13. Malam yang Tidak Begitu Membosankan

374 47 7
                                    

Setelah memastikan bahwa baju yang aku kenalkan adalah ulahku sendiri aku jadi sedikit tenang, maksudku siapa yang bisa percaya, wajah Bos lebih ke wajah-wajah mesum dibanding pria baik-baik yang hobi baca buku.

Aku mau tidak mau tetap tinggal dirumah bosku, sebenarnya ingin pulang sih tapi ini pukul dua malam, aku takut, Dan pria itu tidak mungkin sudi mengantarku kerumah.

Jadi yang bisa aku lakukan sekarang adalah duduk-duduk sambil berdoa agar hal-hal tidak menyenangkan seperti lukisan babi itu menjadi nyata atau bahkan aku yang tiba-tiba masuk ajaran sesat tidak terjadi.

Aku tidak bisa tidur, maksudku setelah kejadian memalukanku bersama pria yang bahkan baru aku kenal, aku tidak mungkin bisa tidur lagi.

Aku memutuskan berkeliling, rumah ini sangat luas untuk ukuran pemuda yang tinggal sendirian, atau mungkin tidak(?) Aku menaiki anak tangga kayu itu, sepertinya penerangan disini minum semua, apa dia tidak sanggup untuk membayar listrik?

Aku menemukan sebuah pintu yang pintunya sedikit menganga. Aku tidak tahu Bos dimana, Dan aku tidak peduli sebenarnya.

Aku masuk ruangan itu pelan-pelan. Aku terkesiap dengan ruangan ini. Lukisan-lukisan disini sangat berbeda dengan yang dilantai bawah atau diruangan kerjanya. Salah satunya lukisan wanita yang sangat cantik yang besar diujung sana. Tapi jika diteliti lagi, kurasa semua lukisan wajah cantik ini orang yang sama. Kutaksir ada lebih dari sepuluh lukisan terpajang.

"Kenapa Kau disini?" Aku terperanjat dengan suara itu.

"Ini siapa? Cantik sekali..." Ucapku sembari masih mengagumi wajah cantik wanita dalam lukisan itu.

"Adikku yang dilukis oleh Ibuku..." Jawabnya pelan.

"Lukisan yang sangat indah, ibumu pasti pelukis andal...?" Ujarku sambil menoleh kearah belakang Dan terhentak karena menyadari wajah ku sangat dekat dengan leher Bos.

Bos tersenyum sambil masih memandangi lukisan itu.
"Tidak ada seorangpun yang mengenalnya..." Itu bukan suara Bos, itu suara lain yang dikeluarkan oleh Bos, tidak tegas, tidak dingin. Sakit?

Bbbrrrbbbb...

Sialan! Kenapa suara perutku sebesar itu?!

Bos sedikit tertawa sambil menatapku yang masih menatap lehernya. Aku langsung keluar dari ruangan itu, rasanya aku tidak sanggup menatap wajahnya lagi!

***

Maksud hatiku adalah tidak berhadapan Bos lagi sirna. Aku sangat kelaparan, sepertinya semua yang sudah aku makan sudah kumuntahkan semua.

Aku berakhir dimeja makan kayu bersama bos. Dia memasakkan aku ramyeon instant. Yah... Walaupun ini tengah malam Dan aku tidak siap untuk wajahku yang membengkak namun apa boleh buat, aku kelaparan!!!

"Kau satu-satunya orang yang melihat lukisan itu selain aku..." Ia tiba-tiba berbicara saat aku selesai menyuapkan satu suapan ramyeonku.

Aku menelan ramyeonku Dan menatap kepadanya.
"Kenapa? Kau tidak pernah memperlihatkan kepada siapapun? Teman-temanmu...?"

Ia diam.
"Aaahhhh... Kutebak Kau tidak punya cukup teman untuk memperlihatkan lukisan itu ya?" Celetukku tiba-tiba.

Ia tertawa, sebuah respon yang sangat tidak terduga.

"Tentu saja aku punya..." Dengan nada yang sedikit tersinggung.

Aku menaikkan kedua alisku.
"Benarkah...?" Jahilku.

"Ch...chanyeol...?" Ia dengan lantang.

Aku tertawa.
"Eeyyy... Dia karyawanmu bukan temanmu..." Ucapku masih sedikit tertawa.

"Memangnya tidak boleh karyawan menjadi teman?" Tanyanya lagi.

"Tentu tidak... Harus Ada batasan antara Bos Dan karyawan..." Ucapku mantap.

Ia tersenyum.

"Sekali lagi terimakasih..." Ucapku malu-malu setelah semua ramyeonku habis.

Ia tidak menjawab ataupun menyanggahnya. Suasana jadi agak canggung.

"Lukisan-lukisan selain diruangan tadi itu buatanmu?" Tanyaku setelah diselimuti keheningan.

Ia mengangguk. Aku jadi ikut mengangguk.

"Kenapa berbeda sekali? Maksudku suasananya sangat beda antara lukisanmu Dan ibumu..."

Ia diam, terlihat berpikir.
"Ibuku tidak pernah bermaksud untuk jadi seniman... Dia hanya melukis untuk dirinya sendiri..."

"Mereka kemana? Maksudku keluargamu...?" Tanyaku penasaran.

Ia tampak terkesiap dengan pertanyaanku, ia diam, aku jadi merasa bersalah.
"Maaf, aku tidak bermaksud un..."

"Mereka meninggal, kecelakaan Mobil setahun lalu, Ibuku, ayahku, adikku..." Ucapnya tiba-tiba.

Aku mendengarkan.
"Maaf..."

Sorot matanya jadi gelap, aku menjadi merasa tidak enak telah menanyakan mereka kepadanya.

"Ak...aku tidak bermaksud..." Ucapku terbata-bata.

Ia tersenyum menatapku sendu.
"Tidak apa-apa..."

"Oh iya, Kau waktu mabuk mengoceh tentang Hanbin, apa maksudnya...?" Ucap Bos masih menatapku.

Sialan! Aku membocorkannya pada mereka?!

***

Padahal maksudku aku tidak akan tidur Dan menunggu pagi datang, tapi nyatanya aku ketiduran disofa ruang tengah Bos dengan lelapnya.

Aku mengendap-endap lagi untuk keluar dari rumah Bos, seperti yang pernah terjadi. Masih dengan baju kebesaran milik bosku yang sengaja akan aku cuci dirumah.

Aku hebat! Aku sudah sampai gerbang rumah Bos Dan tinggal berjalan menuju rumahku.

"Irene...?!"

Aku menutup mataku rapat-rapat. Kenapa harus Jennie?!

Jennie terdengar berjalan cepat menuju tempatku.

"Hey... Kenapa Kau keluar dari rumah Mini pagi-pagi begini?" Tanya Jennie keheranan.

Aku gelagapan.
"Ti...tidak aku aku tadi mau kerumahmu tapi Lupa tidak membawa ponselku..."

Jennie memindaiku.
"Ini ponselmu..." Ucapnya sambil menunjuk tangan kananku.

Sial! Aku Lupa dari tadi aku menggenggam ponselku...
"Maksudku..."

Jennie membelalakan matanya.
"Aaahhhh... Jadi kau...?"

Aku panik, aku buru-buru menyekap mulut Jennie dengan tanganku. Ia meronta.

Jelaga Yang PayahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang