[3] Agony

879 122 35
                                    

Hari sudah hampir tengah malam. Sampai saat ini, Eunwoo masih belum pulang ke rumah dan tetap berkeliling mencari pekerjaan menggunakan kursi roda yang sudah ia miliki bertahun-tahun itu.

Suasana sangat sepi, hanya suara gerimis hujan yang setia menemani Eunwoo. Baginya, hujan hanyalah rintangan kecil yang tak harus ditakuti. Tidak memperdulikan bibirnya yang pucat dan badannya yang menggigil.

Mencari pekerjaan adalah tujuan utamanya sekarang. Ia sampai merelakan waktu makan malamnya. Akibatnya ia merasa sangat lapar, perutnya terasa sangat perih. Mengingat tadi di sekolah ia hanya makan sedikit karena Jungkook mengganggunya tadi.

Namun nampaknya semua usaha yang ia lakukan tak membuahkan hasil. Sudah berjam-jam ia mencari pekerjaan namun hasilnya nihil. Tak ada yang mau menerimanya untuk bekerja karena keterbatasan fisiknya.

"Apa aku pulang aja ya? Besok bakal lanjut keliling lagi," ucapnya dengan suara yang agak bergetar karena kedinginan.

Setelah berpikir cukup panjang, akhirnya ia memutuskan untuk pulang ke rumah. Meskipun hatinya masih sedikit ragu karena takut ibunya marah nanti.

Sesampainya di rumah...

"Jam segini baru pulang? Dari mana aja kamu?!" Dan benar saja, Eunwoo yang baru datang langsung disambut oleh bentakan ibunya.

Wajah sang ibu terlihat memerah menahan amarah. Tatapannya sangat tajam, setajam mata pisau yang seakan-akan ingin membunuh Eunwoo.

Eunwoo hanya diam tak menjawab. Kali ini pandangannya mengarah ke dinding, bukan ke mata ibunya.

Ibu menarik kuat surai hitam Eunwoo. Membuat anak itu mau tak mau harus menatap mata tajam ibunya. "Kalau ditanyain itu dijawab! Bukan ngalihin pandangan ke tembok!"

"A-aku habis nyari pekerjaan lagi... a -aku baru aja di-dipecat..." Suara Eunwoo terdengar bergetar menahan isakan, bercampur dengan rasa takut yang menyelimutinya.

"Kenapa kamu dipecat??"

"A-aku nggak sengaja numpahin ramyeon ke pelanggan..."

Mendengar jawaban dari sang anak, membuat ibu semakin naik pitam.

Plakk

Satu tamparan keras mendarat di pipi Eunwoo, meninggalkan jejak kemerahan yang terasa sangat perih.

"Kamu ini selalu aja ceroboh! Emang ya kamu itu gak bisa diandelin! Kamu itu cuman bisa ngrepotin dan bikin malu terus!"

Eunwoo hanya mampu terdiam, tak berani mengucapkan sepatah kata apapun kepada ibunya. Lagipula, semua yang dikatakan ibunya memang benar. Ia tidak bisa diandalkan. Ia hanya bisa merepotkan dan mempermalukan ibunya saja.

"Sini, ikut ibu! Kamu harus dihukum atas kecerobohan kamu!" Eunwoo menggeleng kuat, tapi tak bisa menghentikan ibunya yang kini menarik tangannya kuat. Karena kalah tenaga dengan ibunya, Eunwoo terjatuh dari kursi rodanya dan berakhir tubuh kurusnya itu diseret.

Eunwoo berusaha melepaskan tangannya dari ibunya, namun hasilnya nihil. Tubuhnya itu diseret dengan mudah oleh sang ibu, karena memang ia sangat kurus.

Dibawanya tubuh itu masuk ke dalam kamar mandi. Kemudian tangan yang sudah memerah di bagian pergelangan itu dihempaskan begitu saja oleh ibu.

