9. Alasan untuk Mencintai

308 47 7
                                    

Hari ini hari minggu, aku memutuskan pergi ke kota untuk mengambil barang-barangku yang sengaja aku tinggal di apartment lamaku. Terhuyung aku sudah dua minggu pindah dari Seoul, sudah cukup lama sebenarnya untukku menginjakan kaki dikota ini.

Jam menunjukkan pukul dua siang, aku baru sampai di terminal bus Seoul. Cukup aneh sebenarnya merasakan hawa semacam ini. Aku berjalan dengan menenteng tas tangan Dan mengencangkan mantel buluku.

Apartemen bernomorkan 256 itu kubuka. Keadaanya masih sama persis seperti Sebelumnya. Masih tertata rapi, masih sepi, masih terasa dingin.

Setelah aku merapikan barang-barang yang akan kubawa ke desa, akupun buru-buru pergi, dengan Mobil lama yang jarang sekali aku pakai ketika aku tinggal disini.

Ini jam empat sore Dan aku belum memasukan apapun kedalam perutku, perutku sampai berbunyi menjijikan saking laparnya, aku putuskan untuk berhenti dahulu disalah satu kedai sup daging.

***

Makanan mengebul tersaji didepanku, aku buru-buru menyantapnya sebelum menjadi dingin.

Aku menoleh kearah kaca disampingku yang pemandangannya langsung ke jalanan Seoul.

Aku mengucek mataku sebentar, berusaha menjernihkan mataku. Tunggu... Pria diseberang sana rasanya aku kukenal, ia tengah menyeruput sesuatu di cangkir putih, ditemani seorang didepannya tengah tersenyum sambil saling menggenggam tangannya.

Aku tertawa dalam hati, orang seperti dia ternyata bisa juga berbuat hal seperti itu.

Aku putuskan untuk melupakan apa yang kulihat tadi, menyantap sup dagingku hingga habis Dan Tak Lupa meminta pelayan menyiapkan tiga porsi lagi untuk kubawa sebagai oleh-oleh untuk Jennie.

***

Aku langsung membawanya kerumah Jennie, sebelum sup itu dingin Dan jadi tidak enak dimakan.

Jennie dengan senyumnya yang sumringah karena melihatku membawa sup daging dari Seoul. Ia langsung memasukannya ke pemanas karena bibi Jieun ingin langsung memakannya.

Sup itu mengebul ketika Jennie keluarkan dari microwave. Ia memberikan semangkuk sup daging pada bibi Jieun Dan semangkuk untuk dirinya sendiri.

"Kau menyukai pernikahanmu?" Tanyaku sembari memakukan pandangannya pada foto besar di dinding Sana. Ya... Itu foto pernikahan Jennie Dan Hanbin, mereka serasi memakai tuxedo Dan gaun yang sama-sama berwarna putih. Mereka tersenyum, Jennie terlihat bahagia.

Jennie mengikuti arah pandangku.
"Tentu saja... Apa lagi kami sebentar lagi memiliki anak..." Jennie sambil sumringah.

Aku masih menatap foto itu, menyeruput teh buatan Jennie.

"Kau cepatlah menikah... Cantikmu itu tidak akan selamanya, Kau harus menikah sebelum kulitmu jadi sepertiku..." Bibi Jieun menyambar.

Aku menyunggingkan senyumku mendengar perkataan bibi Jieun.
"Kurasa aku selamanya akan sendiri bibi... Hehe..."

"Hush... Tidak boleh seperti itu, lihatlah Jennie sekarang, sifatnya menjadi lebih baik ketika menikah..." Bibi Jieun langsung menyanggahku.

Aku termenung.
"Kurasa lebih baik seperti sekarang bibi..."

"Kau memang tidak ada pacar atau semacamnya?" Jennie bertanya.

Aku menggeleng pelan.
"Kurasa tidak mudah mencari orang yang mau hidup bersamaku..."

Jennie meletakkan sendok yang ia pakai untuk makan.
"Eeeyyy... Kau hanya belum menemukannya saja. Begitu Kau menemukannya pasti Kau hidup bahagia selamanya..."

Bibi Jieun menghentikan acara makannya.
"Kau hanya tidak tahu saja betapa bahagianya pernikahan..." Ucapnya parau.

Aku menundukan kepalaku.
"Akankah seperti itu?" Ucapku amat pelan.

***

Hari menggelap, saatnya untuk pulang, menyiapkan mentalku besok untuk kembali bertemu bos galak beruang kutub itu.

Aku hendak menggapai pintu mobilku, Tak lama melihat Hanbin yang memasuki area rumahnya.

"Kukira Mobil siapa..." Hanbin tersenyum kearahku.

Aku mematung, menatapnya lamat-lamat, pintu mobilku belum terbuka Dan aku masih memegangnya.
"Oohh... Maaf aku akan pergi sekarang..."

Aku langsung masuk kedalam mobilku, memegang erat-erat kemudinya.

'dddruuukk....'

Sialan! Kenapa disaat aku buru-buru seperti ini kenapa Mobil tuaku ini menyenggol pagar?! Aku langsung keluar.

"Apakah pagarnya tidak apa-apa?" Tanyaku khawatir.

Hanbin memeriksa keadaan Pagar Dan ternyata tidak ada kerusakan apapun.

"Biar aku saja yang mengeluarkannya..." Tawar Hanbin kepadaku.

"Tidak usah, biar aku saja..." Jawabku tegas.

Namun Hanbin tiba-tiba masuk ke mobilku, Dan mengeluarkan mobilku dari pekarangan rumahnya dengan hati-hati.

Hanbin perlahan mengeluarkannya, dengan tangan kiri yang memegang serie Dan tangan kanan yang ia taruh dikursi sebelahnya agar ia bisa melihat kebelakang.

"Silahkan..." Ucap Hanbin setelah keluar dari mobilku. Aku dengan kikuk masuk kedalamnya.

"Jarang mengemudi ya?" Tanya Hanbin sambil menyunggingkan senyumnya, aku hanya mengangguk setuju.

"Terimakasih..." Ucapku cepat.

"Hati-hati ya, sudah malam, pastikan lampu mobilmu menyala..." Ucap Hanbin tersenyum kearahku.

Aku buru-buru melajukan mobilku, Tanpa melihat lagi kearah Hanbin. Ia Dan senyumannya yang pasti membuat wanita menyukainya. Hanbin Dan perkataan lembutnya yang pasti membuat wanita merasa dilindungi. Hanbin Dan suara nya yang pasti membuat wanita tenang. Ia baik...

Jelaga Yang PayahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang