingin saat kita tinggal di rumah sendiri, dia udah bisa mengurusi Feri!" Ujar Feri sambil memeluk mamahnya dari belakang.

Widia cemberut," mamah sih gak masalah dia belajar masak, cuman sayang aja banyak bahan makanan kebuang karena tak bisa dimakan lagi. Kemarin sayur sop kematengan, kamu kan tahu mamah gak suka sayuran yang terlalu matang, mana rasanya jadi aneh gitu. Dan bla bla bla.."

"Semua butuh proses, mah. Tolong mengerti. Please...!"

Widia menghela nafasnya kesal." Tentu saja mamah akan sabar mengajarinya, tapi dia itu suka ujug ujug nangis kalau gagal. Beritahu dia dong Fer, biar gak pundungan gitu! Cemberut pula."

Jangan Kawin MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang