Sorenya Mia diperbolehkan pulang juga, akhirnya ia bisa menghirup udara bebas. Mia senang bukan main bisa pulang. Tinggal di rumah sakit walaupun enak serba dilayanin ya tetep tak enak. Hanya menjadi kaum rebahan saja di atas kasur.
Bagian paling menyenangkannya, Feri berubah lembut dan sangat memanjakannya. Ia bahkan menggendong Mia dari lantai bawah ke lantai atas dimana kamar mereka berada seakan takut Mia terluka lagi. Sweet husband, right?
"Udah, kamu ga usah belajar masak dulu. Kandungannya masih rawan. Biar artnya, mamah suruh tiap hari di rumah, biar ada yang jagain kalau di rumah sedang tak ada orang," kata Widia saat Mia merebahkan diri diatas kasur. Feri menyelimutinya penuh kasih sayang.
"Mia ngerepotin mamah ya?" Bola mata Mia berkaca kaca.
Feri meringis, mungkin ini yang dibilang orang orang sindrom orang hamil, sensinya nambah berkali lipat.
"Jangan ngomong gitu, sayang! Kamu kan sedang mengandung cucu mamah. Pasti lah mamah urusin. Tar kalau kenapa napa sama cucu mamah bagaimana?"
Bola mata Mia semakin berkaca kaca.
"Jadi peduli sama Mia karena cucu doang? Bukan karena beneran peduli Mianya? Hiikksss.."
Rasanya Feri pengen gigit cabe setan saking gemesnya. Pertanyaanya itu loh, kekanakan banget! Lah, emang istrinya masih muda kan?
Handoko, yang mendengar ucapan istrinya yang selalu tidak peka, segera menarik istrinya berdiri. Ia menggantikan posisi Widia, dengan berdiri disamping Mia.
"Maksudnya, kita bahagia banget kalian akhirnya dikasih kepercayaan punya anak juga setelah 4 bulan pernikahan kalian. Supaya hubungan suami istri semakin erat, karena anak akan merekatkan hubungan. Terlebih buat papah sama mamah, bisa punya cucu juga, supaya ada yang ramein rumah. Tidak sepi seperti sekarang "
Mia mengangguk, senang. Handoko mengusap pelipisnya yang mengeluarkan keringat dengan sapu tangan putih, yang selalu ia bawa kemana mana. Handoko tersenyum lebar sekali membuat Mia ikut tersenyum senang.
Mendingan ngajarin mahasiswa bebel deh, daripada ibu ibu yang lagi hamil. Sensi terus..!
"Ywdah, kamu istirahat aja dulu ya. Nanti mamah mau ke supermarket sekalian beliin kamu susu. Suka strawbery kan?"
Mia mengangguk, senang," suka banget mah. Enakan strawbery daripada coklat,"
Widia dan Handoko pun keluar kamar meninggalkan mereka berdua. Masih sempat Feri mendengar papahnya memarahi mamahnya diluar pintu," mah, ngomongnya ati ati kalau sama ibu hamil. Nanti dia nangis,"
"Halah, kayak dulu kamu hati hati aja kalau ngomong sama aku. Marah marah mulu iya..!"
Feri geleng geleng kepala melihat papah dan mamahnya yang malah bertengkar. Untung Mia tidak mendengarnya. Kalau iya, bisa bisa dia menangis lagi karena menganggap dialah penyebab mereka bertengkar. Mia itu kan super sensitif. Dia bisa tahu apa penyebab seseorang bertengkar hanya dengan berada disekitar mereka.
"Kamu mau apa, sayang?" Suara Feri mengagetkan Mia yang nyaris tertidur. Mia kembali bangun dari rebahannya.
"Kayaknya efek obatnya masih kenceng. Aku ngantuk banget tapi badanku rasanya lengket karena belum mandi 2 hari. Aku mau mandi dulu, ya..! Gerah..!"
Mia turun dari ranjang dengan langkah sempoyongan. Feri memeganginya dengan hati hati.
"Mau ngapain sih, mas?"
"Aku temenin ya, takutnya kamu jatuh di kamar mandi..!" Bola mata Feri berbinar binar, kali aja gol.
"Modus aja. Kata dokter harus puasa," Mia meleletkan lidahnya puas. Tak lama dibantingnya pintu kamar mandi sambil cekikikan senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Kawin Muda
RomanceGara gara kepergok sedang berduaan dikamar, Feri(21thn) mesti menikahi kekasihnya Mia(18thn). Mereka setuju saja menikah karena mengira rumahtangga mereka akan baik baik saja karena mereka saling mencintai. Namun siapa kira cobaan hidup sebenarnya d...