Aku sedang membereskan rumahku, banyak memang, tapi kan kalau dikerjakan lama kelamaan akan semakin sedikit.
Satu lemari kusam kini tengah aku bersihkan, tidak banyak isinya, hanya beberapa helai baju lama, gantungan, Dan ya... Mantel itu, mantel cokelat milik Ibuku, mantel itu terlalu sering ia pakai sampai-sampai bulu yang menempel di tudungnya menipis Dan warna cokelatnya kini hampir berubah menjadi krem.
Ibuku sangat keren waktu itu, ia selalu memakainya ketika musim dingin tiba, Dan ia akan membawa mantel itu kemanapun walaupun sedang musim panas. Berjaga-jaga katanya.
Aku tertegun dengan jelaga yang kini mulai tumbuh di kursi makan tuaku, menandakan sudah selama apa aku pergi Dan rumah ini tidak pernah ditinggali.
Oh iya! Aku diundang ke rumah Jennie Dan suaminya, ia akan mengenalkannya padaku setelah berbulan-bulan mereka menikah Tanpa sepengetahuanku.
Kim Jennie, mendengar namanya saja membuatku tertawa, wanita itu penuh energi. Siapa sangka orang yang dulunya sangat menentang pernikahan kini menjadi yang paling duluan menikah, dasar Kim Jennie!
***
Dengan mengenakan pakaian seadanya mengingat ini hanya desa, rasanya tidak usah bergaya elok-elok seperti saat aku tinggal di Seoul.
Aku menyusuri tanah licin itu lagi, aku ragu dengan ingatanku menuju rumah Jennie sebenarnya.
Desa ini tetap sama sepertinya, pohon-pohon hijau kini sudah putih sepenuhnya karena salju, aku sangat rindu desa ini, aku sempatkan menghirup udara segar yang sama sekali beda dengan kota, disana apek.
Mengejutkan memang aku sampai didepan rumah Jennie, yah bisa dimaklumi karena dulu aku selalu dititipkan pada bibi Jieun, orang tuanya Jennie ketika orangtuaku sibuk atau sedang pergi ke kota.
Jennie menampilkan senyum lebarnya, aku buru-buru masuk karena kini udara sangat dingin.
"Aigoo, siapa ini? Irenekah? Kau tambah cantik sekarang... Kemarilah aku ingin memelukku..." Ujar bibi Jieun mengagetkanku, bibi Jieun telah berubah, dulu ia sehat bugar sampai bisa membawa banyak sekali kayu bakar dipunggungnya. Kini ia terbaring lemah karena penyakit stroke yang menyebabkan kaki lumpuh.
Aku menghampiri bibi Jieun, senyum khasnya mirip seperti Jennie, ia memelukku erat dengan tangannya yang tidak lumpuh. Aku balas pelukannya.
"Kau sudah besar ternyata... Aku sangat ingat ketika Kau bermain dilumpur bersama Jennie, membuatku kewalahan karena lumpur itu..." Cerocos bibi Jieun, ternyata ia masih sama, sama-sama cerewet. Aku tertawa saat ingat itu.
Seorang lelaki muncul dari kamar yang aku tahu kamar itu milik Jennie, ia tersenyum kearahku, membungkuk sopan.
Bibi Jieun yang melihatnya langsung berkata.
"Oh iya... Kenalkan, ini Hanbin, suaminya Jennie. Beruntung sekali si Jennie itu bisa menikah..." Ucapnya bahagia.Aku tersenyum balik Dan membungkuk sopan kearah pria yang katanya suami Jennie.
Ia mengulurkan tangannya kepadaku mengajakku menjabat tangannya. Aku dengan sopan membalasnya.
"Hanbin..."
"Irene..."
"Jennie sering membicarakanmu, Jennie bilang Kau jadi koki handal di Seoul..."
Aku tersenyum sopan.
"Ah tidak handal juga..." Ucapku malu-malu.Hanbin ini jika dilihat memang memiliki kepribadian yang ramah, cocok sekali dengan Jennie. Aku jadi sedikit lega melihat Jennie bisa menemukan pasangan hidupnya.
Jennie keluar membawa satu mangkuk besar japchae.
"Mana ada koki tidak handal tapi bekerja di Seoul Hotel..." Ucapnya sambil menaruh japchaenya.Sedikit mengejutkan memang, Kim Jennie yang sekarang memasak.
"Sejak kapan Kau mulai memasak?"Jennie menggidikan kedua bahunya.
"Entahlah, sejak Hanbin tidak mau masakan luar yang dingin kurasa...""Uuuuu... Kim Jeniie..." Ucapku meledeknya.
Makanan yang tersaji memang bukan makanan mewah yang sering aku sajikan di Hotel memang, ini masakan yang cukup sederhana, tapi aku cukup terkesan dengan kemampuan Jennie.
"Mari makan..." Ajak Jennie untuk duduk pada kursi makan, disana sudah terdapat Hanbin.
Aku duduk diseberang Jennie, cukup aneh memang mengingat dulu tidak pernah ada orang lain selain aku, Jennie Dan bibi Jieun.
"Oh iya berapa lama Kau akan tinggal disini?" Tanya Jennie sembari mulai makan.
"Entahlah..." Jawabku sekenanya, masakan Jennie cukup baik kurasa.
"Eeeyy... Jadi kau tidak punya rencana?" Jennie mengejekku.
Aku mengangkat kedua alisku, Jennie mengunggu jawabanku.
"Aku hanya sedang rindu desa ini..."Jennie menatap kearahku.
"Lalu bagaimana pekerjaanmu di Seoul Hotel?"Aku hanya mengangkat kedua bahuku.
"Cepat atau lambat aku pasti dipecat, hehe..."Jennie membelalak kearahku.
"Kau Gila?! Apa enaknya tinggal disini?""Disini... Tenang..." Jawabku asal.
***
Selesai mengobrol dengan Jennie Dan Hanbin nyatanya membutuhkan waktu yang panjang, mereka menyerocos tentang kehidupan setelah menikahnya, aku sampai tahu bagaimana Hanbin melamarnya.
Matahari sudah terbenam, sebenarnya Jennie Dan Hanbin mengajakku untuk menginap saja, tapi aku tetap berkata akan pulang. Maksudku, yang benar saja, menginap dirumah orang yang sudah berumah tangga, dimana kesopananku!
Meski sudah gelap aku tetap memaksa pulang, berbekal penerangan dari ponselku, membuatku tidak terlalu merasa seram.
Tiba-tiba satu cahaya terang dari belakang seperti mengikutiku, cahaya itu lama kelamaan semakin dekat. Aku mempercepat jalanku, Gila saja apakah di desa seperti ini ada penjahat?
'zzzzzzzzhhheeeenggg...'
Sebuah motor mendahului jalanku dengan cepat, pebgendara itu Gila, tidak tahu ada manusia disini? Bagaimana kalau aku tertabrak?
Pebgendara motor itu memakai jaket kulit warna hitam Dan helm layaknya geng motor. Siapa sih sebenarnya dia?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jelaga Yang Payah
FanfictionAku pulang, kembali kerumah tua yang reyot itu. Aku pulang, kembali ke desa yang menjadi pusat memoarku. Aku pulang, kembali pada kenanganku dulu. Aku pulang, kembali lagi jadi wanita penuh rasa ragu. Aku pulang, memulai Hal yang baru. Tapi aku data...