Ibu mengambil sebuah balok kayu dari kamarnya yang biasanya ia gunakan sebagai hukuman untuk Eunwoo. Suara keras mulai terdengar saat balok kayu itu menyentuh punggung anak itu.

Bugh

Tak cukup sekali dua kali, Ibu memukuli Eunwoo berkali-kali tanpa belas kasih sedikitpun. Ia sama sekali tak peduli putranya menangis sembari meringis kesakitan.

Bugh

Bugh

"Ibu... s-sakit..."

"KAMU PANTES DAPETIN INI!!!"

Bugh

"I-ibu... berhenti..."

Bugh

Pukulan itu datang bertubi-tubi, seakan-akan tak mengijinkan Eunwoo mengambil napas sedetikpun. Yang bisa Eunwoo lakukan hanya memejamkan matanya menahan rasa sakit dan perih yang menjalar di punggungnya.

"Ibu... m-maafin Eunwoo..."

Bugh

Rasa sakit di punggungnya itu benar-benar tersalurkan sampai ke hatinya. Balok kayu itu mampu membuat tubuhnya terasa remuk. Bekas kebiruan yang menghiasi sekujur tubuhnya pasti akan terlihat jika ia membuka bajunya.

Buagh

Pukulan itu lebih keras dari sebelumnya, membuat tubuh kurus itu langsung tergeletak tak berdaya di atas lantai kamar mandi yang dingin.

Eunwoo menitihkan air matanya tak kuasa menahan rasa sakit di punggungnya. Kepalanya sangat pusing, tubuhnya remuk, pandangannya tak jelas dan berkunang.

Sekali lagi, ia hanya bisa menangis dan mengadu kesakitan, namun itu semua tidak mampu membuat ibunya merasa iba kepadanya.

"Ibu..." lirihannya menggambarkan betapa tidak berdayanya Eunwoo saat ini.

Ibu pun berhenti memukuli punggung Eunwoo dengan balok kayu itu. Dan berganti menjambak rambut Eunwoo dan mencengkramnya.

"Besok kamu nggak usah sekolah, kamu harus cari kerja sampai dapet. Kalau enggak dapet, kamu gak boleh pulang. NGERTI GAK KAMU?!"

"I-iya..."

Ibu melepaskan rambut Eunwoo dengan kasar. Kemudian keluar dari kamar mandi itu, meninggalkan putranya yang terkapar tak berdaya di dalam kamar mandi.

Eunwoo menyeret tubuhnya mendekat ke pintu. Berusaha membukanya tetapi tidak bisa. Ia baru saja menyadari jika pintu itu sengaja dikunci oleh ibunya.

"Ibu! Buka pintunya!"

"Ibu!!!"

"Ibu! Eunwoo minta maaf! Eunwoo janji gak akan ceroboh lagi!"

"Ibu!"

"Ibu! Eunwoo mohon bukain pintunya!!"

"Ibu..."

Eunwoo terduduk lemas dibelakang pintu. Menekuk lututnya dan menenggelamkan wajahnya disana. Rasanya percuma ia berteriak, memohon untuk dibukakan pintunya. Ibunya tak akan pernah mendengarnya.

Eunwoo menangis dalam diam meratapi kehidupannya yang begitu menyedihkan. Tangisannya terdengar sangat menyakitkan bagi siapapun yang mendengarnya, tapi semua tangisannya itu tidak berlaku kepada hati ibunya yang dingin seperti es.

Ia tak mampu lagi untuk bergerak. Semuanya terasa menyakitkan. Anak itu berbaring di lantai, mendiamkan semua luka-lukanya.

"S-sakit..."

Tubuhnya gemetaran, bahunya bergerak naik turun karena tangisannya. Ia benar-benar lelah bahkan hanya untuk menangis.

Hingga akhirnya, gelap menguasai pandangan Eunwoo.














TBC

Maaf chapter ini pendek, aku bingung mau nulis apa wkwk.

Jangan lupa tinggalkan jejak~♡

Fraternity | Jaehyun ft. Eunwoo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang