Maaf, aku tak pandai dalam mengungkapkan rasa.
Tapi akan kutunjukan rasa sayang itu jika itu yang kau mau.✩★✩
Salah satu hal yang tidak bisa seorang Raina lakukan adalah, menyanyi. Menyanyi hanya akan ia lakukan dengan bebas di kamar kesayangannya atau di dalam kamar mandi rumah saat ia tengah membersihkan diri. Semua orang akan spontan menutup rapat kedua telinganya jika mendengar suara nyanyiannya. Sangat sumbang, bagai kaset kusut.
Raina masih ingat betul, ia pernah di suruh bernyanyi oleh guru Seni Budaya saat duduk di bangku kelas 1 SMP. Reaksi semua orang membuatnya down. Mereka, bahkan guru pun menertawakannya. Apa itu lucu? Di saat yang lain terpana dengan suara teman-temannya yang merdu. Ia malah di tertawakan?
Lalu sekarang apa? Handoko menyuruhnya untuk menyanyi? Yang benar saja. Apa dia akan membuatnya malu untuk kedua kalinya di depan banyak orang. Itu tidak akan Raina lakukan. Tidak akan.
Menyebalkan sekali, dia berhasil membuat tubuh Raina gemetar gelisah, mengeluarkan keringat dingin mengalir ke pelipisnya. Begitu takutkah Raina menyanyi sampai seperti ini? Sudah dikatakan, ia lemah di bidang menyanyi.
Semua orang telah melakukan apa yang Handoko katakan. Semuanya terlihat sempurna, Raina semakin tidak percaya diri. Ingin rasanya ia lari meninggalkan tempat menyebalkan ini.
Kini, giliran dirinya. Handoko memberikan Microphone pada tangan Raina yang bergetar. Namun ia berusaha menyembunyikan kegelisahan itu.
Beberapa detik terdiam. Raina menarik napas dalam, lalu dikeluarkan. Mencoba menetralkan emosinya sebelum akhirnya ia mengeluarkan kalimat pertamanya.
"Maaf, saya nggak bisa nyanyi," ungkap Raina takut-takut dengan kepala tertunduk. Seketika itu, semua orang beralih memandang sosok Raina dengan sorotan mata dalam. Saling berbisik, bahkan ada juga seperti yang menahan tawanya.
"Gak papa, semampu kamu aja," jawab Handoko santai. Mungkin dia tak tau, seberapa parah suara Raina.
"Tapi Pak...." Wajah Raina berubah memelas.
"Diganti aja sama wakil ketuanya. Mana wakil ketua basket?" tanya Handoko mengedarkan pandangan mencari seseorang itu.
"Devian Pak," teriak beberapa siswa menunjuk ke arah orang itu.
"Gak bisa Pak, saya gak bakat nyanyi," jawab Devian cepat menggelengkan kepala.
"Bohong," balas Handoko menatapnya tajam.
"Yaelah, saya serius Pak." Devian meninggikan volume suara agar terdengar oleh gurunya.
Raina mendengus kesal. Ngeselin banget Devian, dia bohong. Buktinya setiap kumpulan ekskul dia selalu nyanyi-nyanyi gak jelas, suaranya bisa diandalkan. Namun itu dia, menyebalkan, tak solidaritas.
"Terus sekarang gimana?" tanya Handoko ada jeda. "Ketua lain udah semuanya nyanyi, tinggal kamu sendiri, masa ketua ekskul basket gak ada perwakilan sama sekali." Handoko tampak kecewa, diiringi dengan riuh sorak siswa-siswi lain.
Wajah Raina semakin menunduk. Ucapan Handoko membuat perasaannya sedikit perih. Ia tau, ia ketua yang tak dapat diandalkan, mengecewakan. Tapi--yasudahlah, tak ada pilihan lain, ia harus melakukan ini. Bersiap untuk kuatkan sabar kamu Raina.
"Baik--" ucapannya terpotong.
"Tunggu," teriak seseorang sambil berdiri.
"Saya aja yang gantikan Raina nyanyi." Semua orang terdiam memandangnya tak percaya, termasuk Raina. Seorang Daniel ingin membantunya dari masalah ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
HILANG
Teen FictionRaina Alesha Kaila. Gadis cantik yang tidak akan berhenti berusaha untuk mendapatkan kembali seseorang yang dicintainya. Namun, suatu kenyataan pahit menyadarkannya untuk berhenti mencintainya. Di sisi lain, takdir selalu mempertemukannya dengan ses...