10. Salju Paling Menyeramkan

309 49 11
                                    

Aku melangkah kedalam kafe, hendak bekerja seperti biasanya. Tapi, ketika aku hendak membuka pintu kafe, pintu itu masih terkunci.

'Kenapa bos belum datang?' ucapku dalam hati.

Aku jadi berdiri didepan pintu kafe, menunggu Bos atau Chanyeol datang.

Tidak lama, Chanyeol datang dengan santainya. Ia berjalan sembari mengunyah sesuatu. Ia melihatku. Melambaikan tangannya kepadaku.

"Kau datang cepat?" Tanyanya sembari merogoh salah satu sakunya, mengeluarkan sebuah kunci.

"Aku tidak datang cepat, tapi Kau yang telat..." Ucapku dingin. Chanyeol kemudian memasukan kuncinya itu kedalam kenop pintu, membukanya dalam dua Kali putaran.

"Hehe, oh iya..." Ia terkekeh kearahku.

"Kenapa kunci itu bisa ada padamu..." Aku bertanya penasaran.

Kami memasuki area dalam kafe.
"Bos tidak akan masuk...!" Ucapnya dengan mata yang berbinar.

"Pantas saja Kau telat..." Aku memutarkan kedua bola mataku terhadap Chanyeol yang dibalas dengan kekehan menyebalkan.

"Kenapa...?" Tanyaku lagi.

Chanyeol hanya menaikan bahunya Dan menggeleng.
"Tidak tahu..."

Aku mulai terpikir pada Berita yang tadi aku lihat, disana tertera bahwa ada kelompok ajaran sesat baru yang diketuai oleh pria muda tampan yang selalu berkumpul dihari senin. Dan hari ini hari senin, dan menurut bibi Sooyoung, bosnya itu mengikuti aliran sesat?!

'aaahhh...tidak tidak, pikiran macam apa itu?'

Aku menggelengkan kepalaku keras mengingat pemikiran gilaku tentang bosku sendiri.

***
Hari ini kafe berjalan seperti biasa, tidak ada yang istimewa kecuali ada seekor kucing gila merangkak keatas meja dapur, membuatku kaget minta ampun.

Untung Chanyeol langsung datang sebelum aku membunuh kucing yang kata Chanyeol bernama Johnny itu. Ia langsung mengusap-usap kucing itu Dan langsung memarahiku. Katanya kalau bos tahu apa yang akan kulakukan pada Johnny bisa-bisa aku duluan yang mati dibunuhnya.

***

Karena Bos yang tidak masuk kerja, hari ini aku bisa pulang lebih cepat. Aku mulai berjalan dari halte bus dekat rumah.

Hari ini cuaca sangat dingin sekali, salju mulai turun, aku mengeratkan mantel tebalku. Aku berjalan lurus melewati rumahku. Aku akan menemui Jennie, setidaknya ada yang harus aku bicarakan dengan wanita itu.

Aku telah sampai di depan gerbang rumah Jennie. Namun aku melihat gembok yang melingkari gagang gerbang rumah Jennie.

Aku menggedor-gedor Pagar rumah Jennie Dan sesekali mengelap ingusku yang perlahan-lahan keluar karena cuaca yang dingin sekali. Ini tidak akan berhasil. Aku harus pulang sebelum badai salju datang!

Baru saja Lima langkah aku berjalan, angin mulai berhembus kencang, tanda-tanda badai akan datang. Sialan! Tidak akan mungkin aku sampai rumahku dengan cuaca seburuk ini.

Aku tidak Sadar telah berlari Dan masuk ke halaman rumah orang yang tidak aku kenal. Didepannya tidak ada Pagar, jadi kuputiskan meringsek masuk kedalamnya hingga telat depan rumahnya.

Aku mengetuk-ngetuk rumah itu, rasa Maluku sudah kuturunkan hingga kebawah kakiku. Seorang pria membukakan pintu. Tunggu dulu, ini rumah Bos Mino?!

***

Aku langsung masuk kedalam rumahnya. Dipimpin oleh Bos Mino yang berjalan didepanku.

Tidak seburuk yang kukira sebenarnya, rumah ini hampir sama dengan ruangan kerjanya di kafe. Banyak sekali lukisan-lukisan aneh yang menyeramkan. Misalnya babi berkepala manusia, tangan berwarna hijau, atau gambar wajah aneh berwarna pink cerah itu. Disini juga banyak patung-patung aneh persis seperti di ruangan kerjanya.

Aku dipersilakan duduk, disebuah Kursi kayu aneh berwarna cokelat terang, sementara Bos menuju ruangan lain di pojok sebelah kiri Sana.

Bos datang sembari menenteng sebuah kain tebal Dan secangkir cokelat Panas, ia meletakannya di meja didepanku.

"Minumlah..." Ucap Bos dengan suara serak.

Aku langsung mengambil mug panas itu, menyeruputnya sedikit untuk menghilangkan rasa dinginku, aku juga menyelimuti tubuhku dengan kain tebal yang Bos bawa tadi.

"Aku... Aku... Minta maaf tadi mengetuk rumahmu, aku sebenarnya akan pulang dari rumah Jennie tapi tiba-tiba salju datang..." Ucapku mencoba menjelaskan sejelas agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Ia hanya menatapku lamat-lamat.

"Aku akan pulang jika cuacanya mulai baik..." Ucapku agak terbata ditatap tajam oleh bosku.

"Badai seperti ini akan lama, mungkin besok baru berhenti..." Ia berucap dengan suara agak parau.

"Tadi rumah Jennie dikunci, aku akan kerumah Jennie jika ia sudah pulang..." Tuturku agak kikuk.

"Menurutmu dia akan pulang dengan cuaca yang seperti ini?" Ia membalas perkataanku, menyinggungku dengan cara yang sopan.

"Lalu... Aku harus bagaimana?" Tanyaku pelan-pelan.

Ia mengangkat bahunya.
"Tidak tahu..."

Sungguh jawaban yang berguna. Aku tidak mungkin menginap disini. Maksudku, orang waras Mana yang mau tinggal diruangan gelap Dan penuh lukisan yang seperti menatapmu seperti ini?

Ia berdiri membelakanginya, terlihat jalannya yang sedikit oleng, aku buruy mendekatinya ketika ia hampir jatuh.

"Bos tidak apa-apa?" Tanyaku, sambil memegang bahunya yang melemas.

Ia memegang kepalanya dengan raut wajah yang kesakitan.
"Bos sakit?" Tanyaku lagi. Aku membopongnya menuju kamarnya. Meletakannya dikasur Dan menyelimutinya dengan selimut tebal diatasnya. Ia terlihat tidak berdaya.

Aku meyentuh dahinya, panas sekali!
"Bos, apa ada obat disini? Bos panas sekali..."

Bos hanya menggeleng lemah sebelum ia pingsan diatas tempat tidur disana.

Bagaimana ini? Aku tidak mungkin pergi Dan membiarkan bosku yang sedang sakit sendirian. Tapi disisi lain aku agaknya tidak ingin berada disini.

Jelaga Yang PayahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang