[22] Life Is Still Going On

382 46 9
                                    

Waktu berlalu begitu cepat. Detik demi detik. Menit silih berganti. Hari demi hari berlalu. Minggu berganti bulan. Bulan berganti tahun. Kehidupan terus saja berjalan.

Tetapi bagi Eunwoo, semuanya tetap sama saja, tak ada yang berubah.

Selama lima tahun, dia hidup dalam keterpurukan. Dia hidup dalam ketakutan. Hidup di bawah ingatan yang menyakitkan, membuatnya menderita. Sangat menderita.

Insiden yang merenggut nyawa ibunya lima tahun yang lalu, hampir membuatnya kehilangan akal. Ia bahkan sempat mengalami trauma hingga depresi berat karena terus mengingat peristiwa buruk itu.

Ia tak pernah bisa tidur ketika malam akibat mimpi buruk. Sehingga ia harus bergantung kepada obat-obatan seperti obat tidur ataupun obat antidepresan, itupun ia beli tanpa sepengetahuan Jaehyun.

Sering juga ia menyakiti dirinya sendiri dengan pisau, cutter atau gunting. Bahkan ia pernah mencoba untuk bunuh diri, tetapi selalu berhasil digagalkan oleh Jaehyun.

Selama beberapa tahun itu Jaehyun cukup kesulitan menghadapinya yang sering hilang kendali. Bahkan tak jarang juga ia menyakiti pemuda itu. Mengingatnya saja sudah cukup membuatnya merasa bersalah.

Jaehyun sudah beberapa kali membujuknya untuk berobat ke psikiater, tapi Eunwoo terus saja menolaknya.

Bukan tanpa alasan Eunwoo menolaknya. Biaya untuk konsultasi ke psikiater setiap minggu itu tidaklah murah, apalagi hidup mereka masih serba kekurangan. Menurut Eunwoo, daripada uangnya digunakan untuk berobat ke psikiater maka lebih baik uang itu digunakan untuk makan sehari-hari dan membayar biaya sekolahnya.

"Eunwoo, ayo berangkat. Kok malah ngelamun di depan cermin?"

Eunwoo terpaksa membuyarkan lamunannya sesaat mendengar suara berat Jaehyun. Pemuda itu menoleh ke arah pintu kamar, dimana Jaehyun sudah berpakaian rapi dan siap untuk mengantarnya ke sekolah.

Eunwoo menganggukkan kepalanya pelan dan segera memakai jaketnya. Lalu ia menggerakkan kursi rodanya mendekat ke arah Jaehyun yang masih berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Buku-bukunya udah di cek lagi? Nggak ada yang ketinggalan kan?"

"Nggak ada, kak."

"Ya udah, ayo."

Jaehyun mendorong kursi roda Eunwoo dan membawanya keluar rumah. Pemuda bermarga Jung itu mengunci pintu rumahnya terlebih dahulu, sebelum akhirnya membantu Eunwoo duduk di jok belakang sepedanya. Kemudian ia melipat kursi roda Eunwoo, dan menyuruh sang pemilik untuk membawanya.

Setelah memastikan Eunwoo duduk dengan nyaman, Jaehyun segera naik dan mulai mengayuh sepedanya dengan perlahan menuju ke sekolah Eunwoo.

Setiap hari Jaehyun mengantar Eunwoo ke sekolah menggunakan sepedanya. Kali ini ia beli baru, bukan bekas lagi karena jika ia beli bekas selalu cepat rusak dan membuatnya semakin repot.

Itu semua ia lakukan karena jarak rumah dengan sekolah Eunwoo berjarak hampir 9 kilometer. Jaehyun mana tega membiarkan Eunwoo pergi sendirian dengan kursi rodanya dengan jarak sejauh itu. Jaehyun juga tahu, Eunwoo pasti akan kesulitan jika menaiki kendaraan umum sendirian.

Jarak tempat kerja Jaehyun dan sekolah Eunwoo juga jauh. Maka dari itulah mereka selalu berangkat pukul setengah enam pagi.

"Kak."

"Hm?"

"Apa kakak nggak capek tiap hari kayak gini terus? Kenapa kakak nggak biarin aku berangkat sekolah sendiri aja?" Tanya Eunwoo.

"Nggak sama sekali kok, kakak malah seneng bisa nganter kamu sekaligus olahraga. Kan lumayan bisa nurunin berat badan," jawab Jaehyun sembari tertawa pelan.

Fraternity | Jaehyun ft. Eunwoo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang