Feri meneguk minumannya, emosi. Jakunnya naik turun dengan cepat seirama nafasnya yang tak karuan. Ia benar benar kecewa dengan sikap Mia. Bagaimana bisa Mia berani bermain di bekakangnya? Apa Mia ingin membalas dendam karena ia tetap berhubungan dengan Wulan? Kalau itu maksud lo selingkuh dengan Deden, mending gue jadian sekalian sama Wulan biar puas. Padahal ia sudah menjelaskan dengan sejelas jelasnya, kalau ia dan Wulan hanya sebatas teman. Susah payah dia menjaga kesetiannya untuk Mia, tapi dibalas seperti ini. Apa Mia tidak tahu betapa gencarnya Wulan mendekatinya tapi tak pernah ia gubris? Sekarang dia ragu, apa harus mempertahankan kesetiaanya untuk Mia setelah apa yang Mia lakukan padanya tadi? Ciih...
Pucuk dicinta ulam tiba, baru saja dia bertekad seperti itu dalam hatinya, ponselnya berdering. Wulan menelponnya. Meski kesal, Feri tetap mengangkatnya.
Hallo... gue lagi di rumah gue. Ngapain lo nelponin gue dari tadi? Khawatir? Yakin? Bukan urusan lo gue mau ngapain aja? Kenapa lo ga jujur aja kalau lo masih menyimpan rasa sama gue? Gue bisa baca dari sikap lo yang lenjeh itu sama gue... gue sharelock...
Feri menyeringai. Bilangnya cuman simpati, Kita lihat saja, bener atau ga ucapan sama perbuatan lo!
****
Di rumah dua lantai yang sudah sepi itu, hanya tersisa Widia, Handoko dan Mia. Jaka, Deden dan Wulan sudah pamit pulang sejak 3 jam yang lalu. Mia duduk meringkuk di sofa bak anak kucing baru lahir. Sorot matanya hampa saat telponnya lagi lagi direjek Feri. Widia dan Handoko saling berpandangan cemas.
"Sayang, jangan seperti ini. Kamu bikin mamah cemas. Feri hanya sedang emosi sesaat. Bentar lagi juga pulang..!"
Mia masih terdiam.
"Feri kan memang begitu. Kalau sedang marah suka semaunya tapi dia tidak akan macam macam kok. Sekarang mending kamu tidur saja, ya. Nanti papah bangunin kalau Feri pulang." Kata Handoko pula.
Mia berpura pura tersenyum ceria, ia mengangguk," iya Mah, Pah. Mia percaya mas Feri gak akan macam macam. Tapi Mia hanya ingin menunggu mas Feri disini."
Beda mulutnya yang mengatakan baik baik saja, perasaan Mia mengatakan yang sebaliknya. Dadanya berdebar debar tidak karuan. Ia tidak tahu mengapa perasaanya bisa seperti ini. Seakan akan ada hal buruk yang akan terjadi.
"Mia, kamu kan sedang hamil, sayang. Nanti janinnya kenapa napa. Biar mamah sama papah yang nungguin, kamu tidur saja ya di kamar," kata Widia menenangkan Mia yang terlihat gelisah, meski senyum terus tersungging dari bibir Mia.
Tetiba butiran bening menetes dari kelopak mata Mia yang terbuka membentuk anak sungai yang tak berhenti berhenti.
Widia dan Handoko saling lempar pandang, khawatir. Mereka kesal, bagaimana bisa Feri meninggalkan istrinya yang sedang hamil begini? Seharusnya ia dirumah saja dan menyelesaikan masalah mereka tanpa harus pergi kemana mana. Mia kan sedang hamil, bagaimana kalau Mia stress?
"Papah yang bakal pukul dia kalau sampai dia berbuat aneh aneh diluar sana. Walaupun dia putra papah, tapi kalau dia salah papah tidak akan membelanya. Kamu tenang saja. Semua akan baik baik saja"
"Semua salah Mia, selalu saja membuat mas Feri salah faham." Mia terisak kecil." Padahal Mia tak mungkin selingkuh. Mia kan sangat mencintai mas Feri. Hikss.."
Widia dan Handoko saling melempar pandang. Widia mengelus elus pundak Mia, berusaha menenangkannya.
"Kami percaya sama kamu, Mia. Kami tahu siapa kamu. Ini hanya salah faham saja. Anggap saja ini ujian berumahtangga. Perbedaan sifat juga ujian, sayang! Yang sabar ya.."
Mia mengangguk." Kalau gitu, Mia tidur dulu ya!" Kata Mia pamit.
Mia beranjak pergi menaiki tangga dan memasuki kamarnya. Kepergiannya hanya diiringi tatapan tak terbaca dari kedua mertuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Kawin Muda
RomantizmGara gara kepergok sedang berduaan dikamar, Feri(21thn) mesti menikahi kekasihnya Mia(18thn). Mereka setuju saja menikah karena mengira rumahtangga mereka akan baik baik saja karena mereka saling mencintai. Namun siapa kira cobaan hidup sebenarnya d...