Feri membuka pintu perawatan Mia itu sedikit sekali, bahkan pintu itu saja nyaris tak terbuka. Hanya suara ceklek pegangan pintunya saja yang terdengar. Ia ingin melihat keadaan Mia tapi ia merasa ragu. Ia takut Mia masih marah padanya.
Ayo, kamu pasti bisa Fer! Jadilah pria bertanggungjawab. Datangi dia dan minta maaflah padanya. Dia pasti maafin kamu, kok.
Feri mengusap pelipisnya yang berkeringat saat menatap pintu seakan pintu itu terbuat dari logam yang berat yang tak bisa ia buka. Okey, itu bohong ya. Bukan pintunya yang menyeramkan tapi penghuni di dalam kamar itu.
Ayo Fer, buka pintunya. Pintu mah ringan. Terbuat dari kayu bukan besi. Okey, kita akan membukanya. 1...2...3..
Ceklek... Kreett...
Suara pintu terbuka membuat semua penghuni kamar vip itu menoleh ke arah pintu, tak terkecuali kedua orangtua Mia dan kedua orangtuanya. Mereka semua menatapnya sadis dengan senjata yang sudah siap sedia ditangan mereka. Seakan Feri salah sedikit saja, senjata tajam itu akan langsung membabatnya habis habisan.
Feri merinding namun ia mencoba tak menghiraukan mereka. Semua demi Mia. Lautan api pun akan ia sebrangi demi mendapatkan Mia kembali.
"Kamu udah bangun sayang? Makasih Tuhan. Akhirnya kamu bangun juga. Aku seneng banget!" Ujar Feri terharu, setetes airmata menggenang dikedua kelopak matanya.
Ia berlari ingin memeluk Mia, tapi Mia menodongkan kedua tangannya di depan dadanya yang nyaris memeluknya, memaksa Feri menghentikan perbuatannya.
Mia memandang Feri sinis. "Ngapain lagi kesini? Masih belum puas nyakitin aku?"
Feri menelan ludahnya yang terasa pahit, tak menyangka Mia akan berkata seperti itu." Maafin mas. Mas khilaf... kebawa emosi. Kamu tahu kan, kalau lagi emosi, mas suka gak bisa ngontrol diri."
"Kenapa aku harus peduli? Toh kamu juga ga peduli lagi sama aku? Aku bahkan sendirian saja di acara wisudamu seakan aku orang asing disana. Cukup sampai disini kesabaranku. Aku sudah kehilangan kehidupanku dulu gara gara kamu nikahin aku. Lebih baik kita pisah aja, aku udah ga sanggup lagi hidup sama kamu apalagi sudah tak ada bayi yang mengikat kita berdua. Pergi... Jangan dekati Mia lagi!"
Handoko mendorong Feri mundur ke belakang supaya menjauhi Mia. Tak cukup sampai situ, Mario turut menghalanginya dengan mengacungkan tongkat bisbol ke arahnya.
Kenapa tak ada yang mendukungnya? Kenapa semuanya menghalanginya kembali bersama Mia padahal ia sudah berjanji akan memperbaiki diri? Apa mereka memang menginginkanya berpisah dengan Mia? Bagaimana bisa ada orangtua yang menginginkan tumahtangga anaknya hancur? Dimana hati nurani mereka?
"Mia sudah tak mau didekati kamu lagi. Jadi, mulai sekarang kalian bercerai saja,"
Feri menggeleng gelengkan kepalanya tak terima," nggak yah! Kita ga bakal cerai sampai kapanpun..!"
Feri menerobos tubuh Mario dan hanya bisa menjerit saat tongkat bisbol milik ayah mertuanya itu memukul tengkuknya. Tertatih ia tetap beringsut menghampiri Mia." Aku cinta banget sama kamu. Kita masih bisa ngulang semua ini dari awal lagi. Aku janji gak bakal gitu lagi sama kamu. Aku mohon, percayalah padaku. Beri aku kesempatan sekali lagi."
Mia melotot bengis." Bullshiit. Katanya cinta tapi selingkuh. Katanya sayang tapi aku diabaikan. Dasar pengkhianat! aku mau kita tetap C E R A I."
Tak lama kedua orangtuanya dan mertuanya ikut maju mengacungkan senjata mereka untuk memukulnya.
Klik ..
pintu tertutup kembali. Feri urung memasuki kamar. Kakinya melangkah mundur ketakutan. Jantungnya berdentum-dentum dengan kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Kawin Muda
RomanceGara gara kepergok sedang berduaan dikamar, Feri(21thn) mesti menikahi kekasihnya Mia(18thn). Mereka setuju saja menikah karena mengira rumahtangga mereka akan baik baik saja karena mereka saling mencintai. Namun siapa kira cobaan hidup sebenarnya d...